14-Sahabat

117 18 3
                                    

Kongpob berhasil di terima di universitas yang sama dengan Arthit, itu artinya mereka bisa semakin dekat. Hal ini yang semakin membuat ibu Kongpob tidak nyaman.

"Bu, Kong pamit ke kampus buat ngurus administrasi"

"Sama siapa, nang? (Nak?)"

"Kaliyan (sama) kak Arthit"

Belum apa-apa, Kongpob sudah tiga kali pergi bersama Arthit dalam satu minggu terakhir, alasannya memang pergi ke kampus, namun Kongpob bisa pergi seharian. Padahal mengurus administrasi paling lama hanya tiga jam jika mengantre.

"Ya wes, hati-hati"

Arthit mengerutkan keningnya heran pada ibu sang sahabat. Wanita paruh baya yang biasanya ramah itu bahkan kini tidak menoleh saat Arthit berpamit kepadanya.

Dan saat Arthit bertanya pada Kongpob, remaja itu hanya mengatakan jika ibunya sedang banyak pikiran sehingga tidak bisa tersenyum ramah.

Arthit melajukan motornya pelan, suasana hening mulai menyapa ketika roda motor Arthit telah menapaki jalan besar. Tidak ada pembicaraan apapun, karena Arthit sendiri mengatakan pada Kongpob jika ia menyukai suasana hening di atas motor yang melaju.

Pernyataan Arthit membuat Love sedikit heran, pasalnya gadis itu tidak pernah di protes Arthit saat berceloteh banyak di atas motor.

"Kalo dari novel-nya mbak Ninda sih ya mas, kalian persis kaya orang pacaran" ujar Love saat itu pada Arthit. Ninda adalah kakak kelas Love yang ikut belajar di sanggar bersama Love.

Arthit tidak memiliki jadwal kuliah hari ini, jadi ia bisa menemani Kongpob berkeliling kampus. Dan kebiasaan mereka sebelum berkeliling jauh adalah makan. Kali ini merereka mendatangi kedai nasi yang menjadi favorit Arthit dan geng-nya.

"Kemaren Love bilang kalo kita kaya orang pacaran, lucu nggak sih? Hahaha!" Kunyahan Kongpob terhenti karena ujaran Arthit mengenai sepupunya. Jantungnya berdegup tidak karuan.

Remaja manis di hadapan Kongpob itu menelan kunyahan selanjutnya "kan gak mungkin banget, orang kita udah sahabatan lama, masa iya kita pacaran? Yang enggak-enggak aja di tuh" lanjut Arthit, Kongpob membatin.

Oh, sahabat, ya?

Kongpob akhirnya ikut tersenyum "gak mungkin juga sih kita pacaran, kan kita sama-sama cowok, tapi aku gak suka cewek, kak" pernyataan terakhir tentu saja tak terdengar Arthit, karena remaja itu sibuk menyeruput teh lemon kesukaannya.

"Oh iya, gue mau pulang ke Jakarta, mau ikut?" Tawar Arthit seraya membayar makanan mereka di kasir, Kongpob berbinar "emang boleh, kak?"

Pemuda Ruangroj itu membuat gestur berpikir "kalo gue nawarin kan berarti boleh ya?" Gumam Arthit membercandai Kongpob.

"Kak Arthit..."

Jakarta

Krist tersenyum getir memandang dua teman lamanya yang berada dalam suasana tegang, teman lama yang menghubungi Singto dan mengatakan jika ia ingin bertemu dengan Krist dan Singto, urusan serius katanya.

Dan urusan itu ternyata tentang Arthit dan Kongpob, persahabatan mereka yang tidak wajar menurut keluarga Kongpob.

"Kayaknya lo salah deh, Arthit kemaren cerita kalo dia masih punya trauma sama hubungan terakhirnya dulu waktu sma" sangkal Singto membela putranya.

Sutthilak menggelengkan kepalanya "mungkin aja anak gue jadi penyembuh trauma anak lo?"

Singto menatap tajam teman lamanya "dengan lo mau rebut kebahagiaan anak-anak kita? It's a fucking happiness!"

"Gue emang respek sama hubungan kalian berdua, tapi gak sama anak gue sendiri, ternyata homo emang penyakit nular"

Singto berdiri dan menarik kerah Suthilak "jaga omongan lo!"

"Singto..." lerai Krist, mereka telah menjadi tontonan gratis di kafe Singto "ayo balik" ajak Krist, Singto akhirnya menurut meskipun raut marah masih terpasang di wajahnya.

Arthit menatap layar laptopnya tidak percaya, mendengar cerita dari sang kakak membuat remaja itu mendadak melemas.

"Jadi gitu ceritanya, gue ngeliat sendiri marahnya ayah, gue lagi jaga kafe hari itu" ujar Natcha khawatir.

Di balik panggilan video itu, Natcha menarik napas dalam "dek...gue rasa emang lo harusnya pulang dulu ke Jakarta, abis ini lo ngobrol sama bunda sama ayah..."

"Gue udah ada rencana pulang, kak" Natcha menghela napas lega "tapi ngajak Kong..."

"I-Oon!" Geram Natcha "please..." netra gadis cantik kakak kembar Arthit itu berubah memelas.

Kemudian adiknya menarik napas dalam "huhh...oke oke, gue pulang, sendiri"

***

"Kong! Sorry gue harus pulang sendiri di rumah lagi ada masalah..." Arthit tidak berhenti berbicara ketika ia menemukan Kongpob yang sedang mengantre makanan di kantin fakultasnya.

Kongpob tahu, bersahabat dekat dengan Arthit lebih dari dua tahun membuat remaja itu sadar kalau kakaknya sedang panik karena berbicara terus menerus tanpa henti "kak Arthit" ujar Kongpob memutus ujaran Arthit "yaa?" Jawab Arthit terengah.

Remaja yang lebih muda itu tersenyum "kakak duduk dulu di sana, pesenanku bentar lagi jadi, kakak belum makan, kan?" Arthit menggeleng kaku, Kongpob lagi-lagi meluluhkannya dengan perlakuan lembut itu.

"O-okey, gue nyari tempat duduk"

Sementara Arthit mencari tempat duduk, Kongpob kembali menunggu pesanan nasi ayam teriyaki-nya, kesukaan dirinya dan Arthit. Tak sampai sepuluh menit, karena memang Kongpob sudah mengantre lama sebelum Arthit datang.

"Ayam teriyaki datang!" Arthit kembali berbinar ketika melihat makanan kesukaannya terhidang di meja kantin "spesial ekstra saus buat kak Arthit!" Makin berbinar saja putra tengah Krist dan Singto itu "ayo makan"

Dan Arthit melupakan sejenak kepanikannya hanya karena satu porsi ayam teriyaki dengan ekstra saus.

Kongpob membiarkan Arthit makan terlebih dahulu karena ia tahu jika perut Arthit kosong, maka remaja manis itu tidak dapat berpikir jernih, semua nampak runyam bagi Arthit.

"Kak, tadi kakak mau bilang apa? Kakak mau pulang sendiri?"

Deg

Arthit berdeham kecil "eum, maaf banget, Kong. Gue punya masalah di Jakarta yang harus banget gue selesaiin setelah uas nanti, dan kayanya gue bakalan ambil cuti panjang karena gue gak tau itu masalah cepet kelar atau engga, iya... begitu" ucap Arthit lesu, namun Kongpob melihat ada sorot kepanikan dari manik sang kakak "jadi...maaf, lo gak bisa ikut balik dulu...ya?"

Apa ini ada hubungannya sama bapak sama ibuk?- Kongpob teringat dengan peringatan sang ayah beberapa waktu lalu tentang jangan terlalu dekat dengan Arthit. Apa bapak tau kalo aku suka kak Arthit?











Selamat pagi!

Kak Oon, I Love You! (KongArt)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang