03

7 3 0
                                    

[AKAN ADA PEMAIN YANG SUDAHKU JELASKAN DI CERITA PENYESALAN DI LAPAK SEBELAH JADI KALAU MAU SEMUANYA NYAMBUNG, AKAN LEBIH BAIK MEMBACA PENYESALAN TERLEBIH DAHULU.
⚠WARNING MUNGKIN AKAN ADA ADEGAN SENSITIF,, JIKA KALIAN MEMILIKI TRAUMA ATAU PHOBIA SEBAIKNYA LANGSUNG KEAKHIR CHAPTER INI SAJA⚠]

~Bagi sebagian laki-laki di dunia ini mempunyai pemikiran, lebih baik merusak wanita lain daripada merusak wanita yang sangat dia sayangi.~

Naila tidak perduli dengan bahaya yang mengintai dan memangsanya kapan saja, tepat saat jarum jam menunjukkan empat lingkaran yang sempurna, Naila tanpa pikir panjang langsung keluar dari rumah seorang diri dengan sweater kebesaran hitam yang melindungi tubuhnya hampir lutut yang di padukan dengan celana hotpeans yang tenggelam karna sweater yang perempuan itu kenakkan di tambah dengan sepatu putih yang melindungi telapak kakinya hingga mata kaki. Naila berlari terus berlari menembus dinginnya malam yang udaranya mampu menusuk kulit putih nan mulus miliknya. Hingga sampai di taman yang remang akan pencahayaan yang hanya mengandalkan lampu jalanan juga sinar rembulan, Naila menemukannya, Reno dengan menyeramkannya duduk seorang diri di kursi taman yang sudah di sediakan. Dengan Nafas yang tidak teratur itu Naila paksakan untuk berlari kearah Reno lagi.

"Ren." Pemuda itu mendongak saat Naila sudah berdiri di hadapannya, seseorang dengan atma Reno Khuangsyah itu menarik tubuh Naila untuk dia dekap dengan hangat. "Lo kenapa? Lo mabuk?" Naila dapat mencium parfum wanita dari ceruk leher Reno yang berada tepat di samping wajahnya.

"Kenapa yaa Nai. Kenapa semua orang nggak pernah dengerin apa yang gue omongin, bahkan orang yang katanya paling sayang samaa gue juga nggak pernah percaya sama apa yang mulut gue omongin."

"Lo coba aja ke dukun, kali aja lo butuh pelet buat bikin semua orang percaya samaa lo." Naila terkekeh sendiri dengan apa yang dia katakan.

"Gue pengen banget marah sama lo, tapi kenapa yaa gue nggak pernah bisa?" Reno masih setia memeluk tubuh Naila mencoba mencari kehangatan di dinginnya malam yang sepi.

"Utututu lo lagi dalam mode sad boy yaa? Sini sini gue puk-pukin." Naila membalas pelukkan itu dengan tangan mungil Naila yang menepuk-nepuk pelan punggung Reno yang tengah dalam keadaan rapuh.
"Lo lupa yaa Ren? Lo lupa kalau semesta selalu berkerja dengan sesukanya sendiri? Jangan terlalu berharap sama manusia, karna mereka hanya akan hadir waktu mereka membutuhkan bantuan. Kalau mereka rasa lo nggak bisa kasih bantuan meskipun lo udah kasih saran yang bagus, mereka pasti bakal ninggalin lo. Semua orang punya pemikiran sendiri tentang mana yang harus di tinggalkan dan mana yang harus di pertahankan. Mungkin orang-orang yang nggak percaya sama apa yang lo omongin itu orang-orang yang emang nggak ada niatan buat netap lebih lama di hidup lo.
Udahlahh nggak usah sedih, 'kan lo punya gue."
Naila menguraikan pelukkannya, menarik kedua sudut bibir Reno membuat senyum yang ternyata langsung membuat senyum Reno terbit.

Reno memegang salah satu telapak tangan Naila dan dengan mudahnya mencium pipi perempuan itu. Naila mematung di tempat dengan pipi yang bersemu merah.

"Yaa pipi lo merah!! Lo suka yaa sama gue? Ngaku lo!" Reno mengoda Naila yang ternyata langsung mendapat geplakkan serius dari Naila tapi Reno bisa menghindar yang membuat Naila tambah geram. "Eitss nggak kenaa" Reno ceria tapi Naila yang emosi. Reno berlari kecil saat Naila hendak memukulnya lagi.

"Awas yaa lo Reno! Sini nggak! berani banget yaa lo cium pipi suci gue!" Naila tentu saja mengejar. Dan terjadilah adegan kejar-kejaran mengelilingi taman yang sepi. Di tambah entah sedang berbahagia atau bersedih hujan turun membasahi keduanya, romantis sekali.

Reno berhenti berlari merentangkan kedua tangan dan memeluk Naila yang juga sama merentangkan tangannya meminta di peluk.

"Dingin Nai. Pulang yuk, gue anter."

{2} Pelangi diujung Senja | Huang Renjun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang