Part 1 |

8.4K 471 5
                                    

Uzi terbangun diwaktu yang belum ditentukan. Menengok sebentar kearah jam digital dimeja belajarnya.

02.45

Ini masih terlalu pagi untuk melakukan aktivitas bagi seorang pelajar seperti dirinya.

Setelah mengatur napas yang berantakan dia berjalan ke meja belajar. Membuka buka buku fisika. Mencoba mengalihkan agar tidak mengingat kembali mimpi yang selalu menghantuinya.

Entah itu mungkin sepenggal memori yang dia tidak ingat atau apa, Uzi tidak tahu. Uzi di diagnosa amnesia. Dia tidak ingat apapun kecuali namanya. Memorinya mungkin tidak ingat tapi tubuhnya ingat.

Uzi tidak suka gelap dan kotor serta ruang sempit. Uzi tidak bisa melihat ikatan menggunakan kabel ties, dia akan kembali ingat kejadian buruk awal buram. Uzi tidak bisa dibentak. Uzi tidak suka diperlakukan kasar. Bila salah satu itu terjadi tubuhnya akan gemetar ketakutan dan kesulitan bernapas.

Tubuh kecilnya juga memiliki banyak pantangan. Dia alergi makanan laut, kacang-kacangan, dan sinar matahari. Pernapasannya tidak sebaik orang normal. Dia harus siap sedia inhaler tapi dia sudah berhenti pemakaian. Uzi tidak bisa membuat bunda Azami mengeluarkan uang untuk inhaler yang harganya pun tidak murah. Dan terakhir, imun lemah. Uzi tidak boleh kelelahan atau stress atau dia akan berakhir di UGD.

Terkadang dia lelah dengan kesehariannya yang hanya diam dan mengasuh anak panti. Mengajar anak-anak saat weekend. Dia tidak boleh bekerja walau ingin. Bunda Azami dan dua sahabat yang sangat overprotektif itu akan ceramah hingga berbusa pun tidak peduli saat Uzi sekalinya ketahuan bekerja. Dia berterimakasih dengan semua perhatian dan kasih sayang yang mereka berikan. Namun, dia juga kadang merasa terbebani. Semua pergerakan dan apa yang dia lakukan dibatas.

•••

Suara pintu terbuka tidak menggangu si tuan kamar untuk berhenti membaca buku yang di depannya. Hingga usapan lembut dikepala membuat Uzi mendongak. Hal pertama yang dia lihat senyum hangat dan tatapan teduh bunda Azami. Uzi pun membalas senyum kecil.

"Pagi bunda Azami."

"Pagi sayang. Bangun jam berapa tadi?"

Selalu seperti ini. Hal pertama yang bunda Azami tanyakan adalah jam bangun Uzi.

Uzi berdiri lalu memeluk wanita paruh baya itu. Memposisikan telinga tepat dimana jantung bunda Azami berdetak. sungguh tenang mendengarnya.

"Uzi bangun jam 2 pagi menit ke 45, Bunda." Ucap si bayi memberitahu.

Tangan bunda Azami beralih mengelus punggung sempit itu. "Memang Uzi mimpi apa hingga terbangun jam segitu?" Tanya bunda Azami lagi.

Dan yang kedua, menanyakan mimpi dengan maksud menceritakan apa yang terjadi di mimpi tersebut dan apa yang dilakukan setelahnya.

"Uzi mimpi disiksa oleh paman jahat. Paman jahat itu memukul tubuh Uzi pake balok kayu. Terus tubuh Uzi juga ditendang. Pipi Uzi sakit karena di tampar berkali-kali sama paman jahat. Dan paman jahat itu sayat-sayat tubuh Uzi pake pisau kecil. Sakit bunda." Badan Uzi bergetar hebat dipelukan bundan Azami. Tangannya meremat kuat baju yang dipakai ibu panti itu. "Jadi, Uzi alihkan dengan belajar biar tidak ingat terus."

Bunda Azami tersenyum sedih mendengarnya. Tangannya masih mengelus punggung pemuda yang masih bergetar.

"Terimakasih Uzi sudah mau menceritakan ke Bunda Ami."

•••

"Kak Uzi!" Seru anak panti.

Uzi tersenyum seraya melambaikan tangan berjalan menghampiri meja makan untuk sarapan bersama.

"Kak besok kita belajar apa lagi?" Tanya Tomi yang selalu excited ketika weekend tiba.

"Hm... Kemarin kita sudah pengenalan bentuk geometri 2 dimensi, nah besok 3 dimensi -bangun ruang." Kata Uzi sambil mengingat materi Minggu lalu.

Tomi mengangguk semangat sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulut.

Uzi mengajarkan materi dasar saja karena kebanyakan adiknya masih di umur 7 tahun kebawah. Ada yang masih sekolah dasar kelas 4 dan SMP kelas 3. Bila mereka memiliki kesulitan dalam belajar terkadang Uzi membantu menjelaskan secara ringkas namun mudah dipahami.

"Bunda aku berangkat dulu." Ucap Uzi setelah Salim pada Bunda Azami.

"Iya. Vitamin sudah kamu minum Uzi?"

"Sudah bun. Aku juga bawa obat dan inhaler di tas. Bunda tidak perlu khawatir." Jelas Uzi.

Bunda Azami mengangguk. "Baiklah. Hati-hati di jalan."

•••

Dalam perjalanan menuju sekolah beberapa kali Uzi menghentikan laju sepeda untuk rehat sejenak. Di depan gerbang sekolah terlihat Reiki dan Zaidan menunggu kedatangannya seperti biasa.

"Pagi kak." Sapa Uzi ketika sudah di depan mereka dan turun dari sepeda.

"Pagi adik kecil." Sahut Zaidan seraya mengurak surai hitam Uzi gemas.

"Pagi."

Terbiasa dengan sikap Reiki yang pelit kata. Namun, sangat perhatian dan tau apa maksud dari setiap gerak gerik Uzi.

"Kak, hari ini ada ulangan kimia ya?" Tanya Uzi.

Reiki mengambil alih sepeda Uzi lalu menggiring ke parkiran sepeda. Dia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Uzi.

Menghela napas pelan Uzi berkata, "Aku tidak suka kimia."

Zaidan merangkul pundak Uzi yang tingginya hanya sedada.

"Kamu bilang nggak suka tapi nilai 100 mulu." Cibir Zaidan.

Uzi tertawa mendengarnya kemudian, menatap Zaidan yang tinggi menjulang.

"Belajar kak jangan tidur." Timpal si manis.

Uzi masih belum terbiasa menjadi pusat perhatian siswa Cartwright IHS. Kalau bukan karena pesona Reiki yang dingin serta tatapan tajamnya dan Zaidan si tebar pesona namun belum ada pujaan hati.

Beberapa ada yang menyukainya dan beberapa tidak. Walau sudah sering di bilang 'anak haram' tetap saja hati mana yang tidak sakit. Hanya karena dia tinggal panti asuhan banyak opini negatif tentang dirinya.

"Jangan didengarkan."

Uzi mendongak menatap wajah datar Reiki ketika mendengar dia berucap. Setelah itu, mengangguk pelan menatap ke bawah lantai.

Setiba dikelas Uzi berjalan cepat menghampiri meja tempat dia duduk, tepat di samping jendala. Dirinya bisa melihat keluar ketika bosan sambil menikmati angin sepoi-sepoi. Menelungkup kepala di antara kedua tangan yang dilpat. Menatap ke arah luar yang ramai sebab ekskul basket yang sedang berlatih. Para cewe berteriak heboh memberi semangat pada masing-masing idola mereka.

"Kak Rei," panggil Uzi sembari menoleh.

Reiki mengalihkan antensi nya pada ponsel. "Apa?"

"Mau UHT full cream yang 250ml."

Reiki tersenyum kecil. "Iya. Zaidan sedang ke kantin, nanti kak Rei chat."

Uzi mengangguk mengerti. Biasanya Reiki tanpa di minta selalu memberi Uzi susu kotak kesukaannya tiap datang kesekolah atau sedang main. Walau terkadang Uzi minta sendiri seperti tadi bila Reiki lupa. Pemuda datar itu sendiri yang bilang kalau dirinya lupa maka tagih.

Beberapa menit berlalu Zaidan datang dengan susu kotak di genggaman. Mengucapkan terima kasih pada mereka berdua kemudian minum hingga setengah. Bel berbunyi dan pelajaran pertama segera dimulai.

•••

Above the CloudsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang