Part 7 |

2.7K 248 9
                                    

Semua yang dibawa Evans telah siap dipakai Uzi. Tabung oksigen tepat di samping ranjang dengan nasal cannula terpasang di hidung si kecil. Tangan kiri tertancap infus yang menggantung di tiang infus. Mungkin saat Uzi bangun tangan kirinya akan terasa kebas. Dan terakhir mengecek suhu.

Tit

38.9

Pantas saja raut wajah si mungil terlihat tidak tenang dalam tidurnya. bulir-bulir keringat sebiji jagung nampak jelas di dahi.

"Pa, tolong buka baju Uzi. Evans tolong matikan ac." Titah Esther.

Evans yang belum beranjak dari kamar sedari tadi memperhatikan tindakan dan raut wajah yang ditampilkan sang kakak. Bergegas mengambil remot control ac di nakas, kemudian mematikan sesuai apa yang disuruh.

Elliot sendiri terpaksa merobek baju si kecil yang terhalang selang infus. Tidak apa. Baju si bungsu banyak. Kalau bisa beli lagi pun jadi.

Uzi menggeliat merasa terganggu. Dengan mata tertutup tangisan pun keluar dari bibir plum itu.

Puk puk

Uumm..  menyamankan diri di pelukan Elliot yang menepuk pelan bokong Uzi agar kembali tidur. Kedua alis menukik menahan sakit.

Eshter yang sedari tadi memperhatikan punggung tangan Uzi menghela napas pelan. Darah naik ke selang infus sebab pergerakan Uzi yang sedikit sembrono.

"Kalian kembali ke kamar. Biar Uzi bersama papa."

Mereka mengangguk patuh. menutup pintu sepelan mungkin tanpa menimbulkan suara.

***

Di pagi hari sinar matahari masuk melalui sela-sela gorden jendela. Elliot tidak tidur semalaman menjaga Uzi yang sedikit rewel. Bangun perlahan melangkah ke arah gorden yang dia sibak hingga cahaya hangat matahari masuk seutuhnya melalui jendela balkon. Si kecil tidak terganggu sama sekali malah dia semakin nyaman dalam tidurnya.

"Sayang, bangun nak." Elliot berucap dekat telinga seraya mengusap punggung si kecil.

Bukannya bangun malah semakin tidak mau buka mata. karena tangan besar itu terus mengusap punggung kecilnya yang semakin membuat dirinya nyaman.

"Yang benar saja pah,"

Edgar menggeleng prihatin di ambang pintu. Cara membangunkan adiknya membuat dirinya menggeleng tidak habis pikir.

"Uzi bangun, sudah pagi." Menyingkap poni lalu mencubit pelan pipi bulat itu.

"Ugh...."

Kelopak mata terbuka perlahan menampilkan mata sayu baru bangun. Mengucek pelan mata berniat menjernihkan penglihatan malah di tahan sang kakak.

"Kak Ed, papa." Sapa Uzi masih setengah ngantuk.

Berniat kembali tidur Elliot segara menggendong Uzi. Mencium muka bayinya disegala sisi. Mengganggu si kecil agar tidak tidur lagi.

"Hentikan papa." Tangan kecil itu mendorong muka sang papa agar berhenti menciumnya.

Duda anak 5 itu terkekeh kecil. Edgar yang disampingnya tidak berubah ekspresi, hanya datar. Walau di hati menahan gemas ingin menggigit pipi gembul itu. Berakhir dirinya menggigit pipi dalam sendiri.

"Uzi ada dimana?"

Uzi mengedarkan pandangan menelisik ruang yang dia tempati saat ini.

"Di kamar papa."

Uzi mengangguk. Menunduk melihat tangan kirinya.

"Uzi, merepotkan kalian ya?" Mengangkat tangan kiri memperlihatkan infusan yang masih menempel di punggung tangan. "Belum ada sehari tapi Uzi sudah menyusahkan kalian. Maaf." Uzi menunduk tidak ingin melihat raut wajah papa atau kakak sulungnya.

Above the CloudsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang