Act 2: Angel of Death

68 20 29
                                    

Air bergulung-gulung meliputi tubuh Aria

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Air bergulung-gulung meliputi tubuh Aria. Sesaat, secara refleks wanita itu menggapai-gapai ke atas, sementara paru-parunya menagih diisi udara. Lalu, semua berangsur tenang dan hening. Tubuh Aria melemas. Kesadarannya perlahan-lahan mengabur. Wanita itu tidak lagi merasakan dingin yang meliputinya. Ia terbenam, makin lama makin menjauh dalam kegelapan.

Mungkin sekarang aku benar-benar sudah mati, batin Aria. Ia merasa ringan, bagai awan yang melayng di angkasa. Samar-samar ia melihat cahaya di kejauhan. Barangkali bulan purnama keluar untuk mengucapkan selamat tinggal. Sinarnya lembut dan cantik, menenangkan hati wanita itu.

"Hei, kemarilah, Bodoh!"

Mendadak, mata Aria terbuka lebar. Sesuatu telah mencengkeram kerah blusnya dan menariknya ke atas sekuat tenaga. Wanita itu memekik, megap-megap ketika udara menyerbu masuk mengisi rongga dadanya. Sebelum ia menyadari apa yang terjadi, tubuhnya terguling menghantam jalan batu yang keras. Refleks, dengan menumpukan tubuh pada kedua tangannya, Aria terbatuk-batuk dan memuntahkan air. Dadanya serasa hendak terbakar. Air bertetesan dari sekujur tubuhnya.

"Masa hidupmu masih sangat lama, Bodoh. Jangan seenaknya melemparkan diri ke dalam sungai. Kau menambah pekerjaanku saja."

Suara itu membuat Aria menoleh. Tanpa ia sadari, seorang lelaki berpakaian serba hitam sudah duduk bersila di sampingnya. Rupanya seperti seorang tokoh pertunjukan dari abad pertengahan. Jaketnya panjang dan tebal, lebih cocok disebut jubah. Aria tidak bisa melihat model pakaian di baliknya. Sebagian besar mukanya tertutup oleh topi berpinggiran lebar. Sepasang sepatu bot hitam dari kulit membungkus kakinya. Waktu pria itu mengangkat kepala, tampaklah mata beriris merah menatap Aria lekat-lekat.

"S ... siapa kau?" tanya Aria, gemetar karena dingin dan rasa takut. "Tinggalkan aku sendiri!"

"Tidak setelah kau memaksaku bekerja lembur," sahut pria itu datar. "Nona Aria Winter, namamu tidak ada dalam daftarku hari ini. Kau manusia kedua puluh satu yang menerjunkan diri ke dalam sungai ini sebelum waktunya tiba. Dasar manusia, selalu saja berusaha menentang garis takdir."

Pria itu membuka topi. Gerakannya halus dan tenang, lagi-lagi mengingatkan Aria pada bangsawan zaman dahulu. Di luar dugaan Aria, pria itu masih muda. Cuma setahun atau dua tahun lebih tua daripadanya, mungkin. Rambutnya hitam dan berombak. Sinar lampu jalan memantul di kulit wajahnya, yang putih pucat bagaikan porselen. Bibir tipisnya terkatup dengan ekspresi terganggu. Sepasang sarung tangan kulit berwarna hitam membungkus tangannya. Di balik jubahnya, Aria bisa melihat sebuah benda berkilau keperakan.

"Namaku Nocturne, malaikat maut yang ditugaskan untuk mengambil jiwamu," ucap si lelaki misterius. "Aria Winter, perempuan berusia dua puluh empat tahun, tinggal di Apartemen Victoria nomor 216. Dahulu, kau adalah aktris musikal cilik yang terkenal, tetapi belakangan kau kesulitan mempertahankan performamu. Kau mencoba membunuh dirimu sendiri setelah kehilangan pekerjaan. Aku tahu segalanya tentangmu, Nona."

Noctivagant [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang