20. Syal

40 8 0
                                    

Ketika Girang kembali ke ruangan Nenek dengan sebuah keresek yang dipenuhi makanan dan minuman——yang kebanyakan rasa cokelat, Davira sudah mulai merajut syal dengan telaten. Dia terlihat tekun, dan Nenek lebih memilih untuk memperhatikan saja di sampingnya tanpa mengedipkan mata. Mereka sudah sepakat untuk bersikap biasa saja, seolah gak ada apa-apa sebelumnya.

Seharian itu Davira terus disibukkan dengan kegiatan merajutnya. Kalau ada yang membuatnya berhenti, itu hanyalah makan dan mandi. Di luar dua kegiatan tersebut, yang Davira lakukan hanya merajut dan terus merajut. Dia baru berhenti pada pukul satu dini hari ketika menyadari bahwa benang wol yang ada di depannya tersisa satu gulung. Barulah pada saat itu dia memasang stitch marker dan pergi tidur.

Besoknya, Davira membawa garapannya itu ke sekolah. Jam pertama untuk hari Rabu adalah olahraga, dan sebagaimana Rabu minggu lalu, hari ini pun Pak Rofiq gak bisa mengisi jam pelajaran di kelasnya Davira. Dan masih seperti minggu kemarin juga, anak kelasnya Davira melakukan olahraga mandiri di Sport Center, bedanya kali ini para murid cowok memilih untuk bermain basket.

Davira dan beberapa siswi lain duduk-duduk saja di bangku penonton. Ketika Davira mengeluarkan syalnya dari kantong plastik, Inka langsung tersita perhatiannya.

Sahabat Davira itu langsung menyimpan HP-nya di kantong celana karena penasaran dengan kesibukan Davira. "Apaan, tuh?" tanya Inka.

Davira bersiap menyambung rajutan yang dia tandai semalam, "Syal."

Inka heran dan menatap Davira dengan alis nyaris menyatu, "Ngapain Lo bawa-bawa syal gini ke sekolah?"

"Ini punya Neneknya Girang."

"WHAT???"

"Kebiasaan! Gak usah lebay bisa, gak, sih?" protes Davira karena——jujur saja——telinganya terasa sakit akibat teriakan Inka barusan.

"Tapi aneh, gak, sih? Ngapain Lo bawa-bawa syal neneknya Girang?"

Davira menunda aktivitasnya, "Sebenernya Nenek punya dua syal, satu punya Nenek, satu punya Kakek. Tapi yang punya Kakek itu hilang, makanya Nenek minta tolong ke gue buat bikinin yang baru."

"Wow... Kode keras banget, sih, ini."

"Kode keras apa?"

"Nenek ngasih lampu ijo buat Lo sama Girang."

"Halah, ngelantur." Davira boleh berkata demikian. Tapi sebenarnya di dalam hati, dia juga kepikiran. Apalagi kemarin Nenek bercerita dan berpesan seperti itu. Mana Davira mengiyakan.

Sebenarnya seharian kemarin Davira sudah gak begitu ingat dengan keputusannya untuk setuju pada ucapan Nenek. Tapi gara-gara Inka barusan, dia jadi kepikiran lagi. Jujur, Davira jadi overthinking parah, takut Nenek kenapa-napa. Dan untuk menjaga Girang, sampai detik ini pun Davira belum yakin kalau dia bisa melakukannya.

Di tengah penuhnya pikiran Davira, suara Inka terdengar lagi di telinganya, "Tapi gue bangga banget sama Lo, Dav."

"Apaan?" tanya Davira tanpa sedikit pun menoleh, dia sudah mulai berfokus lagi pada rajutannya.

"Gue cuma mancing Lo dengan nunjukin kalau Girang makin ganteng. Eh Lo malah PDKT-an secara mandiri." Inka terkikik geli setelah itu

"Ngawur, anjir!"

"Gapapa kali, Dav. Lampu ijo udah di mana-mana ini. Lagian hubungan Lo sama Kak Jay tetep gak ada kejelasan, kan? Udahlah sama Girang aja."

Davira tetap cuek, "Gak usah ngatur-ngatur." Meski begitu, lagi-lagi dia kepikiran. Perkataan Inka ada benarnya, dia masih merasa bahwa hubungannya dengan Jay itu menggantung, putus atau terus, gak ada yang tahu. Dan kapan Jay mau berbicara lagi dengan Davira, dia juga gak tahu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GIRANG | Park JeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang