Fünf; Hari yang Berantakan di Hangmun

61 14 5
                                    

"Bagaimana bisa rambutku berwarna biru, Jim! Aku takut kena marah ketua yayasan Hangmun. Di sekolah ini hanya memperbolehkan anak muridnya mengecat rambut dengan warna pirang, coklat, abu, dan warna-warna gelap lainnya. Aku takut." Taehyung tengah uring-uringan di kamar mandi sambil terus membasuh rambutnya—berharap warna biru terang itu luntur dari rambutnya yang lembut.

Jimin memijat pangkal hidungnya, ia kesal sekali. Kepalanya sudah sakit karena segala hal tak masuk akal bermula dari tingkah Taehyung yang sok-sok-an menemukan penemuan paling bernilai mahal, dan sekarang ia uring-uringan juga dengan rambutnya yang berwarna biru terang.

Kalau boleh berteriak, Jimin juga muak melihat rambutnya yang kini berwarna abu—lebih mirip silver karena ini terlalu mengkilap untuk disebut abu. Jungkook sih hanya duduk santai di atas kasurnya sambil membaca seri komik baru miliknya.

"Kenapa rambut Jungkook tetap hitam? Kenapa rambutmu berubah sesuai peraturan Hangmun. Dunia nyataku kan di sini, kenapa sihhhh ahh." Taehyung frustasi. Ia duduk di lantai kamar mandi yang basah dan dingin, kemudian ia mengubur wajahnya di dalam lipatan lututnya. Sepertinya anak itu menangis.

Jimin jadi tidak enak sendiri, apalagi di Seoul sekarang masih pukul tiga dini hari saat ketiganya kembali dari Amtala lewat lemari. Jimin menghampiri sahabatnya yang kini tengah menangis, tubuh anak itu bergetar dan saat Jimin memegang tubuhnya—hanya dingin yang bisa Jimin rasakan.

"Hei, sudah tidak apa-apa. Tae. Nanti aku coba bicarakan pada Kak Seokjin, siapa tahu dia bisa membantu agar kau tidak terkena hukuman. Ayuk bangun, kau akan sakit kalau seperti ini." Jimin berucap begitu lembut, ia mengangkat tubuh Taehyung—membuatnya berdiri meski lesu, kemudian sebelah tangannya meraih handuk dari gantungan di depan kamar mandi. Jimin dengan telaten membalut tubuh sahabatnya dengan handuk—memastikan agar Taehyung tidak benar-benar menggigil.

"Aku menyesal deh kalau begini caranya. Maafkan aku, aku membawa masalah untuk kita bertiga." Ucap Taehyung lemah saat Jimin bantu berjalan menuju ranjang Jimin.

Jungkook menutup komiknya. Tanpa berbicara, ia membuka lemari baju Taehyung dan mengambilkan baju bersih untuknya. Anak itu juga dengan telaten mengurus Taehyung.

"Kau tidak usah sekolah dulu, sepertinya. Badanmu demam. Aku dan Jimin akan cari cara juga untuk bicara pada pihak Hangmun." Ujar Jungkook. Taehyung meringkuk di kasur Jimin, ia benar-benar merasa bersalah.

Seharusnya ia tidak merapikan buku-bukunya kemarin

Seharusnya ia tidak perlu penasaran dengan ruangan di dalam lemari

Seharusnya ia tidak mengajak Jimin dan Jungkook ke ruangan itu

Seharusnya—

"Ngomong-ngomong, kau tidak perlu merasa bersalah, Tae. Aku yakin semua ini sudah dituliskan. Kau ingat ucapan Ibunda Rembulan? Aku juga sempat berbincang dengan Ryujin dan Yujin, kalau Ibunda Rembulan sudah mengatur semuanya sebaik mungkin. Dan yang harus kau tahu, semua ini bukan terjadi secara kebetulan belaka. Jadi jangan menyalahkan dirimu, ya." Jelas Jungkook seraya menarik selimut tebal Jimin sampai sebatas dada Taehyung.

Jimin tersenyum kecil, "Nah, kamu istirahat yang benar. Berhenti berpikir sejenak. Kamu terlalu pemikir dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi." Ujarnya.

"Aku dan Jimin akan siap-siap untuk sekolah, kita akan bawakan sarapan pagi untukmu juga." Ujar Jungkook.

"Nanti saat jam istirahat makan siang, aku akan membawamu ke klinik agar tidak kesepian." Tambah Jimin. Taehyung menggelengkan kepalanya.

"Aku gak mau mereka lihat rambut biruku."

"Kalau gitu aku yang akan izin dari KBM dan menemanimu di sini. Kau tidak lupa kan? Aku dokcil yang punya izin untuk hal itu." Jawab Jimin sambil sedikit menyombongkan jabatan dokcil miliknya.

Buku-Buku Kamar (VMINKOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang