2

102 17 2
                                    

Tanpa membuang waktu, setelah berganti pakaian dengan setelan hitam-hitam serta berpamitan dengan keluarganya-padahal dia baru saja tiba setengah jam yang lalu-Joshua meminjam mobil sang adik dan langsung berkendara ke arah kediaman Taeyong. Dia belum sempat memejamkan kedua matanya. Sepanjang perjalanannya ke kota kelahirannya ini-tiga jam dengan pesawat dan lima jam jalan darat-Joshua menelisik percakapan-percakapan lawasnya dengan Taeyong. Siapa tahu Joshua melewatkan sinyal-sinyal dari Taeyong.


Tapi tidak ada.


Dari semua percakapan lamanya dengan mendiang sahabatnya itu sama sekali tidak tampak bahwa Taeyong sedang menghadapi masalah yang membuatnya memilih jalan pintas yang tragis.


Joshua mengenal Taeyong sebagai pribadi yang ceria, sabar dan optimis. Meskipun harus kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan tunggal, menjadi wali untuk adiknya yang sakit-sakitan, tapi Taeyong selalu tersenyum. Joshua sebenarnya tidak mengerti, kenapa tidak ada sanak saudara Taeyong yang mau menggantikan posisi orang tua mereka untuk merawat Taeyong dan Emma. Padahal mendiang orang tua Taeyong dan Emma mewariskan sejumlah harta yang cukup, termasuk rumah bak istana yang ada di atas bukit.


Saat kendaraan Joshua memasuki jalan setapak yang disamping kanan dan kirinya ditumbuhi barisan pohon cemara. Jalan setapak serta lahan yang ada di samping kanan kirinya Ini sudah masuk ke bagian dari milik keluarga Taeyong. Rumah Taeyong dan Emma sendiri masih berjarak satu kilometer dari jalan utama.


Mobil SUV yang Joshua kendarai berhenti di belakang sebuah ambulans yang parkir tepat di depan pintu depan rumah kediaman Taeyong. Pikiran Joshua langsung tertuju kepada Emma. Buru-buru dia turun dari mobil, menutup pintu dan menekan tombol lock. Dengan langkah-langkah lebar Joshua langsung melewati tiga anak tangga dan bergegas masuk ke dalam rumah besar milik keluarga Taeyong itu.


Langkahnya terhenti saat melihat Emma dengan setelan dress hitam panjang, duduk di atas kursi roda. Di belakang kursi roda Emma ada Johnny dengan setelan jas warna hitam. Nafas Joshua tertahan saat menyadari apa yang dibawa oleh mobil ambulans yang tadi dijumpainya di depan rumah. Peti mati dari kayu warna cokelat tua dengan ukiran kayu di bagian atas dan aksen emas di bagian tepinya terbuka di ruang tengah. Taeyong dengan wajah pucat terbaring di sana.


———


"Sudah datang Josh ?" Johnny menyambut Joshua yang berjalan menghampirinya. Setelah memeluk dan menepuk punggung Johnny, Joshua lantas berlutut di depan kursi roda yang diduduki oleh Emma.

"My deep condolences, Em..." ucap Joshua. Lagi-lagi air mata Emma tumpah. Dia mengangguk sambil menunduk. Bahunya naik turun. Johnny yang berdiri di belakang lalu mengulurkan kedua tangannya. Meremas pelan pundak Emma.


Joshua meraih tubuh Emma ke dalam pelukannya. Membisikkan kata-kata penghiburan sebelum kemudian melepaskan tubuh gadis itu dan berdiri di samping Johnny.


"Jeonghan tiba siang nanti. Yuta gimana?"bisik Joshua.


Johnny mengangguk. "Kayaknya dia baru nyampe tengah malam. Semoga saja pesawatnya nggak pake acara delay." balas Johnny.


"Kamu sudah tahu detail kejadiannya ?" tanya Joshua lagi.


Johnny menggelengkan kepalanya. "Aku masih nggak tega buat tanya sama Emma. Pelayannya hanya tahu Taeyong sudah nggak bernyawa saat ditemukan oleh Emma di ruang kerjanya. Ada banyak obat-obatan di dekat jenazah Taeyong. Tadinya pihak forensik ingin memeriksa sebab kematian Taeyong. Tapi Emma menolak jenazah Taeyong untuk diotopsi. Makanya jenazah Taeyong baru bisa dibawa pulang sekarang. Maybe later, setelah seluruh prosesi pemakaman selesai, aku akan tanya lagi pelan-pelan ke Emma." jelas Johnny.


THE SECRETS (95L SVT x NCT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang