Indonesia, 3 Maret 2022
Dengan kaki jenjangnya gadis itu berlari melewati koridor rumah sakit, tangannya gemetar nafasnya tak teratur. Wajahnya pucat tapi tetap terlihat baik-baik saja. Saat sampai ditujuan dia berhenti dan memegangi lututnya, ia menatap sekitar, mendapati orang-orang menatapnya tajam.
"Ini semua gara-gara Lo!" Satu tamparan keras mengenai pipi gadis itu, meninggalkan bekas merah dikulit putihnya.
"Lo buat bang jaenan nunggu terlalu lama! Kenapa Lo nggak sadar? Kalau memang Lo nggak suka sama dia harusnya Lo bilang! Kenapa Lo diam aja? Lo nyakitin dia!"
"Sekarang dia kayak gini, kondisinya mengkhawatirkan. Mama nggak berhenti nangis, gue bingung harus apa!"
"Lo penyebab semua ini! Lo harus tanggung jawab!" Zeline mengepalkan tangannya, ia benci. Wajah yang tak pernah ingin ditemuinya, ia membenci pemandangan ini. Dia ingin berteriak, tapi dia tak bisa.
"Gue boleh ketemu jaenan?" Tanyanya dengan nada bergetar.
"Lo nggak bisa nemui dia! Bayar dulu administrasinya!" Gadis tidak tau diri dihadapannya ini benar-benar membuat zeline muak.
Zeline pergi dari sana, langkah kakinya melemah. Dia benar-benar lelah, tubuhnya semakin sulit bergerak, nafasnya semakin berat. Darah keluar dari hidungnya, dia menyembunyikan wajahnya lalu membersihkan darah yang keluar. Matanya tak bisa menangkap objek didepannya, pandangannya buram sekarang.
Tubuh itu hampir jatuh kalau seorang pria tak datang untuk menahannya.
"Zeline....ini gue Tristan....Lo baik-baik aja? Zeline Lo bisa dengar gue kan?...kita ketemu dokter ya?" Zeline tersenyum dan menggeleng pelan, tubuhnya mencoba berdiri tegak menatap sang lawan bicara.
"Gue gapapa, makasih kak"
"Lo mau kemana? Katanya tadi mau ketemu jaenan?"
"Mau bayar administrasi dulu" Tristan mendecak kesal, dia menggandeng tangan zeline menuju meja administrasi.
"Kenapa?" Tanya Tristan pada zeline yang sedang mengisi formulir.
"Apanya?"
"Ck, Lo lakuin ini semua buat apa? Kasih tau dia cerita yang sebenarnya. Kenapa Lo bebanin diri Lo sendiri kayak gini, disaat nyokapnya bodoamat"
Zeline diam lalu memberikan formulir itu pada resepsionis, dia menatap Tristan yang sedang menunggu jawaban darinya. Zeline tersenyum lalu menggandeng tangan Tristan, membawanya pergi dari meja administrasi.
"Lo tau apa alasan gue ngelakuin semua ini, gue pikir alasan itu belum berubah, jadi gue nggak perlu jawab pertanyaan yang sama berulang kali dari Lo"
"Gue heran zel...gue yang nggak ikut ngerasain aja capek, apalagi Lo yang ngejalanin"
"Gue juga capek kok" zeline tersenyum
"Kalo capek istirahat, biar gue yang urus"
"Nggak mau, Lo beberapa bulan lalu baru nikah. Lo punya tanggung jawab selain gue sekarang"
"Gak ada yang beda semuanya bakal tetep sama. Gue akan tetap jadi Tristan untuk lo, kakak sekaligus rekan kerja yang akan selalu ada buat lo"
"Jangan, ntar gue dikira perusak rumah tangga orang"
"Yang ngomong gitu gue pastiin idupnya nggak lama. Shofia udah tau hubungan seperti apa yang gue jalanin sama Lo, orangtua gue juga nggak ngelarang, cuman emang si Yevariel yang mukanya kusut kalau liat gue sama Lo" keduanya tertawa. Tristan melihat zeline, hatinya tersayat ketika melihat wajah itu tertawa lepas, entah kenapa Tristan takut ketika melihat tawa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] The Rainy Night ✔️
FanfictionTentang bagaimana hujan malam membawa takdir perpisahan Zeline dengan tiga tokoh utama kehidupannya. Rahasia yang menyakitkan Sahabat yang direlakan Dan cinta yang tak tersampaikan. Kisah tentang dia yang membawa kebahagiaan untuk banyak orang dan...