Hari baru telah tiba. Dengan bersenandung, Fasya tampak memoles wajahnya di depan cermin. Polesan make-up yang tidak terlalu tebal melekat sempurna di wajahnya. Fasya terlihat cantik dengan riasan yang cocok di wajahnya.
Setelah selesai, dia mulai memasukkan beberapa barang yang sekiranya ia butuhkan ke dalam tas bahunya. Fasya mengambil laptop dan bergegas keluar dari kamar. Hari ini adalah hari pertamanya magang, oleh karena itu dia tidak boleh terlambat.
"Selamat pagi, Mbak?" sapa Bibi Sari saat Fasya mulai memasuki area meja makan.
"Pagi, Bik." Fasya tersenyum dan memilih untuk duduk di kursi paling ujung.
Matanya sesekali melirik pada pria yang tengah sarapan dengan tenang. Setelan kemeja yang rapi telah melekat di tubuh Adnan, menandakan jika pria itu akan berangkat bekerja.
"Mau sarapan roti atau nasi, Mbak?" tanya Bibi Sari.
"Hm...," Fasya tampak berpikir, "Nasi aja, Bik."
Fasya terkejut saat Bibi Sari mulai mengambilkan sarapan untuknya. Dengan cepat Fasya mencegahnya.
"Biar saya sendiri, Bik. Terima kasih."
Semua perubahan yang ada di hidup Fasya terjadi secara tiba-tiba. Tidak ada lagi wajah kakek dan neneknya di pagi hari, melainkan wajah Adnan pria yang ia benci. Tidak ada lagi yang memberikan ciuman di kening seperti kakek dan neneknya, yang ada hanya sapaan dari Bibi Sari. Kemudian yang terakhir adalah Fasya harus terbiasa dengan kemewahan yang ada di rumah ini. Selama ini dia hidup sederhana tetapi berkecukupan. Oleh karena itu Fasya sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan Bibi Sari.
"Saya berangkat dulu, Bik," ucap Adnan tiba-tiba dan berlalu pergi.
"Iya, Pak. Hati-hati."
Fasya mencibir dan memakan nasinya kesal. Pria itu hanya pamit pada Bibi Sari padahal ada dirinya juga di sini. Sepertinya Adnan memang tidak mau menganggap pernikahan ini ada. Semua hanya formalitas belaka. Jika begitu, Fasya akan melakukan hal yang sama. Toh ini lebih baik karena sampai detik ini dia juga belum bisa menerima keberadaan Adnan.
"Mbak Fasya mau berangkat kuliah?"
Fasya menggeleng dengan mulut yang penuh, "Enggak, Bik. Lagi libur semester. Ini saya mau berangkat magang."
"Wah, berapa lama, Mbak?"
"Cuma dua bulan, Bik."
"Semangat ya, Mbak. Belajar yang pinter. Semoga nanti seniornya pada baik-baik."
"Aamiin.. makasih, Bik. Omong-omong nasi gorengnya enak banget. Nanti saya minta resepnya ya?"
"Siap, Mbak. Nanti saya kasih, sekarang habisin dulu makanannya biar nggak telat."
Fasya mengangguk dan memakan sarapannya dengan lahap. Dia memang lapar karena melewatkan makan malam. Dia kelelahan setelah menata barangnya sehingga jatuh tertidur. Setidaknya dia tidak tidur telat semalam yang bisa saja membuatnya kesiangan.
"Saya berangkat dulu ya, Bik."
"Iya, Mbak. Hati-hati."
***
Fasya menatap gedung perusahaan di hadapannya dengan jantung yang berdebar. Jika boleh dia ingin berlari menjauh karena belum siap bertemu dengan orang baru. Namun dia tidak bisa melakukannya. Magang adalah salah satu kegiatan kampus yang harus ia lakukan. Beruntung jika dia tidak hanya sendiri di sini. Ada sahabatnya, Dinar yang juga magang di tempat ini. Beruntung akhirnya mereka bisa belajar di perusahaan yang sama.
"Woi! Ngelamunin apa lo?" Dinar datang dan mengejutkan Fasya.
"Kaget, bego!"
"Pucet banget wajah lo? Panik ya?" Dinar mengejek Fasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Sah (SELESAI)
RomanceHidup Fasya mendadak berubah hanya dalam waktu 24 jam. Semua terjadi karena kesehatan kakeknya yang menurun. Dengan berharap akan kesembuhan kakeknya, Fasya terpaksa harus menikah hari itu juga dengan pria yang baru ia temui. Harapan akan masa depa...