Part 13 |

1.8K 176 1
                                    

Seperti yang Esther bilang bahwa akan ada suster yang menemani Uzi di kamar rawat. Terdengar suara tawa dari kedua orang tersebut. Memainkan permainan tradisional, congklak yang dibawa sendiri oleh suster Mirai. Papan congklak yang bisa di lipat memudahkan biji congklak untuk taruh di sana hingga tidak perlu menggunakan wadah lain.

"Uzi jangan curang. Taruh lagi biji nya."

Si kecil merengut, pipi bulat menggembung serta cibiran lirih dari mulut kecilnya karena ketahuan tidak menaruh biji di tempat sebelah di ambil bagiannya.

"Ish sesekali boleh lah sus.."

"Nanti kamu ketagihan."

"Ya suster gak mau ngalah masa menang terus," keluh Uzi tetap menjalankan tangannya. "Uzi kapan menangnya!?"

Suster Mirai tertawa kecil menanggapi ucapan Uzi. "Yaudah mau main yang lain?" Tawarnya.

"Emang suster Mirai punya banyak mainan kaya gini?"

"Tentu saja! Ada monopoli, ular tangga, bola bekel, lompat karet, gangsing, yoyo, atau engklek -karena ubinnya tidak seperti dirumah suster kotak-kotak jadi kita perlu gambar pakai spidol." Menyebutkan satu persatu mainan yang ada di rumahnya.

"Uzi pernah main monopoli sama kakak panti. Uzi mau main itu!" Seru Uzi semangat mendengar berbagai mainan yang di sebutkan suster Mirai.

Mendadak bahu suster lesu dan menghela napas seolah tak berdaya. Menampilkan raut sedih saat menatap Uzi yang berbinar.

"Suster cuma bawa congklak aja hari ini. Semua mainan suster ada dirumah."

"Yahhh," bibir Uzi melengkung kebawah.

"Main engklek aja, mau?"

Anggukan semangat Uzi dengan muka kembali berseri-seri membuat suster Mirai menahan gemas untuk tidak unyel-unyel pipi bulat itu.

Mereka mulai menggambar secara bergantian di mulai dari persegi, persegi panjang bagi dua, dan terakhir setengah lingkaran. Kemudian di nomorkan setiap kotak yang sudah di buat dan mengambil dua biji congklak sebagai acuan sampai mana mereka akan loncat.

"Uzi mau warna yang mana?" Menunjukkan empat warna spidol di tangan.

"Biru."

"Oke, suster warna hijau."

Setelah selesai mewarnai dasar biji congklak dilakukan suit terlebih dahulu siapa yang akan mulai duluan. Suster Mirai mengeluarkan jari telunjuk sedangkan Uzi kelingking.

"Yeay suster pertama ya."

Di lempar biji congklak itu hingga ke kotak angka 6. Meloncat setiap kotak menggunakan satu kaki kecuali persegi panjang. Di ambil biji tersebut dan melanjutkan hingga angka sembilan berbentuk setengah lingkaran. Kemudian di lempar dengan mempertahankan keseimbangan berdiri satu kaki.

"E-eehh?!"

Gedebuk

Si kecil tertawa girang melihat suster Mirai jatuh dan permainan di lanjutkan oleh Uzi. Kamar rawat yang luas terisi suara tawa dari dua manusia beda gender dan umur membuat seseorang yang diam sedari tadi memperhatikan dari luar. Tertawa getir sadar bahwa tidak punya keberanian menunjukkan wujudnya dan berakhir suasana hangat yang di ciptakan oleh mereka sirna karena kedatangannya.

Tepukan tangan di pundaknya membuat remaja tanggung itu menoleh. Mata yang berkaca-kaca membuat dokter muda itu ikut merasakan kesedihan adiknya.

"Tunggu disini."

Setelah mengatakan itu Esther membuka pintu membuat dua orang yang sedang bermain berhenti.

"Dokter!" Berjalan ke arah Esther semangat.

Above the CloudsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang