14

67 10 2
                                    

"Jisoo, aku bukanlah super hero, aku bukan Hulk apalagi Thor yang mampu melindungimu dari setiap bahaya. Mungkin suatu saat nanti ada saatnya aku akan pergi dari hidupmu, dan jika saat itu tiba bisakah kau tetap bahagia dan baik baik saja tanpaku?" Sosok itu berdiri di hadapan jisoo, wajahnya begitu tampan dengan senyum lembut yang menenangkan. Kedua tangannya menangkup pipi jisoo dengan pelan

"Jika saat itu memang terjadi, maka aku akan pergi mencarimu, dimanapun itu asalkan kau masih bisa ku jangkau, maka aku akan baik baik saja"

Sosok itu tersenyum tipis, dia melepaskan kedua tangannya dari pipi jisoo "jika hidup tanpaku begitu sulit untukmu, maka berhentilah mencintaiku agar kau selalu baik baik saja. Biarkan aku saja yang mencintai dan menyayangimu dengan tulus, karena aku lebih terbiasa menanggung kesulitan itu"

Jisoo menggeleng, dia meraih kedua tangan sosok itu dan mendekatkannya ke pipinya "jika aku melakukan itu, kau akan pergi. Maka biarkan aku mencintaimu sepanjang hidupku, walaupun sulit, tapi aku bahagia"

Sosok itu kembali tersenyum "aku tak akan pergi, tapi aku juga ingin kau bebas. Kau berhak berjalan di jalanmu tanpa memperdulikan pendapat orang lain"




Suara dering ponsel membuat jisoo tersadar dari mimpi panjangnya, gadis itu mengerjapkan matanya perlahan dan menatap langit langit kamarnya dengan pandangan kosong. Ponsel yang berada di sebelahnya masih berdering nyaring tapi gadis itu enggan untuk melihat, matanya yang biasanya tajam kini tampak sayu tanpa kehidupan.

Ternyata benar, bahwa dia tak akan baik baik saja hidup tanpa seokjin, melepas pemuda itu sama saja dengan melepas kebahagiannya sendiri. Dan sekarang semuanya terbukti, dia menderita tanpa seorangpun tahu.

Jisoo kembali menutup matanya
Berharap mimpi buruk bersama namjoon akan hilang seperti mimpinya bersama seokjin ketika dia membuka mata
Tapi rasa sakit itu, rasa takut dan putus asa itu nyata, senyata bagaimana dia dilecehkan oleh seseorang yang dia anggap sebagai malaikat karena saking baiknya. Tapi pada akhirnya, anggapannya menipu dirinya.

Namjoon tidak baik, dia hanya pemuda bertopeng malaikat yang melekat pada imagenya, pemuda dengan banyak kebusukan yang tak pernah disadari banyak orang.
Namjoon, dia adalah bajingan bejat di hidup jisoo sekarang.

Satu demi satu, air mata jisoo kembali menetes di saat dirinya merasa telah lelah dengan semuanya. Sebenarnya apa yang sedang Tuhan rencanakan untuknya?

Dulu dia mengira bahwa dirinya yang sempurna akan mendapatkan kehidupan yang bahagia. Bersama seokjin, dia akan membangun rumah mereka sendiri, rumah yang utuh dan hangat, rumah yang akan membuat anak anak mereka merasa nyaman tanpa di bebani image sempurna.

Namun yang terjadi selanjutnya membuat jisoo merasa terlalu jauh dalam berimajinasi
Seokjin meninggalkannya disaat pemuda itu tahu bahwa dirinya adalah sandaran bagi jisoo, mencampakkan dan membuangnya begitu saja di saat jisoo sudah dengan setia menemaninya bertahun tahun.

Saat itu jisoo berpikir, mungkin Tuhan sedang menguji rasa cintanya pada seokjin, menguji seberapa jauh rasa setianya pada pemuda itu, apakah dia masih bisa menerima seokjin setelah dihianati dan di tinggalkan.

Tapi sekarang....
Apakah ini masih bisa disebut pengujian rasa cinta dan setia?
Bahkan jika seokjin meninggalkan dan membuangnya, jisoo masih akan mencintainya.
Tapi bagaimana dengan seokjin?
Apakah dia masih mau menerimanya jika tahu seperti apa jisoo sekarang?
Apakah seokjin masih mau mencintainya jika pemuda itu tahu kalau dirinya sudah di sentuh orang lain?
Apakah rumah yang utuh dan hangat seperti imajinasinya masih bisa dibangun?

Jisoo mengusap wajahnya yang basah dengan kasar, tapi air matanya tak mau berhenti mengalir. Bahkan ketika cahaya matahari sudah menerobos jendelanya dan menyinarinya dengan kehangatan, jisoo masih tak bisa berhenti menangis.

Paper HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang