13. Cap Cip Cup

33 11 0
                                    

"That was funny right?" Mahen melirik ke arah Anin dengan sedikit terkekeh.

"Apa yang lucu?"

"Your father, he's very unique."

Senyum itu melengkung indah di bibirnya, lampu komplek dengan bulan sepotong membuat bola matanya berbinar. Berjalan kaki dengan hanya menggunakan sandal jepit dan kaos, laki-laki itu terlihat sangat nyaman dengan hal baru.

"Lo kenapa bahagia banget?"

"Ini suasana baru, gue suka. Nyaman, gak sepi."

"Di sana, lo tinggal sendiri?" pertanyaan itu mendapat anggukan pelan.

"Sebab itu gue suka suasana rumah lo."

Anin mengangguk paham, setelah sebelumnya pernah berkunjung ke rumah Mahen. Memang tidak terlihat ada kehidupan lain selain anak itu.

Mereka kini tengah berjalan-jalan keliling komplek Anin, tidak ada yang istimewa memang. Hanya mencari udara segar.

"Sorry ya An.."

"Kenapa?"

"Gue datang tiba-tiba."

"Santai aja kali. "

Mahen merasa lega dengan jawaban tersebut.

"Tapi besok lagi kalo mau ke rumah lebih baik ngasih kabar dulu, nanti lo jauh-jauh ke sini gak ada orang." Sambung Anin.

Laki-laki itu mengangguk. "Btw, ada orang di dalem?"

"Ya ada aja si, tapi semua orang di rumah gue sering kelu—"

Kalimat itu terhenti, Anin merasa apa yang Mahen tanyakan bukan keadaan rumah berbentuk bangunan. Dan yang dia lihat sekarang adalah, tatapan laki-laki itu berubah teduh.

Ahh Anin sering menyaksikan hal seperti ini, dia tidak ingin terlalu percaya diri—namun setelah melewati Aidan dan Athalla, dia sedikit demi sedikit mulai paham. Namun kembali lagi, setiap orang memiliki kepribadian berbeda, dia harus berusaha sewajar mungkin.

Lama mereka saling menatap, sampai tiba-tiba Mahen mengedipkan matanya berkali-kali—dia seperti berusaha tersadar.

"Ah sorry, I don't know what I'm doing." Dia tertawa canggung. "Mending kita pulang aja ya? Besok kelas pagi kan?"

Anin mengangguk, "Gue besok harus pulang cepet lagi setelah kelas."

"Kenapa?"

"Ketemu Sarah lagi."

"Ada acara penting?"

"Gatau, gak jelas anaknya."

"Ahh.." itu terdengar seperti nada kehilangan kesempatan.

"Kenapa? Lo mau ajak gue ke suatu tempat?"

Mahen menatap terkejut, "How do you know? Ah I mean—"

Anin terkekeh, "Gampang banget nebak lo ya.."

Laki-laki itu menggaruk kepalanya, "I can't hide something.."

"Haha gapapa, nanti kalo sama Sarah selesai gue kabarin."

"Enggak, nanti lo cape. Lain kali aja, masih banyak waktu."

"Bener nihh?"

"Be—bener."

"Yaudah lain kali aja.."

.

Berjalan dengan beberapa barang ditangan titipan Sarah, gerbang rumah itu sudah mulai terlihat. Anin masih tidak mengerti acara apa yang akan di adakan, dari banyaknya belanjaan seperti akan melaksanakan khitanan. Tapi jika dipikirkan kembali, Sarah tidak mempunyai adik laki-laki.

BE MY RAIN | SequelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang