[TERBIT DI POLAROID PUBLISHER]
Peringatan: mengandung pembahasan tentang perundungan, depresi, dan bunuh diri. Stay safe, and take care of yourself! ♡
Aria Winter selalu dibelenggu kesepian. Setan-setan dalam pikirannya telah merenggut relasinya den...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kembali Nocturne membawa Aria melintasi sebuah portal waktu. Kali ini, Aria memilih untuk menundukkan kepala dalam-dalam, segan menghadapi apa pun yang menantinya di seberang sana. Seketika, pemandangan berubah. Trotoar beton sirna berganti lantai berlapis panel-panel kayu berwarna cokelat tua yang mengkilap. Dinding-dinding berlapis wallpaper merah tua bermotif sulur-sulur keemasan mengapit mereka.
Aria menyibak rambutnya yang berantakan. Gadis itu menarik napas lega. Masa-masa yang gelap sudah berlalu. Sekarang mereka berdiri di lorong utama Akademi Musik Virtuoso, tempat yang disayangi Aria bagaikan rumah kedua. Di sekolah itu Aria menghabiskan seluruh masa remajanya. Ia langkahkan kaki menyusuri koridor-koridor yang familier, hingga tiba di depan sebuah ruangan bertuliskan "Kelas 1C - Seni Vokal".
"Itu kau?" Dengan mata menyipit, Nocturne menunjuk gadis yang duduk di dekat jendela pada barisan paling depan. "Kalau perhitunganku tidak salah, kita cuma melompat satu tahun dari kejadian yang lalu. Kau berubah banyak rupanya."
"Waktu aku diterima di akademi, aku memutuskan untuk mengubah penampilanku habis-habisan. Aku tidak mau dianggap sebagai anak culun lagi," jelas Aria. "Mama heran mengapa aku mendadak jadi suka berdandan, tetapi untunglah Mama tidak mempermasalahkan."
Sosoknya yang berusia tiga belas tahun memang berbeda jauh dengan dirinya di masa sekolah dasar. Rambut gadis itu berombak dan tergerai lepas di punggung, mirip dengan gaya rambut Aria dewasa. Tas sekolah, buku, dan alat-alat tulisnya berwarna merah tua senada. Seragam gadis itu, kemeja putih dan rok selutut bermotif kotak-kotak, membalut tubuh langsingnya dengan rapi. Ia duduk diam sambil mendengarkan guru menjelaskan sejarah musik.
Ketika bel istirahat berbunyi, murid-murid berhamburan keluar. Dua orang gadis langsung mengajak Aria remaja makan siang bersama. Mereka bersenda gurau sepanjang jalan. Di dekat kantin, datang lagi satu gadis dari kelas lain menggabungkan diri dengan mereka. Sambil menyaksikan pemandangan itu, diam-diam Nocturne melirik Aria dewasa. Wanita itu tidak menyadarinya, tetapi seulas senyum tipis muncul di bibir pria itu.
"Sekarang kami sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Naomi pindah ke Austria untuk studi pascasarjana, Lulla menjadi komposer untuk film-film Hollywood, Amelie jadi penyanyi pop indie yang terkenal di internet, Margaret bermain piano untuk sebuah orkestra di Swiss. Kami beruntung kalau bisa bertemu sekali dalam setahun. Ah, aku jadi ingat kalau sudah lama aku tidak menanyakan kabar mereka." Aria bercerita. "Agaknya, makin tua seseorang, makin rajin hidup mengisolasi mereka dengan berbagai kesibukan dan tanggung jawab."
"Yah, kalau kau hidup lebih lama, kau masih punya kesempatan reuni dengan mereka." Nocturne mengangkat bahu. "Salah satu penyesalan terbesar dari jiwa-jiwa yang bunuh diri muncul ketika mereka sadar mereka tidak bisa lagi bertemu teman-teman dan kerabat mereka."
"Tidak, untuk sekarang, aku tidak bisa bertemu mereka." Aria menggeleng lembut. "Kalau mereka tahu bahwa aku kehilangan pekerjaan, mereka akan kasihan padaku, dan aku paling benci dikasihani orang lain. Tuan Malaikat, kau sendiri melakukan ini karena kasihan padaku, kan?"