Ekstra Part 5

160 9 1
                                    

Rio berusaha menekan kuat emosinya agar tetap bisa sabar. Sabar menghadapi sikap Ify yang entah kenapa sejak dia berangkat kerja hingga sekarang menjadi sangat overprotektif padanya. Oke, Rio mungkin akan berusaha mengerti keadaan Ify yang sedang hamil sehingga emosinya memang tidak stabil sejak kemarin. Tapi, apakah wajar jika setiap jam Ify menanyakannya sedang di mana? Dengan siapa? Lalu meminta Rio harus mengirimkan foto saat itu juga. Ify bahkan tak tanggung-tanggung memanggilnya melalui video guna memastikan jawaban yang Rio berikan.

Dan sore tadi kesabaran Rio mulai terkikis ketika Ify terus menelponnya saat ia sedang rapat penting dengan para pemegang saham. Membuatnya tak bisa fokus hingga rapat terpaksa harus di tunda. Membuat leher Rio merasa tercekik dan kepalanya pening sekali. Bagaimana tidak frustasi jika rapat penting yang proses persiapannya tidak mudah harus gagal hanya karena pikiran negatif istrinya. Istri yang memang sangat ia sayangi itu.

"Kenapa teleponku nggak di angkat?!" Ify bertanya dengan nada marah dan kedua mata basahnya yang tak berhenti mengalir. Rio yang baru saja menutup pintu kamarnya menghela pelan seraya melonggarkan dasinya. Berusaha memupuk lagi kesabarannya untuk menghadapi kemarahan Ify. Rio tidak mau menjadi seperti dulu yang pasti di kuasai ego. Jika Rio mempertahankan egonya seperti dulu, dia akan kehilangan Ify untuk keempat kalinya. Dan Rio tidak mau hal itu terjadi. Karena Rio tahu bagaimana rasanya hidup tanpa Ify. Rio tidak mau masa-masa itu terulang lagi.

"Jawab dulu!" Pekik Ify mendorong dada Rio yang bergerak mendekat untuk memeluknya.

"Kenapa diem aja? Pasti ada yang kamu sembunyiin, kan? Tadi habis ngapain emang?" Tanya Ify mencari jawaban dari keresahannya seharian ini. Wajahnya merah dan air matanya tak berhenti mengalir. Sesekali ia terisak kecil namun berusaha di tahannya.

Rio diam, sengaja tak menunjukkan reaksi dan hanya menatap datar istrinya. Dia tidak tahu letak kesalahannya dimana hingga membuat Ify seperti ini. Maka diam adalah cara Rio untuk mencari tahu. Karena jika Rio langsung menanggapi, hanya emosilah yang akan keluar karena dia belum mengerti keadaan yang sedang terjadi saat ini. Keadaan yang membuat istrinya semarah ini.

"Kenapa diem? Lagi mikirin jawaban yang pas buat bohongin aku? Iya?"

Rio memejamkan matanya sejenak. Demi apapun, seharian Rio bekerja dan selalu menjawab atau membalas pesan Ify. Jadi, kenapa bisa Ify berpikir seperti itu hanya karena sore tadi dia mengabaikan telepon dari istrinya??

"Nganterin sekretaris kamu pulang? Atau kalian lagi jalan berdua? Heh? Jawab Rio jangan diem aja!" Pekik Ify memukul dada Rio dengan kedua tangan mungilnya yang gemetar.

Sekretaris? Rio mengernyit kemudian satu pikiran terlintas dalam benaknya. Kenapa hal itu bisa ia lewatkan. Padahal dia sudah meminta Firman untuk mengurusnya.

"Jadi, Ayu ngomong apa kemarin?" Tanya Rio tenang seraya meraih kedua tangan Ify dari dadanya.

"Siapa Ayu?" Ify balik tanya dengan nada sewot.

Rio tersenyum kecil kemudian menarik paksa tangan Ify hingga membuat istri mungilnya itu berada dalam dekapannya. "Tenang, hon. Aku tahu kamu percaya aku, kan? Dan aku nggak sebodoh itu hancurin kepercayaan kamu."

"Aku tahu. Tapi-" Ify kembali terisak. Dan kali ini lebih tenang karena ada Rio yang memeluknya.

"Apapun yang pikiran buruk kamu tentang aku dari kemarin sampai detik ini, itu nggak ada yang bener. Aku jamin itu." Kata Rio berusaha menenangkan.

"Takuuut...." Isak Ify masih belum bisa menghentikan tangisnya. Rio lantas menggendong tubuh Ify kemudian duduk sofa dengan Ify berada dalam pangkuannya. Keduanya masih dalam posisi saling memeluk.

"Ssst yaudah sekarang coba cerita kemarin dia ngomong apa aja sama kamu waktu aku meeting, hm?"

Ify sedikit kaget lalu mengangkat kepalanya dari bahu Rio. "Kamu tahu ada dia nyamperin aku?"

Mencintaimu (Lagi) SEGERA TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang