Note : chapter ini adalah flashback.
Theressa Reis POV
"Kau ... Norn?"
Ia mengerjap, memiringkan kepalanya. "Norn? Siapa itu?"
Menenangkan diriku, aku menatapnya hingga detail yang dapat kulihat. Meskipun begitu, perasaan yang kurasakan dihadapannya sama seperti ketika aku pertama kali melihat orang ini di desa Aroac. Kehadirannya begitu hampa dan aku mungkin tidak akan merasakan eksistensinya jika aku tidak melihat fisiknya.
"Tidak ... hanya saja kau mirip dengan seseorang yang kukenal."
Ia tersenyum tipis. "Ah, begitu."
"Kau ..." Aku menatapnya ragu, menjaga jarak sebisa mungkin adalah hal yang bisa ku lakukan saat ini. "Apa maksudmu dengan inti bumi? Tempat macam apa ini?"
"Kau telah merasakannya. Aku mengatakan jika tempat ini adalah dasar jurang yang hampa. Sekarang, apa yang kau rasakan saat ini, Nona?"
Huh? Apa yang orang ini bicarakan ...
"Kau tidak bisa menggunakan sihirmu, bukan?"
Aku tersentak.
"Manusia atau apapun yang terjatuh kemari --tersesat diantara gelapnya inti dasar bumi yang kau pijak-- mereka akan kehilangan kewarasannya disaat tidak ada apapun yang bisa mereka perbuat. Pengecualian untukmu, Nona Eilidh. Kau dewa, mahluk setengah ras yang diyakini oleh rakyat Arestheia jika mahluk sepertimu hanya akan membawa malapetaka."
Aku mengernyit, "Kalau begitu, bagaimana denganmu? Karena kau ada disini, hidup dan waras ... apa kau sama sepertiku? Kau bilang jika itu pengecualian."
"Sungguh polos, Nona." Ia tertawa kecil. "Yah, bagaimanapun, aku akan membawamu pergi darisini. Ikuti aku."
"Tunggu! Ada yang ingin ku--"
"Aku akan menjawab semua pertanyaanmu padaku, tapi tidak disini. Apa kau tidak merasakannya? Mereka ada disini, dibawahmu dan memperhatikanmu."
"Huh? Apa maksudmu?" Sialan, dia terus mengatakan hal aneh dan hei, aku bahkan tidak kenal dengannya. Alisku mengernyit, hingga ia melanjutkan ucapannya.
"Dasar jurang kau injak adalah sekumpulan mayat hidup yang telah bercampur dengan tanah, melebur dan membeku. Disepanjang jurang ini, jika kau bisa melihat nyawa mereka, kau akan mengetahuinya."
Mataku terbelalak dan sontak menatap Gwyn didepanku yang tersenyum.
"Nah, Nona. Aku akan membawamu ke rumahku, jadi tolong ikuti aku."
"Tuan--"
"Gwyn. Aku lebih menghargai jika kau tidak bersikap formal padaku," potongnya.
"Ah, Gwyn ..." Bibirku naik dengan senyuman tak percaya, "Apa kau bisa melihat mereka? Nyawa orang mati dibawahku."
"Tentu. Mereka mengerumunimu dan memperhatikanmu. Jika kau bisa melihat mereka kau mungkin tidak akan percaya. Mereka yang pernah melihat jiwa-jiwa yang telah mati itu hanya akan menganggap jika mereka adalah Hyperboreans¹. Meskipun orang-orang hanya akan menganggapnya gila." Mata birunya menatap lurus padaku. "Namun, bukan berarti mereka tidak ada. Mereka hanya pulang lebih cepat ke dalam tanah, lalu hidup didunia yang berbeda. Seperti seseorang yang pernah kemari sebelumnya, pendaki yang tersesat, aku ingat ketika ia melihatku di dasar jurang ini ia salah paham dan mengatakan jika aku adalah Hyperboreans. Jika diingat-ingat lagi, itu cukup menyenangkan."
Ia mengetuk tongkatnya, dan diarah timur kami berdiri, sebuah rune bersinar diatas batu yang membentuk sebuah pintu. Rune itu kemudian hilang dan muncullah portal hijau darisana. Gwyn berjalan mendahuluiku, berdiri disana lalu tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Eternity | Book II : Epilogue
Fantasi[High Fantasy : Book II] "War, blood and love." •Epic fantasy, adventure, kingdom, magic, action• 3 tahun telah berlalu sejak penyerangan terhadap kerajaan Ruides dan kepergian Theressa Reis dari kekaisaran Arburght. Kini, gadis itu kembali dengan e...