Chapter 63: To The Battlefield

1.2K 225 23
                                    

Theressa Reis POV

Orang-orang dengan tergesa berlari mengambil senjata mereka. Perapian padam berkat diinjak-injak, sementara suara gaduh menyentakku ketika semua prajurit yang ada disini mulai berkumpul dengan pakaian tempurnya. Ekspresi mereka tegang, takut dan putus asa. Namun tatapan gelap itu seolah merubah atmosfer yang tersebar disekitarku. Dan didepan kerumunan para prajurit yang bersiap dengan senjatanya, Kapten Sedria memimpin dengan kudanya, memakai armor dan tombak saat ia berteriak kepada kami.

"Mage! Lakukan tugasmu!"

Sekelompok orang maju dengan sigap, berdiri sejajar di sepanjang garis pantai ketika mereka mengangkat tongkat sihir diatas kepala mereka. Para Mage membisikkan semacam mantra dan membuat tongkat mereka bersinar, lalu tanah dibawahku mulai bergetar hebat. Meskipun begitu, aku tetap diam ketika melihat air laut mulai terbelah dan tanah dibawahnya terangkat naik menciptakan daratan luas diatas air laut.

Suara gaduh tipis dari gesekan armor terdengar disekitarku. Itu membuatku tersadar bahwa tidak ada seorangpun yang bicara saat ini. Mereka hanya saling menatap, mengawasi sekitar, lalu perlahan berjalan mundur kearah hutan dan waspada.

Melihat John disampingku, aku menyikunya, "Psst, hei, apa yang sedang dilakukan Kapten saat ini?"

Aku tetap mengikuti pergerakan orang-orang disekitarku dengan John yang berjalan lambat disana. Dan disaat matanya menatap padaku teduh, ia tersenyum tipis. "Tunggu dan sembunyi," katanya, ia berjongkok disampingku dibelakang pohon bersemak.

"Kau mungkin belum pernah mendengar cara bertarung divisi ini, bukan?"

Aku mengedikkan bahu. "Nah, aku baru disini."

Badan besar dan wajah ramah seperti puppy itu menunduk kearahku, tersenyum ramah. "Kita tidak tahu darimana dan apa yang akan musuh lakukan untuk menyerang, jadi untuk mengantisipasinya, Kapten menyuruh para Mage menyihir tanah dibawah pantai seperti yang kau lihat sebelumnya. Jika kau tidak tahu itu."

"Maksudmu ... karena kita tidak tahu monster macam apa yang kita hadapi saat ini, memancing mereka ke daratan lepas akan lebih mudah daripada bertarung diatas laut? Itu ide yang bagus." Aku mengangguk setuju, namun suara tiba-tiba menyentakku.

"Huh? Apa itu?"

Aku mendengar suara gemuruh tak jauh dari tempat kami.

"Tampaknya itu berasal dari divisi satu." Seseorang menyahut dari belakang kami. "Divisi pertama ada tepat di depan benteng, dan musuh biasanya menyerang tempat itu lebih dulu."

Dibelakangku, seorang gadis kecil dengan pakaian sedikit terbuka menggenggam erat tangannya, bergabung pada pembicaraan kami. Dia terlihat seperti seorang Thief¹ jalanan.

"Kau tahu? Sejujurnya, aku lebih suka berada di divisi satu. Bagaimanapun apa kau lihat paus itu? Melempar ikan seukuran raksasa kemari ... apa kau bisa membayangkan orang macam apa yang akan kita hadapi? Aku akan lebih nyaman jika berada di divisi satu yang dipimpin langsung oleh Jenderal Rozberg, ah, aku pasti akan lebih aman disana." Gadis itu menyeringai, namun wajahnya penuh keringat ketika ia berekspresi cemas dan gemetar. "Omong-omong, namaku Meere. Kau baru disini, 'kan? Yah, semoga berhasil."

"..." Kau bahkan tampak lebih takut dariku, Nak. "Semoga berhasil untukmu juga."

"Menunduk!" Suara keras Kapten Sedria mengalihkan atensi kami padanya. Para prajurit disekelilingku menyiapkan senjata dengan tegang ketika mereka menahan nafasnya disaat seseorang datang dari atas langit, turun dan mendarat diatas dataran tanah itu.

Aku mengalirkan Mana dimataku, lalu mengintip siapa orang itu dengan penglihatanku.

"Manusia?"

Seseorang berdiri diujung sana dengan mantel bertudung yang menghalangi wajahnya. Dia tidak bergerak sedikitpun, tapi aku tahu jika dia adalah manusia.

The Last Eternity | Book II : EpilogueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang