DHSD 4

9.3K 136 25
                                    

Napasnya naik turun sambil mengepalkan tangan kuat. Sebelah tangan kiri masih membaca kertas berisi tulisan orang gila. Dia benar-benar gila, ini pertama kalinya Aarav menjumpai manusia yang begitu agresif.

Berkali-kali pria itu membersihkan tenggorokan, berdehem, kembali menyugar rambut membaca kalimat demi kalimat.

Kotak kado berisi sempak dan kondom itu ia buka, membuat Aarav menggeleng. Dasar gadis gila!

Bunyi ketukan di pintu membuat Aarav menoleh, dengan cepat meletakkan benda keramat itu di laci.

"Ya."

"Papa, Izzy mau izin, Fraby ulang tahun nanti malam, jadi mau ke sana." Aarav mengangguk.

"Bersama Cheryl nanti perginya," tambah Izzy. Seolah bisa membaca pikiran ayahnya, jika Aarav sedang memikirkan gadis berisik tak punya malu itu.

"Jam berapa?"

"Jam tujuh kayaknya. Pocoyo juga sudah ganti warna mata, semoga Shelo tidak berisik." Senyum Aarav mengembang. Putri sulungnya memang sangat bisa diandalkan olehnya.

"Terima kasih."

Izzy sudah menjadi ibu untuk adik-adiknya, dan terkadang membuat Aarav merasa berdosa menempatkan putri besarnya pada situasi seperti ini. Dipaksa atau tidak Izzy seolah dipaksa untuk menjadi sosok ibu muda, dan masa remajanya seolah tergerus habis.

Saat Izzy keluar dari kamar, Aarav masih merenungi nasib. Merindukan mendiang istri di tiap detak jantungnya. Walau raga tak lagi bersama, pria itu tahu jiwa mereka abadi bersama.

Aarav mengambil ponselnya, dan menelepon seseorang.
_____

Midi dress putih yang terlihat simple dengan rambut diikat setengah, menambah kesan manis pada penampilannya.

Memoles pewarna bibir agar bibir pinknya kelihatan merona. Cheryl memajukan bibir sambil mengedipkan sebelah mata sambil menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh.

Cheryl terus tersenyum senang, dia dan Izzy akan menghadiri pesta ulang tahun temannya.

Dia juga sudah menyiapkan kado, Cheryl tak punya banyak teman, tapi koneksi teman Izzy banyak, jadi dia suka diseret jika Izzy diundang.

Menuruni tangga dengan senyum yang terus menghiasi wajahnya. Cheryl punya adik, bernama Auden.

Auden sedang berada di masa SMA, bahkan punya kekasih, Sandra.

"Mami!" Suara Cheryl yang melengking di penjuru ruangan membuat Delisha menggeleng, kenapa anaknya begitu ajaib.

"Di dapur."

Dengan cepat Cheryl berjalan menuju dapur dan melihat ibunya sedang memasak, kecantikannya tidak memudar walau sebentar lagi usianya setengah abad.

"Mami, bagaimana penampilan aku?" tanya Cheryl sambil memutar tubuhnya.

"Selalu cantik seperti biasa."

"Terima kasih, Mami." Cheryl mendekat dan mencium pipi mulus ibunya. Ayahnya pasti sedang memanjakan anak bungsu mereka, seekor anak bulu bernama Malika yang dirawat seperti anak sendiri, bahkan Malika nyaris membuat Cheryl dicoret dari Kartu Keluarga dan pemegang tahta tertinggi di rumah.

"Malika, anak bungsu. Mami mau pergi kencan dulu. Jaga rumah kita, KK Mami bawa sebelum dicoret."

Kucing berbulu cokelat itu hanya menatap malas pada sang babu sambil mengibaskan ekornya. Malika adalah kucing jalanan yang dia pilih sendiri, menjadikan Cheryl sebagai babu.

Ayahnya keluar dari kamar, Cheryl tersenyum. Dia selalu betah memandangi ketampanan ayahnya yang tidak pernah pudar, Cheryl selalu iri pada orang tuanya yang selalu mesra di usia senja keduanya, seolah anak remaja kasmaran.

DOSENKU HOT SUGAR DADDYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang