05-Jalan-jalan?

190 24 13
                                    

Arthit menatap ketiga lelaki di depannya bingung, Kenapa? Kok bisa? Gue disuruh ngapain sebenernya? Mereka kenapa sih?

Alis matanya bertaut, sudut alisnya menukik tajam, khas seorang Arthit yang sedang berpikir keras.

"ayo silahkan dinikmati, saya bikin sendiri, lho!" ibu Kongpob datang dari dalam rumah membawa secangkir teh lagi dan sepiring kue basah, kemudian ikut duduk di sebelah ayah Kongpob.

"eum.. Oon, ini kost punya paman Suthiluck, kamu mau ngekost disini? Lumayan deket dari kampus kamu" Krist akhirnya membuka suara.

Anjir! Ternyata cuma ditanyain soal kost -batin Arthit menghela napas.

"Oon liat-liat dulu boleh?" Arthit meminta izin.

"sek, sama Kong, ya" tahan ayah Kongpob.

***

Arthit baru bisa bergelung nyaman di kasur jam sepuluh malam, tubuhnya amat lelah dan butuh istirahat, jika besok ia tak ada kegiatan yang tak bisa di lewatkan, mungkin ia akan menginap di rumah Kongpob.

Secepat itu?

Entahlah, pasca hubungan Arthit dengan Devan yang kandas dan meninggalkan kesan buruk, Kongpob menjadi satu-satunya teman Arthit berbicara. Dalam waktu yang singkat, Kongpob mampu mengalihkan kesedihan Arthit. Semakin mudah karena Arthit akan menetap di Jogja untuk beberapa tahun.

Arthit sudah sepakat dengan ayah dan bundanya akan mengambil kost di tempat ayah Kongpob setelah satu tahun tinggal di kediaman pakdhe dan budhe ayahnya, nantinya Arthit akan menempati kamar kost yang paling ujung deretan kost, dekat dengan rumah keluarga Kongpob. Singto yang mengatur hal ini, tentu saja hasil diskusi dengan Arthit sendiri. Singto selalu memperhatikan usulan dari anak-anaknya.

Esok harinya, Arthit sudah bersiap untuk pergi ke kampus guna melakukan wawancara dan daftar ulang. Tentu saja ditemani Kongpob, ayah bundanya bersama sepupunya sedang pergi berziarah ke makam nenek buyut Arthit, sebenarnya Arthit ingin ikut tetapi ia bangun kesiangan dan berakhir minta diantar Kongpob dengan motor meminjam milik pakdhenya.

Arthit selesai melakukan urusannya tepat saat jam makan siang, sehingga ia meminta dan mengajak Kongpob mengantarnya pergi makan.

"mie kocok disini terkenal enak banget, kak! Rugi banget kalo ndak nyobain" semangat Kongpob sambil menunggu pesanannya.

Arthit hanya tersenyum memandang Kongpob, entah apa yang dipikirkan Arthit sehingga matanya tak bisa lepas dari wajah Kongpob tersebut.

"monggo mas-mas," seorang pelayan perempuan meletakkan dua mangkok mie kocok di meja Arthit dan Kongpob "oh nggih, dinten niki enten promo khusus kangge pasangan, potongan setengah harga" pelayan tersebut tersenyum seperti menahan sesuatu, sementara Arthit melongo mendengar ucapan si pelayan tersebut.

[translate : silahkan mas-mas; oh iya, hari ini ada promo khusus buat pasangan, potongan setengah harga]

"maaf, saya nggak ngerti..."

"oh, sanes mbak, kula kaleh mase niki sanes pasangan" lagi-lagi Arthit terkesima dengan nada bicara Kongpob yang kelewat halus.

[oh, bukan mbak, saya sama masnya ini bukan pasangan]

Pelayan itu tersenyum kikuk kemudian meminta maaf lalu pergi "dia ngomong apa, Kong?" tanya Arthit setelah itu.

Kongpob tersenyum dan menggeleng "enggak kak, cuma nawarin sesuatu" ujarnya sambil mulai memakan mie nya.

Lagi dan lagi, Arthit merasa ia berbicara terlalu banyak selamaia bersama dengan Kongpob, dan hal yang ia sendiri tidak sadari adalah senyuman Arthit yang lebih sering muncul. Celotehan tak berfaedah terus bersahutan selama mereka menghabiskan makanannya sampai mereka selesai membayar makanannya.

"gue pengen jalan-jalan lagi deh, eh.. atau gak, anterin gue nyari alat tulis, yuk!" ajak Arthit yang diangguki Kongpob.

"di deket sini ada toko alat tulis kak, gak deket juga sih, soalnya lebih deket ke kampus daripada tempat kita makan mie" ucap Kongpob.

"yaudah, berarti kita balik lagi ke rute tadi?" tanya Arthit memastikan.

"iya kak"

Arthit memarkirkan motornya "naik" titah Arthit riang yang dituruti si pemuda Jogja.

Jalanan Jogja siang ini tak terlalu ramai, dan beruntungnya lagi cuaca sedang bisa diajak bekerjasama; Tidak mendung dan tidak terik. Lagi, Arthit tersenyum dengan celotehan receh dari yang lebih muda dua tahun darinya itu, dan helm full face milik pakdhe Arthit membuat senyuman manis si Ruangroj tidak terlihat oleh siapapun.

Tak butuh waktu lama karena Kongpob yang terus berbicara mengalihkan rasa bosan Arthit sehingga mereka telah berada di sebuah gedung yang tidak terlalu besar, mereka sudah berada di toko buku yang berisi alat tulis juga.

"disini ada buku bacaan juga kalo kakak mau pinjem, nanti aku buatin kartu anggotanya, mau?" tawar Kongpob. Arthit mengangguk "boleh, tapi disini ada buku bacaan yang dijual juga, kan?"

"iya kak" setelah itu Kongpob pergi melesat entah kemana, meninggalkan Arthit yang tengah asyik dengan buku latihan soal yang seakan sudah menjadi pacarnya entah sejak kapan.

Hari sudah sore saat kedua pemuda tanggung itu melangkahkan kakinya keluar dari toko buku tersebut. Kata Arthit suasana nya terlalu nyaman hingga ia betah berlama-lama berada disana. Lain kali Arthit akan berencana mengerjakan tugas ditempat itu.

"mau kemana lagi kak?" tanya Kongpob yang energinya seperti tak pernah berkurang, anak itu terlampau riang.

Arthit membenarkan helm pada pemuda yang lebih muda darinya "lo gak capek, apa?" Kongpob menggeleng "tapi gue capek banget, pulang aja ya, Kong?" tawar Arthit lesu, tubuhnya memang sudah hampir mencapai batasnya.

"ya mpun, kita pulang" jawab Kongpob sambil masih tersenyum, kemudian mereka beranjak kembali pulang.

Jalanan saat sore semakin ramai, mungkin jam pulang kerja pikir Arthit sehingga ia tak bisa melajukan motornya secepat tadi.

"eh ada apa tuh rame-rame?" Arthit memelankan laju kuda besinya di dekat kerumunan, terdengar alunan suara alat musik yang Arthit kira itu adalah gamelan atau semacamnya.

"oh, itu sendratari kak, kalo sore emang ada grup dari teater yang pentas disitu, tujuannya buat ngenalin budaya Jogja ke khalayak rame, mereka enggak ngamen kok, ada yang bayar mereka kayaknya" Arthit manggut-manggut mendengarkan penjelasan Kongpob.

"besok masih ada lagi, kan?" tanya Arthit, mereka belum turun dari motor "kalo besok, kita nonton ke teaternya aja kak, lebih jelas nonton disana" saran Kongpob.

"yaudah, besok jam berapa?" tanya Arthit.

"eh?"

Arthit menoleh pada penumpangnya "gak mungkin gue ajak ayah bunda, mereka pasti jadiin gue nyamuk!" dengus Arthit.

Kongpob berpikir sejenak "kak, mending kita dateng lusa aja. Kakak kayaknya dari kemarin belum istirahat" saran Kongpob lagi "kasian badan kakak kecapean"

"iya juga, badan gue juga udah mulai capek, yaudah yuk balik" Arthit kembali melajukan motornya untuk kembali pulang.






tbc, akhirnya lanjut juga


btw aku nulis ini sambil dengerin playlist-nya smash (yang cenat cenut itu sihh kalo gatau kebangetan soalnya mereka bias pertama Vee) sumpah jadinya semua ide ngalir deres, coba kalian baca nya sambil dengerin lagu-lagu smash deh, dijain feel nya nyampe!

Kak Oon, I Love You! (KongArt)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang