part 6

630 62 3
                                    

Bismillah

"Ibuku Ternyata Hantu"

#part 6

#FIKSI

#by:Ratna Dewi Lestari.

Pagi yang sepi tanpa Ibu. Semenjak kami tahu Ibu sudah meninggal, tak ada lagi sosok Ibu yang memasak di dapur sebelum subuh. Aku menjadi lesu. Walaupun kutahu Ibu ternyata hantu, tetapi tak sedikitpun membuatku takut. Aku malah rindu. Rindu melihat sosok Ibu.

Kini aku berdiri di jendela dapur, memandang pepohonan singkong dan kebun mawar kecil kesayangan Ibu. Aroma mawar terkadang menggoda indra penciumanku. Terbang di bawa angin semilir ke arahku. Kuhirup wangi pagi sekuat yang aku bisa. Ku lepas dengan hati tertekan. Sedih, pilu menelusup relung hatiku.

"Ibu ... di mana Engkau Ibu? aku rindu!" bisikku lirih.

Angin dingin menyentuh pipiku. Entah kenapa rasa sejuknya menentramkan jiwaku. Seperti sentuhan halus tangan Ibu. Apakah ini memang Ibu? kupejamkan mata dan kurasakan lebih jauh. Hingga ku terhanyut.

Ku buka mata. Ada Ibu di sana dengan senyuman indah menatap sendu ke arahku. Wajahnya pucat tapi kutahu ia penuh dengan cinta.

Ia melambai mengajakku mendekat. Ku bawa kaki ini melangkah. Aku ingin segera dekat dengannya. Ia tersenyum dan memelukku erat. Aku balas memeluknya dengan air mata yang berderai. Sesak. Aku tahu tak bisa jauh dari Ibu.

Kubenamkan wajahku di dadanya. Menangis sejadi-jadinya. Aroma Ibu begitu wangi. Wangi melati yang menenangkan hati. Ibu menyentuh daguku dan melihat sendu ke mataku.

"Kamu kuat, Sayang! kamu anak yang kuat dan kakak yang hebat!" ucap Ibu. Ia menyunggingkan senyum semanis mungkin untukku.

"Tidak, Bu! Widya tak bisa tanpa Ibu! Widya takut!" aku menangis tersedu.

"Maafkan Ibu, Ibu tak mampu menjagamu dan Adik-adikmu lebih lama. Ibu mau! tapi takdir yang tidak mengizinkan!" Ibu lalu mengecup keningku. Aku semakin erat memeluknya.

Ibu melepaskan pelukannya. Ia kembali tersenyum. Asap putih membalut tubuhnya dan terbang membumbung ke angkasa. Hilang dalam sekejab.

"Ibu ...." teriakku.

"Ibu-- Ibu!"

"Wid--Widya!"

Kurasakan seseorang menepuk pipiku kasar. Membuatku tersadar dan mendongak ke atas.

"A--Ayah?" ucapku dengan tangan gemetar.

"Kamu kenapa di sini Wid? duduk sendirian di dapur. Adik-adikmu sudah nungguin kamu buat sarapan. Malah bengong," seloroh Ayah menatapku tajam.

"Ta--tadi ada Ibu, Yah!" jawabku pelan. Ayah terdiam sejenak.

"Sudah, jangan bicara tentang Ibu terus. Kasihan Adik-adikmu Wid!" Ayah membalikkan badan dan melangkah meninggalkan aku yang masih terpaku.

*

Tahlilan hari ke dua tak ada seorang pun datang kerumah. Sepertinya semua orang masih trauma dengan kejadian kemarin malam. Ya, sangat wajar. Karena sosok Ibu memang sangat mengerikan malam itu.

Hanya Ayah, Aku, Dito, Dinda dan Nina di ruang tamu duduk melingkar sembari membaca doa untuk ketenangan arwah Ibu.

Lantunan doa terdengar sangat merdu keluar dari bibir Ayah yang bergetar. Mungkin menahan sedih yang mendalam.

~Sunyi sepi~

~Tiada tempat untuk kembali~

~Aku di sini menanti~

Ibuku ternyata hantu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang