8. Kelewatan

44 20 2
                                    

"Tangan Lo beneran dingin."

Hening sejenak. Sejujurnya Girang gak menduga bahwa dirinya bakal diserang balik begini, tapi ia positif thinking. Davira pasti cuma berkata jujur saja.

"Oh?" Girang menyatukan tangannya sendiri, "Iya, deng. Tapi kalau pagi emang gini, sih. Abis tabrak lari sama angin."

"Dav!" suara Inka terdengar tiba-tiba, ia berlari mendekat, "Eh? Disuruh nanam satu doang, Rang?" tanyanya ketika melihat Girang dan satu bibit pohon pucuk merah di dekatnya.

Girang mengangguk, "Iya."

"Kenapa, Ka?" tanya Davira.

"Ikut gue," Inka menggandeng tangan Davira. "Pinjam Davira bentar, ya, Rang?" pamitnya lantas tertawa usil.

"Apa, sih?" protes Davira gak suka pada kalimat terakhir Inka.

Mereka berhenti di dekat papan tulis, Inka sedikit berbisik, "Kak Jay ngechat lagi, dia nyuruh gue ngasih tahu Lo kalau hari ini dia agak sibuk bantuin temennya yang baru sampek di kos. Gue harus bales apa?"

"Oh?!" Davira agak kaget karena Jay membalas di HP Inka lagi, tapi ya sudah, ia mau berpositif thinking saja. "Bilang aja semangat, terus nanti kalau udah selesai suruh ngabarin gue," katanya disusul senyum kecil.

Inka mengangkat sebelah alis, "Gitu doang?"

"Sama I love you, heheh."

"Dih?"

"Nggak-nggak... Bercanda.. tapi kalau Lo mau nambahin ya gapapa, sih," Davira tertawa.

"Gais, ada yang bawa minyak angin?" Girang muncul di depan pintu dengan wajah sedikit panik, menyita perhatian banyak orang termasuk Davira dan Inka.

"Buat apa, Rang?" Windy yang sedang menyapu bangku depan menanggapi.

"Gue barusan disengat lebah."

"Hah?! Seriusan? Di mana?"

"Di depan, di kening sini," Girang menunjuk bagian tengah keningnya.

"Wah, makin ganteng dong nanti?" timpal Haris lantas tertawa. Dan disusul suara tawa beberapa anak cowok yang lain.

"Huss!" Windy memelototi Haris lalu beralih ke teman sekelasnya, "Ada yang bawa minyak angin, nggak, guys?"

"Nggak ada," sahut beberapa anak.

"Di UKS ada nggak, ya?"

"Di UKS harus minta kunci dulu nggak, sih?" Davira menyahut, "Pakai bunga aja."

"Oh iya, bener! Pakai bunga bisa," Windy berseru setuju.

Davira langsung berlari keluar dari kelas, merampas segenggam mahkota bunga mawar di taman mini lalu menghampiri Girang yang masih berjalan sampai di teras.

"Sebelah mana, Rang? Nunduk dikit, dong!"

"Biar gue sendiri aja, Dav," Girang mencoba merebut bunga di tangan Davira.

"Apanya?" Davira menyembunyikan tangannya, "Tangan Lo kotor begitu mau bedakan tanah?"

Akhirnya Girang menurut, ia berdiri dengan sedikit melebarkan kaki agar tangan Davira bisa mencapai keningnya. Davira langsung menggosokkan kelopak bunga itu pada kening Girang, tapi kepala Girang jadi mundur-mundur, makanya tangan Davira yang satunya refleks saja menahan bagian belakang kepala Girang. Girang agak terkejut, tapi ia berusaha tenang dan diam saja.

"Ini gue nggak akan kesurupan, kan?" ucap Girang mencoba bercanda, ia gak mau suasana menjadi aneh kalau mereka diam saja.

"Ngadi-ngadi! Ini biar sengatnya hilang."

GIRANG | Park JeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang