03. If We're Being Honest

47 10 0
                                    

Kata jujur memiliki beberapa arti, salah satunya keterusterangan. Meski terbilang sederhana, jujur memiliki pengaruh besar disetiap kehidupan manusia. Disisi lain jujur bukan perkara yang mudah, hal ini tergantung paham masing-masing setiap manusia. Berkomitmen pada kejujuran tidak akan merugikan siapapun, justru membangun kepercayaan dan menghilangkan kesalahpahaman antar sesama.

Kadang ragu untuk menyatakan kejujuran juga sering terjadi, akibatnya adalah penyesalan tiada akhir. 

Ditemani matcha latte dan satu laptop, Anin duduk sendiri di meja sebuah cafe. Microsoft word tengah menjadi fokusnya, ditemani lagu-lagu favorit. If We're Being Honest dari Novo Amor menjadi salah satu lagu yang memasuki list favorit.

Hari ini adalah weekend pertama bagi Anin setelah kembali bersekolah. Menongkrong disebuah cafe kemudian membuka laptop dan mengerjakan sesuatu, hal tersebut pertama kali ia lakukan dalam hidupnya. Jika bisa memilih, dia akan memilih rumah tentunya untuk mengerjakan sesuatu. Namun kali ini Madya akan datang untuk mengerjakan tugas bersama, jika dikerjakan di rumah Anin, jarak yang akan Madya tempuh sangat jauh, begitupun sebaliknya. Jadi mereka memilih bertemu ditempat yang tidak terlalu jauh dari rumah masing-masing.

Sepuluh menit dari minuman dan makanan ringan yang Anin pesan datang, Madya belum kunjung terlihat batang hidungnya. Dia membuka ponsel untuk menghubungi temannya itu, dan ternyata banyak pesan masuk dari Madya. Isi pesan tersebut penuh dengan maaf karena akan datang terlambat.

Namun tiba-tiba ada tangan yang mengetuk meja dihadapan Anin--

"Sendiri?"

Anin menangkap gerak bibir itu, ia tidak mendengar suara karena telinganya masih disumpal dengan earphone.

"Iya, sendiri." Dia membuka earphone tersebut.

"Boleh duduk di sini?"

Anin hanya mengangguk, canggung rasanya.

"Cie maba.." nada bicaranya meledek.

Anin menatap sinis, "Iya donggg." air muka berubah seketika.

"Lo apa kabar?"

"Baik, kakak?"

Dia tersnyum, "Baik."

"Kok pulang? Libur emang?"

"Ini kan weekend An.."

"Oh iya.. lupa."

Dia terkekeh kecil, lupa dengan hari seperti sudah mendarah daging.

"Btw, udah berapa hari masuk kuliah? Satu minggu ada?"

"A--da.."

"Udah punya temen?"

"Gitu amat nanya nya!"

"Gitu gimana? Gue mau tau, secara kan lo susah banget adaptasi sama tempat baru."

"Ya iya si, ini gue lagi nunggu temen."

Dia celingukan, "Kayaknya lo udah lama di sini, curiga temen lo bohong terus gak dateng." Dia terkekeh dan merasa puas telah meledek gadis di hadapannya.

"Lo kata gue pulang deh, ngeselin banget jadi manusia." Anin mulai kesal.

Dia berusaha menghentikan tawanya, "Iya maaf, gue temenin sampe temen lo datang ya?"

"Terserah."

Anin kembali fokus pada laptopnya, sebagian konsep buyar gara-gara kedatangan Athalla yang menyebalkan siang ini. Dia paham, hal itu Athalla lakukan untuk menimalisir kecanggungan, namun tetap saja menyebalkan.

Dan hal menyebalkan selanjutnya adalah, Athalla tidak henti menatapnya yang berusaha fokus pada tugas.

"Liatin apa si?" Anin bertanya sambil terus fokus pada ketikannya.

BE MY RAIN | SequelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang