10. CUTE

128 23 5
                                    

Rachel tengah berada di kamarnya, terlihat dari wajahnya bahwa ia terlihat gugup dan takut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rachel tengah berada di kamarnya, terlihat dari wajahnya bahwa ia terlihat gugup dan takut. Ia beberapa kali melirik pada pintu masuk yang berada di belakangnya. Ia tengah menunggu seseorang, lebih tepatnya informasi dari seseorang.

Suara ketukan pintu membuatnya sedikit terkejut, ia lantas berujar pelan pada si pengetuk pintu itu. "masuk."

Seorang wanita muda memasuki kamar itu, berbalik lalu menutup pelan.

"ibu sama bapak ada di ruang kerja bapak kak." Ucap wanita itu.

Rachel sudah menduga itu, ia lantas mengambil nafas dalam lalu membuangnya dengan kasar. Wanita itu—Riri yang paham lalu mengambil cawan air lalu menuangkannya pada gelas dan memberikannya pada Rachel.

"mau ngomong apa emangnya kak? Kok sampe sawan gitu." Ucapnya setelah mengambil kembali gelas yang disodorkan oleh Rachel.

"mau ngomongin lagi perjodohan aku sama kak Eros, mbak." Jawabnya sembari bersiap menemui kedua orang tuanya.

Riri yang mendengar jawaban itu langsung saja kaget. Ia sangat tahu bagaimana perasaan majikannya itu kepada pemuda yang selalu diceritakan setiap hari padanya. Kembali dari rasa terkejutnya, ia lantas berlari kecil menuju Rachel yang baru saja akan membuka pintu kamarnya.

"kok gitu kak?"

"kok gitu gimana, mbak? Aku cuman ngerasa kalau ini dilanjut pasti ga bakal bener mbak."

"kok gitu?"

"eum ... kemarin kak Eros nanya apa aku keberatan sama perjodohan ini. Terus dia kayak ga suka sama perjodohan ini. Dia kelihatan tersiksa gitu, mbak." Jawab nya lagi.

"kok gitu?"

"ih, mbak. Kok gitu mulu jawabnya." Ujarnya sembari menahan kesal.

Riri memang pendengar yang baik, tapi jangan harap ia akan memberikan respon yang baik pula jika seseorang sedang curhat padanya.

"kan, mbak tau gimana sukanya kakak sama den Eros. Mbak cuman kaget."

Rachel tidak menanggapi. Ia lalu berbalik dan membuka pintu kamarnya dengan cepat dan berjalan cepat menuju ruang kerja papanya. Ia takut akan berubah pikiran lagi jika diingatkan mengenai perasaanya.

Di sinilah ia.

Ruang kerja papanya yang sangat dingin dan kurang pencahayaan—tentu saja gordennya ditutup sehingga Rachel tidak bisa melihat pemandangan indah taman belakang dari tempat ia duduk. Di hadapannya ada mamanya yang sedang ... ntahlah mungkin memeriksa catatan pasien-pasien kecilnya itu. Dan papanya berada di meja kerja. Mamanya memang lebih sering bekerja di ruangan milik papanya, padahal mamanya juga memiliki ruangan yang nyaman.

Sedari ia masuk, orang tuanya masih berkecimpung pada kertas-kertas itu. Sudah berapa lama ia duduk di kursi empuk ini? 10 menit? 15 menit? Ntahlah ia lupa. Yang pasti tangannya semakin lama semakin dingin, ia memilin tangannya lalu bersiap memulai percakapan terlebih dahulu. Ia memikirkan basa-basi apa yang akan ia lontarkan.

What Rachel wants, Rachel gets.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang