Dua

792 84 7
                                    

"Bangun," Guncangan pada tempat tidurnya tidak membuat seseorang yang tengah tidur pulas dengan tangan memeluk erat guling itu terganggu sama sekali, dia malahan mengganti posisi, memunggungi seseorang yang terlihat sudah lelah membangunkannya. "Bangun engga lo," Dicubitnya lengan berotot itu keras.

"Sakit!" Teriaknya menjauhkan tangan lentik itu dari lengannya, membuka mata pelan.

"Makanya bangun Samudra Delangga, udah siang, engga mau kuliah lo?"

Samudra menguap, "Nyenyenye." Dia bangkit, terkekeh mendapati wajah penuh kekesalan tengah menatapnya sengit. "Kopi gue mana?"

"Buat sendiri!"

"Gitu ya lo jadi suami," Samudra mengerucutkan bibir sembari meregangkan tubuh, panik sebab Jehan ternyata sudah beres dan siap berangkat ke kampus. "Dih... woy Jehan! kopi gue?" Dia buru-buru turun dari kasur mengejar Jehan yang sudah keluar.

"Jee... kopi gue,"

Masih merengek, Jehan menutup telinganya tidak perduli terhadap rengekan di belakangnya, dia menuruni anak tangga menuju meja makan.

"Ew... Mami lihat, kontras banget emang ini dua pasangan, Kak Jehannya udah cakep sama wangi, suaminya malah masih awur-awuran." Celetuk Zia begitu Jehan dan Samudra memasuki ruang makan, semua yang sudah berkumpul disana menoleh, terkekeh melihat Samudra mengintili Jehan.

"Mami, Jehan engga buatin aku kopi." Samudra mengadu sedangkan Jehan acuh, memilih duduk disebelah Zia.

Maminya menggeleng, "Jehan harusnya kamu siram pakai air itu si Sam." Ucapnya, "Itu kopi sampe dingin karena kamu engga bangun-bangun Sam, kasihan suami kamu bolak-balik, dapur-kamar buat bangunin." Wanita paruh baya itu melenggang masuk ke dapur.

"Lah iya Jee?" Samudra menghampiri Jehan, menunduk untuk melihat wajah suaminya.

"Au..." Jehan menyahut cuek, memilih menyendok nasi dan sup untuk dia taruh diatas piring.

"Ngambek aja Jee, Papi dukung." Ucap Papi, Zia dan Papanya mengangkat jempol, menyetujui ucapan dari Papi.

"Nih kopi," Mama Risya— Mamanya Zia datang dengan secangkir kopi.

"Baru?" Tanya Samudra meraih kopi panas itu dari tangan Mama Risya.

Mama Risya berdecak, "Menurut kamu? itu uapnya aja masih ngepul."

"Buatan Jehan mana?"

Kening Mama Risya mengkerut, menatap keluarganya yang lain, sebelum tersenyum geli, sedangkan Jehan mengulum senyum kecil, salting sendiri.

"Mami buang, engga enak, udah dingin." Mami menyahut, membawa sepiring udang goreng. "Udah duduk sana, udang goreng kesukaan kamu, buatan Jehan."

"Kok dibuang si Mi?" Kata Samudra, menatap Mami yang kini memutari meja dan duduk disebelah Papinya, begitu pula dengan Mama Risya.

"Kopi udah dingin emang mau kamu minum Sam?" Om Dika —Papanya Zia berucap, meraih telur rebus sambal tomat, "Baunya enak, buatan siapa ini?"

"Jehan Pa," Mama Risya menyahut, melirik Jehan yang makan dalam diam. "Masakan buatan Jehan hari ini, makanan kesukaan Samudra semua," Lantas tertawa bersama Mami karena Jehan menoleh cepat dan menjawab tidak.

"Bang Sam mau sampai kapan berdiri gitu, duduk!" Zia menarik pergelangan tangan kakak sepupunya.

"Masih mikirin kopi?" Papi menatap anak tunggalnya, sambil memasukan nasi kedalam
mulut.

"Jee, buatin gue kopi lagi." Samudra duduk sebelah Jehan, menoel dagunya.

Jehan menaikan satu alis, "Loh itu kopi, udah dibuatin sama Mami." Dia melirik Samudra sekilas, mengambil piring dihadapan anak itu lantas dia isi nasi berserta lauk pauknya, "Ini makan."

𝐒𝐡𝐞𝐮𝐭𝐬𝐯𝐥𝐞𝐥𝐢 | 𝐉𝐚𝐞𝐤𝐨𝐨𝐤Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang