Kongpob telah memutuskan, ia akan mengambil les privat di dekat sekolahnya. Yang artinya dia akan lebih jarang bertemu Arthit. Meskipun Arthit paling semangat ketika Kongpob mengatakan jika ia akan mengambil les tersebut.
Remaja itu menghela napas, esok hari ia akan memulai lesnya dan itu artinya ia juga harus mulai fokus belajar. Ayah Kongpob termasuk orang yang ketat dalam hal pendidikan.
"Boleh pacaran, tapi jangan macem-macem! Lebih baik lagi kalo pacaran buat banyakin kegiatan positif, bukan berkegiatan yang bikin positif, paham?"
Nasehat sang ayah tak pernah Kongpob lupakan, ia mengecamkan kalimat itu baik-baik di kepalanya.
"Tapi kak Arthit yang bikin gue semangat banget ambil les dan nurutin apa kata bapak" gumam Kongpob lesu.
Drrtt...
Nama 'kak Arthit' yang tertera di layar ponselnya membuat Kongpob tersenyum cerah "halo, kak Arthit!"
Sementara lelaki manis yang berada di seberang telepon Kongpob tersenyum bingung "lo kenapa deh? Semangat banget kedengerannya"
"Gapapa, kangen aja sama kakak, udah sebulan gak ngobrol"
Di seberang sana, Arthit mulai meletakkan ponselnya di sebelah laptop yang menyala berisikan power point yang tengah ia kerjakan "gue kan sibuk kuliah, abis ospek langsung tugas mulu..."
Kongpob mendengarkan dengan seksama seraya mengerjakan tugas fisikanya yang terasa lebih mudah. Mereka bergantian berbicara terus menerus hingga perbincangan malam itu selesai pukul dua pagi, bersamaan dengan tugas Arthit yang telah selesai dan Kongpob tertidur pulas.
"Kong? Kongpob? Udah tidur, ya? Goodnight"
Beberapa bulan kemudian
"Arthit kelas siang, budhe. Jadi bisa anterin budhe ke pasar" Namtan terkekeh, ibu hamil yang tengah mengandung lima bulan itu merangkul keponakannya "seneng banget lho budhe ditemenin belanja, jadi nggak bingung sendirian, kadang tuh ya budhe bingung kalo sendirian"
Arthit tengah bersama Namtan mengelilingi pasar tradisional yang berjarak tak jauh dari rumahnya, sengaja Arthit ikut dengan bibinya menggantikan nenek karena ia sendiri sedang sangat jenuh dengan kehidupan kuliahnya.
Kemudian, alasan kedua Arthit pergi menemani Namtan adalah karena ingin memperbaiki suasana hatinya yang buruk, Love dan Kongpob sangat sibuk menghadapi ujian kelulusan mereka sehingga sedikit mengabaikan Arthit. Juga ibu Kongpob yang sepertinya sedikit tidak ramah kepada Arthit akhir-akhir ini saat ia berpamitan setelah mengantarkan Kongpob pulang dari sanggar seni.
Oh iya, ngomong-ngomong tentang sanggar, Arthit akhirnya mulai mengajar di sana. Pemuda manis itu mengajarkan beberapa alat musik modern dan bernyanyi kepada anak-anak yang ingin mendalami alat musik modern.
Meskipun Akhirnya Arthit harus membagi waktunya dengan teliti tentang kegiatannya, tetapi ia rasa hanya itu yang bisa di lakukan agar tetap bertemu Kongpob. Minimal satu minggu sekali.
"...ikan lele kayanya enak" gumam Namtan seraya memilah ikan di kios ikan "Arthit, kamu mau ikan apa?" Tanya Namtan, wanita cantik itu menolehkan kepalanya pada keponakannya yang melamun, ia menghela napas, kemudian menyentuh bahu keponakannya "Arthit..."
Si empunya nama tersadar dari lamunannya "iya, budhe? Ada apa?"
Namtan menghela napas lagi dan tersenyum "budhe mau masak lele, kamu mau gak?" Arthit hanya mengangguk, kemudian Namtan bergegas menyelesaikan transaksinya, Arthit dengan sigap mengambil ikan yang telah di bungkus itu, tak membiarkan Namtan membawa belanjaan.
Ibu hamil itu menunjuk warung bakso di dekatnya berdiri "istirahat di sana dulu, yuk? Budhe capek jalan" Arthit hanya menurut saja, keduanya duduk berhadapan menunggu pesanan, Namtan memandangi keponakannya yang murung "kalo mau cerita, budhe siap dengerin" ucapnya.
Arthit menarik napas dalam, ia menatap bibinya "budhe, apa ada yang salah sama hubungan aku sama Kongpob?" Tanyanya murung.
Wanita itu terkesiap, sebenarnya Namtan telah lama ingin membicarakan hal ini dengan keponakannya. Sejak Kongpob naik ke kelas 12 dan Arthit di tingkat dua, Namtan semakin melihat keanehan pada persahabatan keponakannya dengan anak tetangganya itu.
Setiap Kongpob pergi ke rumahnya, Namtan selalu melihat tatapan yang sama seperti tatapannya pada Joss, suaminya. Tatapan Arthit pada Kongpob dan sebaliknya itu begitu berbeda, mereka seperti memuja satu sama lain.
"Eum...Arthit, sebelumnya budhe tanya sama kamu, 'hubungan' yang kamu maksud di sini itu, hubungan yang gimana?" Tanya Namtan hati-hati.
"Baksonya mbak, mas" potong sang penjual bakso mengantarkan pesanan mereka.
Arthit menerima mangkok bakso tersebut dan memandangi kepulan asapnya dengan murung "ya... persahabatan, apa lagi?"
Yang lebih tua menatap lekat keponakannya "kamu suka sama Kong?"
***
Di kediaman keluarga Singto, Krist tengah mendumel tidak jelas di telepon, ia sedang memarahi putra tengahnya itu yang berencana tidak akan pulang ke Jakarta saat liburan semester, itu membuat Krist murka.
"Nak...pulanglahh, bunda kangen banget sama kamu" mohon Krist dari seberang telepon "kalo bunda yang kesana kan gak enak, ada budhe Namtan"
"Gak bisa, bunda... Arthit sib..."
"Gak mau tau! Pokoknya kamu harus pulang liburan Nanti, titik!"
Tuutt
Krist mendengus, ia menatap sendu suaminya yang juga menatap Krist penub tanya, mengabaikan permainan ponselnya yang telah kalah "dek..."
"Gak bisa, mas! Adek gak mau Oon sedih, dia harus bahagia!" Krist masuk kedalam pelukan Singto yang hangat itu "nanti mas urus kepindahan Oon, ya?"
Singto mengusap-usap surai Krist yang mulai timbul sedikit uban dengan wangi khas lama-nya sejak saat mereka bertemu "mas gak janji, semua keputusan itu ada di Oon, biarin dia milih, kita gak ngebudayain buat ngekang anak-anak kita, kan?"
"Tapi mas..."
"Adek percaya sama anak-anak kita, kan?"
Holaaaa! Vee kangen banget sama rakyat Vee di sini! Ayo absen yokkk!❤
By the way, ada yang bisa nebak gak itu si Arthit kenapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kak Oon, I Love You! (KongArt)
RandomRe-publish! "ini kak, air" tawarnya yang langsung disambar Arthit dan langsung diteguknya hingga habis "hahhh...makasih...?" Arthit menanyakan namanya "Kong, nama saya Kongpob kak" ucapnya sambil tersenyum _____________________ "kak Arthit? inget sa...