•
•Theressa Reis POV
"Oh, Theressa! Kau kemana saja, Nak?"
Aku berhenti dengan pakaian penuh darah ketika Profesor berteriak tepat ketika aku memasuki penginapan, ia berdiri dan langsung menghampiriku.
"Astaga, ada apa dengan pakaianmu? Kau berkelahi?"
"..."
"Nak?"
"Aku mau mandi, jangan ganggu aku." Aku menghela nafas kemudian berjalan melewatinya, meninggalkan Profesor dengan ekspresi heran diwajahnya lalu tanpa kata menaiki tangga dan masuk ke kamar milikku.
Meskipun aku sudah membersihkan noda darah diwajahku, gaun putih yang kukenakan tetaplah mencolok ketika banyak darah disana. Aku melepasnya dan sepenuhnya telanjang ketika berjalan kedalam kamar mandi. Ketika air hangat merendam tubuhku, pikiranku tidak bisa beralih dari tempat itu.
Terutama dari informasi itu. Informasi yang kudapat dari wanita di ruang bawah tanah itu.
"Ramalan, ya?" Aku mendongak, menatap cahaya lilin dalam lentera yang dihinggapi kupu-kupu. "Jadi ada hal semacam itu ..."
Jika memang benar ada ramalan yang diwariskan kepada setiap generasi di keluarga bangsawan itu, Rozberg, apa itu berarti mereka selalu menunggu sang Juru selamat muncul?
"..."
Pikiranku terhenti ketika suara Profesor diluar sana memanggilku, dibelakang pintu kamar mandi.
"Bisakah kau berhenti masuk ke kamarku tanpa izin, Profesor?"
Dia tertawa dibalik pintu itu. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Nak. Apa kau baru saja berkelahi dengan seseorang?"
Menghela nafas, aku menopang daguku dan menatap pantulan diriku diatas air. "Tidak. Kuharap kau tidak berpikir jika aku kabur dari pesta hanya untuk lebih memilih berurusan dengan berandalan mabuk lalu menghajarnya ... kau tidak berpikir seperti itu, kan?"
"Kau membaca pikiranku." Aku bisa mendengarnya tertawa.
"... yang benar saja."
Beberapa waktu berlalu. Tidak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun saat itu, hanya keheningan.
"Aku serius. Apa yang terjadi? Aku yakin kau tidak akan berulah lagi jika tidak ada yang mengganggumu seperti terakhir kali."
Aku menutup mataku, perlahan menenggelamkan tubuhku di air itu.
"Aku tidak berulah, hanya saja ..." Aku mengangkat tangan kananku keatas dan menatapnya. "Aku sedikit penasaran. Apa kau pernah mendengar tentang ramalan yang turun temurun di keluarga kekaisaran?"
"Hmm? Ramalan apa?"
"Aku tidak tahu. Aku mendengarnya dari seseorang ... dan kupikir kau mungkin mengetahuinya."
Hening, Profesor tidak menjawab untuk beberapa saat hingga ia tertawa kecil.
"Aku tahu tentu saja. Ramalan itu sudah ada sejak lama, bahkan mungkin jauh sebelum kau menginjakkan kakimu di negeri Arburght untuk pertama kalinya. Ramalan yang mereka turunkan kepada keturunannya hanya demi membantu Juru selamat dalam menghadapi malapetaka, dan itu kau."
"..." Aku menghela nafas, "Kenapa mereka harus sejauh itu?"
"Entahlah. Mungkin semacam balas budi untuk jasa para penghuni Arestheia yang dulu pernah membantu mereka? Tidak ada yang tahu. Atau mungkin saja ini takdir? Haha yah, akan bagus jika kau menanyakan itu langsung pada sejarawan dari negeri ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Eternity | Book II : Epilogue
Fantasia[High Fantasy : Book II] "War, blood and love." •Epic fantasy, adventure, kingdom, magic, action• 3 tahun telah berlalu sejak penyerangan terhadap kerajaan Ruides dan kepergian Theressa Reis dari kekaisaran Arburght. Kini, gadis itu kembali dengan e...