5. Si Aktif

41 18 3
                                    

Selain gak suka matematika, Davira juga gak suka olahraga. Alasannya ya karena ia merasa lemah di dua mata pelajaran tersebut. Davira gak suka hitung-hitungan sebagaimana ia gak suka lari-larian, apalagi kalau sudah ketemu praktik dan penilaian yang ribet dan susahnya minta ampun, udahlah Davira ingin menghilang saja!

Sebagaimana pertemuan-pertemuan di jam olahraga yang sudah-sudah, hari inipun Davira mager parah. Tapi kabar baik ternyata dibawa oleh ketua kelasnya tepat sebelum jam olahraga menyapa. Windy bilang, Pak Rofiq—guru olahraga di kelas mereka—berhalangan hadir karena istrinya melahirkan. Demi apapun Davira ingin sujud syukur mendengarnya, sebab jika guru tersebut gak hadir, gak bakal ada guru pengganti dan artinya jam pelajaran olahraga hari ini kosong. Alias jamkos! Harta Karun ketiga setelah bel pulang dan jam istirahat, kalau kata Davira.

Tapi, meskipun begitu, anak-anak kelasnya Davira gak lantas berdiam diri di dalam kelas atau bebas berkeliaran ke kantin. Pak Rofiq meninggalkan pesan agar mereka tetap datang ke sport center dan melakukan olahraga yang mereka mau secara mandiri. Jadilah mereka semua mengisi tempat itu dengan para murid cowok yang sibuk menunaikan pesan Pak Rofiq sementara murid cewek sibuk nongkrong cantik—beberapa ada yang cekrek-cekrek estetik.

Di antara beberapa cabang olahraga yang bisa dipilih, para murid cowok memutuskan untuk main bulu tangkis. Dan dalam sekejap saja mereka sudah berpasang-pasangan dan bermain brutal selayaknya atlet profesional. Smash sana-sini, sengaja mengarahkan kok ke kanan-kiri supaya si lawan berlari, sampai menunjukkan kebolehannya melakukan smash sambil lompat tinggi.

Di samping segala hiruk-pikuk itu, Davira masih menyempatkan diri untuk bertukar pesan dengan Jay. Davira mengabarkan bahwa hari ini ia terbebas dari jam olahraga, sementara Jay melaporkan bahwa ia sedang bersiap untuk menjelajah kampus bersama teman-temannya. Udah gitu aja, gak ada lebihnya. Mereka memang jarang berulah kalau siang begini, tapi kalau malam jangan ditanya lagi.

"Lo gak pengen main, Dav?" tanya Inka tiba-tiba ketika Davira menutup aplikasi WA di HP-nya.

"Gak ah, males. Lo pengen main?"

Inka mengangguk sok gemes, "Ayo, dong.. Gue harus main sama siapa kalau Lo gak mau?" rengeknya.

"Gak mau gue. Kuker amat udah jamkos malah gak bersyukur," Davira membuka permainan Zombie Tsunami, sementara Inka hanya melengos mendengar jawaban sahabatnya.

Namun tepat saat itu juga Windy datang, "Ayo main sama gue, Ka," ajaknya.

"Oh, ayo, ayo!" Inka antusias, namun masih sempat konfirmasi kepada Davira, "Lo gapapa nih gue tinggal, Dav?"

Davira mengangguk, "Gapapa, mau main zombie aja gue."

"Yeuu... Dasar!"

"Udahlah sama-sama lari juga."

"Yaudah.. Ayo, Win," final Inka lalu kedua gadis itu mulai berjalan ke arah lapangan dengan niat meminjam raket dan kok agar mereka bisa main juga.

Tapi ternyata gak semulus itu! Haris yang sedang bermain bersama Girang tiba-tiba saja dengan kerennya menangkap kok yang mengarah padanya menggunakan tangan lalu memalangkan raketnya tepat di hadapan Windy dan Inka.

"Mau ngapain Lo?" tembanknya remeh dan terlihat menyebalkan—khusunya di mata Windy.

Windy merotasikan bola mata, "Renang! Ngasih pertanyaan yang berbobot dikit bisa ngga, sih?" tanyanya langsung sewot, sebagaimana sehari-hari ia gak pernah akur dengan Haris.

"Tck, gue tuh cuma gak yakin kalau niat Lo ke sini buat main."

"Ngapa?" Windy mendongak, "Ngeremehin nih maksudnya?"

GIRANG | Park JeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang