Theressa Reis POV
Aku mencondongkan tubuhku, menggenggam pedang dengan waspada, lalu mempertajam indera dan penglihatanku. Sepersekian detik, ia menghilang dari sana, lenyap seperti kilat yang hilang diudara dan muncul kembali diatasku.
Clang!
Dengan refleks cepat, aku menahan belatinya dengan pedang milikku tepat diudara, lalu mendorong tekanan tubuhnya hingga ia melompat dan mundur dariku beberapa langkah.
Ia kembali berlari dengan kecepatan menakutkan, begitu cepat hingga yang bisa kulihat hanyalah kilatan dari mata kucing emasnya yang bersinar kearahku, menatapku seolah sedang melihat mangsanya.
"Kau kucing nakal." Aku mengarahkan pedangku dengan tebasan cepat, membuat ia berhenti berlari dengan terkejut namun mengalihkannya dengan cerdik oleh manuver kebelakang punggungku.
Belati ditangannya bersinar oleh sihir, tepat dibelakangku, ia berusaha menusukku tetapi gagal ketika aku berputar kearahnya dan menendang tangannya dengan kuat, membuat belati itu terlempar oleh kakiku.
Dengan cepat tubuhnya menunduk kebawah, mencoba menghindari jangkauanku lalu mundur dan melompat zigzag kesegala arah layaknya kucing yang tengah waspada. Tepat ketika aku membelakanginya, ia kembali melesat kearahku dengan kuku tangan yang tajam, mata dan hasratnya menargetkan kepalaku dengan hawa membunuh. Berkat hawa itu, aku refleks menoleh, menghindari tangannya yang akhirnya meleset diudara meskipun berhasil menggores pipiku. Saat waktu seakan berjalan lambat, ia masih ada diatas udara tepat saat aku menurunkan tubuh bagian atasku, memberikan senyuman miring sejenak, lalu mengumpulkan kekuatan di kepalan tanganku dan memukul telak diperutnya.
"Agh!"
Erangannya terdengar pelan ditelingaku, sebelum akhirnya ia terlempar dan menabrak dinding es yang kusihir dibelakangnya hingga hancur.
Aku menghembuskan nafas, lalu mengusap noda darah dipipiku hingga kemudian goresan itu menghilang tanpa jejak. Regenerasi. "Kau sungguh menyukai punggungku, huh?"
Patahan es dari dinding itu bergerak, menampilkan keadaannya yang bersandar pada salah satu kakinya. Namun ia masih menatapku datar dengan amarah yang tenang, sebelum akhirnya ia membuka suara.
"Kau berbeda dari yang terakhir kali."
Aku memiringkan kepalaku, mengoloknya. "Tentu saja, itu tiga tahun yang lalu."
'Walaupun yang kau lawan waktu itu adalah Oddy.'
Ia diam, tidak mengucapkan apapun lagi dan mulai kembali meregangkan tubuhnya. Untuk sesaat, kami mengabaikan medan pertempuran yang kami injak ataupun pertarungan yang terjadi diantara manusia dan hantu. Membuat medan pertempuran yang baru, dimana hanya ada aku dan orang dari klan Ygract itu.
Matanya memicing tajam, beberapa rune hitam muncul disekitar mata itu bersamaan dengan tanah yang hancur melingkar dibawah kakinya. Ia lalu melompat, terbang diatas langit dan menempatkan kedua tangannya bersamaan. Jari-jari itu membentuk sebuah lingkaran kearahku, menyipitkan matanya, lalu awan tiba-tiba terbuka lebar dan menampilkan lingkaran sihir berwarna emas yang besar.
"Kau serius?" Aku terkekeh, keringat mulai membasahi pipiku ketika melihat serangan sihir beruntun yang berasal dari lingkaran sihir itu. Mereka berkumpul, lalu tergabung dan melesat kearahku dengan luar biasa.
DOOM
Aku dengan sekuat tenaga menyingkir dari jangkauan sihirnya, namun bagaimanapun, daya ledaknya membuat tubuhku terpental meskipun itu tidak mengenaiku.
"Ahaha ..." Sihir itu menebus tanah di tempatku berdiri sebelumnya, membuat lubang yang besar dan menembus kedalam laut hingga air mulai merembes keluar darisana. Awan yang melingkar diatasku mulai pudar, namun lingkaran sihir itu tetap ada disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Eternity | Book II : Epilogue
Fantasi[High Fantasy : Book II] "War, blood and love." •Epic fantasy, adventure, kingdom, magic, action• 3 tahun telah berlalu sejak penyerangan terhadap kerajaan Ruides dan kepergian Theressa Reis dari kekaisaran Arburght. Kini, gadis itu kembali dengan e...