06

347 22 31
                                    

Bibir Aleandra tak henti-hentinya menggumamkan kata 'wah'. Baru kali ini melihat sebuah rumah besar—bukan, sepertinya ini sebuah mansion, di luar juga ada beberapa bangunan rumah kecil seperti bangunan kos-kosan.

Ia merasa kecil untuk barang-barang di rumah ini, meskipun aura suramnya yang kental, disisi lain rumah ini begitu klasik dan elegan. Sangat tipe Aleandra sekali.

Aleandra bagai pemulung yang kesasar ke rumah sultan. Bahkan, pakaian pembantu mereka sangat layak dipakai daripada seragam dan sepatunya yang Eum... Sangat lusuh.

Astaga! Aleandra benar-benar terlihat seorang pemulung, hiks.

Nathan  berjalan ke arah lorong yang di setiap dindingnya terpajang foto-foto lama, Aleandra tebak setiap figura foto yang terpajang rapi disini memiliki harga sekitar ratusan juta,terlihat dari batu-batu berkilau berlian kecil disematkan diatasnya. Membuat jiwa liciknya muncul kembali, Ah. Jika ada kesempatan nanti, ia akan mencurinya satu.

"Masuklah." Nathan berucap sambil melenggang ke dalam kamarnya,diikuti Alvizer, James dan Gabriel.

"Jangan sungkan, masuk saja." Ilyas mendorong punggungnya membuat  wajahnya merona. Seumur hidup dirinya tidak pernah bersentuhan langsung dengan laki-laki, kecuali dengan Ayahnya.

.

"Kalian kenapa?." Tanya Olivia seraya menaikan alisnya sebelah, heran sedari tadi dengan kedua temannya yang Grusak-grusuk tak mau diam dari tempat duduknya.

"Kamu saja yang ngasih tau." Ilsa menyenggol lengan Stella sembari melotot.

"Kamu saja!."

Olivia berdecak, kemudian merebut ponsel yang Stella pinjam tadi. Matanya terpaku melihat Nathan menyentuh gadis lain—selain dirinya.

Melihat reaksi Olivia, otak ilsa memproduksi rencana Licik. Ia membisikkan sesuatu hingga membuat Olivia murka.

"Tidak mungkin. Aku dan Nathan akan bertunangan." Ia menampik fakta itu seraya terkekeh.

"Pertunangan mu dua bulan lagi, bagaimana jika kutu buku itu melangkah lebih jauh darimu?,"

"Apalagi, teman-teman kita tahu bahwa Nathan membawa kutu buku itu naik  mobilnya." Lanjut ilsa mengompor- ngompori.

"Bahkan kau saja tidak pernah naik mobil berdua dengannya, Apa itu tidak aneh?,"

"Bagaimana si kutu buku itu dekat dengan Nathan padahal tidak pernah bertemu? Atau si kutu buku itu sudah—" kini Estella tampak tertarik untuk mengompori Olivia.

"Jaga bicara kalian!."

Boom!- batin ilsa sembari mengurai senyuman.

Perlahan kedua tangan Estella memegang kedua pundak Olivia di belakangnya, gadis itu berkata sesuatu hingga membuat Olivia menarik senyumannya.

"Bagaimana jika..,"

"Kita menghabisinya?." Timpal Olivia sembari mengurai senyum, tampaknya otak cantik itu sudah menyusun rencana jahat untuk menghancurkan saingan barunya.

. . .

"Tuan Laskar! ." Teriakan wanita berseragam formal sembari berlari kecil ke sebuah ruangan yang hanya dibatasi sekat kaca transparan.

"Ada apa Elois?." Keningnya mengerut kala melihat sekertaris nya berlari tergopoh-gopoh menghampirinya, bahkan raut  wajahnya terlihat pucat pasi.

"N- Noah tuan.." ujarnya yang masih ngos-ngosan, kemudian ia menyomot air putih yang ada diatas nakas. Lalu meneguknya hingga tandas.

"Ada apa dengan Noah?."

"Seseorang telah mengirim  kepala Noah, dan..."

Brak!

MIDNIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang