Act 8: Choices and Consequences

17 7 0
                                    

Pengumuman itu datang dua bulan setelah pertenuan pertama Aria dan Sonata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pengumuman itu datang dua bulan setelah pertenuan pertama Aria dan Sonata. Untuk pentas musim gugur, sekaligus perayaan Halloween, Tuan Crescendo memutuskan bahwa para aktor dan aktris remaja Teater Aurora akan menampilkan drama Phantom of the Opera, yang diangkat dari novel klasik karya Gaston Leroux. Di antara para aktor dan aktris remaja, March jadi yang paling bersemangat. Seharian gadis itu tak berhenti membicarakannya dengan Aria di sekolah.

"Aah, ini menegangkan sekali! Sudah lama aku berharap Teater Aurora mementaskan Phantom of the Opera. Aneh juga Tuan Crescendo sampai sekarang belum mengumumkan daftar pemain. Kira-kira, siapa yang memerankan Christine, ya? Semoga saja aku terpilih!" ucap March menggebu-gebu sewaktu jam istirahat tiba. "Menurutmu bagaimana, Aria?"

"Ah, eh, terserah Tuan Crescendo saja, kurasa," jawab Aria ragu-ragu. Daripada kecewa, ia lebih memilih tidak berharap banyak. Gadis itu memasukkan buku ke dalam tas, lalu pergi menuju kantin bersama grup kantinnya yang biasa. March berjalan ke arah sebaliknya, untuk menemui temannya di kelas lain. Lullaby Rose, salah satu kawan Aria, memandangi March penuh rasa ingin tahu. Setelah March cukup jauh, buru-buru gadis berperawakan tinggi kurus itu menanyai Aria.

"Hei, kudengar kau dan March beberapa kali main drama sama-sama. Mama yang bilang setelah pulang dari pertunjukan bersama teman-temannya beberapa waktu lalu," ujar Lullaby. "Kalau tidak salah, kalian tadi membahas soal Phantom of the Opera, kan?"

"Ah, y ... ya. Cuma sekedar hobi saja, kok. Bukan sesuatu yang istimewa," sahut Aria salah tingkah. "Memangnya ada apa?"

"Kau ini selalu saja merendah, Aria! Mama bilang kalau akting kalian sudah seperti profesional! Sayang sekali Teater Aurora cuma teater kecil. Seandainya kau ikut audisi untuk teater-teater besar di Wiltonshire, kemungkinan besar kau bisa terpilih! Ingat, mata Mama tidak pernah salah." Lullaby menepuk punggung Aria keras-keras. Aria tahu, ibu Lullaby adalah aktris musikal terkenal, meski sekarang lebih banyak menghabiskan waktunya merekrut dan melatih talenta-talenta muda. Gadis itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Dalam hati, ia berharap supaya pembicaraan itu cepat-cepat berganti topik.

"Masih banyak yang lebih berpengalaman daripada aku, Lulla." Aria memain-mainkan ujung rambutnya. "March sudah jauh lebih lama bergabung di teater. Anggota-anggota lain seumuranku juga rata-rata bergabung sejak SD. Mereka semuanya pekerja keras, jauh lebih keras daripada aku. Jadi, kalau ada kesempatan, lebih baik mereka yang memperolehnya."

"Dengar, Aria. Pada pertunjukan Teater Aurora selanjutnya, Mama berniat untuk mengajak beberapa teman-temannya dari Wiltonshire untuk menonton bersama. Banyak di antara mereka yang berniat untuk merekrut aktor dan aktris baru. Jadi, pastikan kau menampilkan kemampuan terbaikmu, oke? Aku ingin melihatmu di pertunjukan internasional." Lullaby mengedipkan sebelah matanya dan menepuk-nepuk bahu Aria. "Bersemangatlah, kau siswi terbaik akademi ini!"

***

"Kau memang manusia yang aneh, Aria. Di satu sisi, kau sangat haus pengakuan, sampai-sampai kau berjuang keras mempertahankan posisi rankingmu di sekolah. Di sisi lain, kau ingin jadi aktris yang tak menonjol di teater, yang bersembunyi di belakang bayangan kawan-kawanmu meski kau sadar bahwa kau sendiri bisa bersinar lebih terang dari mereka." Nocturne geleng-geleng kepala. Malaikat itu kini bertengger di balkon lantai dua Akademi Musik Virtuoso, sembari mengamati Aria remaja yang melintas tepat di bawahnya. Aria dewasa berdiri di sebelahnya dalam posisi bersandar pada pagar balkon. Pakaian wanita itu sudah hampir sepenuhnya kering sekarang. Jaket Nocturne tersampir di bahunya.

"Aku tidak mau merusak persahabatanku dengan March dan kawan-kawan lainnya di teater." Aria menghela napas panjang. "Maksudku, mereka sudah sangat baik kepadaku. Kalau aku meninggalkan mereka, rasanya seperti aku mengkhianati Tuan Crescendo dan anggota teater yang lain."

"Namun, waktu Tuan Crescendo menawarkanmu peran sebagai Christine, toh akhirnya kau menerimanya." Dengan tangan menopang dagu, Nocturne menoleh. Alisnya berkerut, mata beriris merahnya menatap tajam, bagai melontarkan dakwaan pada sang aktris musikal.

Aria berjalan mengelilingi balkon. Perlahan, jemarinya meraba pagar kayu balkon yang halus dan berkilat. Tatapannya menerawang. Benar, itulah keputusan yang membuat jalan hidupnya jadi seperti ini. Ia tahu betapa March menginginkan peran itu, dan bahwa gadis itu pasti mampu membawakannya dengan baik. Andai ia menolak peran itu, ia mungkin takkan pernah direkrut ke Teater Millford dan mengalami segala penolakan yang sekarang tertimpa padanya. Ah, mengapa dahulu ia begitu bodoh? Jika dahulu ia lepaskan kesempatan itu, mungkin sekarang ia masih harus mengadu nasib dari satu audisi ke audisi lain, tetapi ia masih punya hubungan baik dengan March dan kawan-kawan Teater Aurora yang lain.

"Sonata bilang .... Ah, tidak, ini bukan salahnya." Aria menggeleng. Tangannya meremas ujung blusnya. "Saat itu, aku memang berniat mundur. Lalu, aku bercerita pada Sonata. Ia mendorongku untuk mencoba, dan ... dan sejujurnya aku memang berniat mencoba. Itu keputusanku sejak awal, dan Soanta hanya mendorongku agar berani mengatakannya."

Wanita itu duduk di lantai. Punggungnya bersandar pada pagar balkon. Tiba-tiba saja, ia rindu berlari ke pelukan Sonata. Ia rindu masa-masa ketika pria itu hanya menemanjnya duduk dalam diam, dan ia merasakan separuh beban masalahnya terangkat. Itu yang selalu ia lakukan setiap kali ia menghadapi masalah. Ada masa-masa ketika Aria takut dirinya hanya menjadikan Sonata sebagai tempat sampah emosionalnya, tetapi Sonata selalu tersenyum dan menghiburnya.

Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Kau lebih berani dari yang kaukira. Itu yang selalu dikatakan Sonata padanya sejak hari itu, hari ketika Aria pertama kali berani menceritakan masalahnya pada lelaki itu.

"Mungkin ada baiknya juga kau agak menjauh dari si Sonata itu akhir-akhir ini. Kau tidak boleh senantiasa menggantungkan kebahagiaanmu pada kebahagiaan orang lain. Tidak Sonata, tidak kawan-kawanmu, bahkan tidak juga keluargamu," Komentar Nocturne mengejutkan Aria. Waktu wanita itu mengalihkan pandang padanya, malaikat itu melanjutkan perkataannya. Ujarnya, "Kau berhak bahagia karena melakukan hal yang kausuka, bukan karena orang lain memintamu melakukan hal yang kausuka."

"Kau makin sulit dimengerti, Tuan Malaikat," sahut Aria. "Akui saja, kau sendiri mulai pusing menghadapiku, kan?"

"Hei, aku sudah berusaha yang terbaik. Walau aku tidak pernah jadi manusia, kurasa pengalamanku mengamati berbagai macam manusia selama lebih dari tiga ratus tahun terakhir membuatku sedikit banyak bisa memahami akar permasalahan kaum kalian." Nocturne bersedekap. "Tatanan masyarakat, standar kesuksesan, dan cara kalian memaknai tujuan hidup benar-benar rumit. Heh, tetapi kadang aku iri dengan kehendak bebas kalian. Sebagai malaikat maut, tugas dan tujuan hidupku sudah ditetapkan sejak awal mula aku diciptakan. Aku tidak punya alasan untuk mengejar uang dan kesuksesan seperti kalian."

"Kalau kau benar-benar serius, Tuan Malaikat, seharusnya kau sudah membelot sejak ratusan tahun lalu." Sudut bibir Aria terangkat membentuk seulas sentum sarkastis.

"Maka aku akan menjadi iblis, dan kau takkan bisa bertemu denganku. Belum tentu malaikat maut lain sebaik diriku, tahu. Kalau kau bertemu malaikat yang malas, ia mungkin akan langsung mencabut nyawamu tanpa memberimu kesempatan ini." Nocturne melambaikan tangan, mengisyaratkan Aria untuk mengikutinya. "Ayo, sebentar lagi pertunjukan mulai. Jangan sampai kau melewatkan bagian ini."

Siapa yang sudah kangen Nocturne dan Aria dewasa? Btw, aku harus mikir keras buat nulisin omongan Nocturne di chapter ini (^~^;)ゞ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siapa yang sudah kangen Nocturne dan Aria dewasa? Btw, aku harus mikir keras buat nulisin omongan Nocturne di chapter ini (^~^;)ゞ

Noctivagant [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang