BAB 4

12 4 0
                                    

"Kamu punya ig?"

"Ada, mau follow-an?"

"Boleh, username nya apa?" Sebuah request follow muncul segera setelah Libra memberikan username Instagramnya kepada Raga.

Disana tertulis 'Ragaprdz' dengan profil seorang laki-laki memakai pakaian full hitam-dihiasi sedikit aksen biru tua pada bagian tertentu-dari atas hingga bawah serta wajahnya yang tertutupi oleh buff-mask hingga yang terlihat hanya matanya saja. Ada dua postingan foto, namun Libra tak dapat melihatnya karena akun Raga yang juga bersifat private. Libra segera mengkonfirmasi permintaan pertemanan dari Raga serta mengikutinya kembali. Tak butuh waktu lama, Raga juga langsung menerima request dari Libra. Seperti yang dikatakan Anggun, Libra akui bahwa Raga memang cukup tampan. Wajahnya manis dengan kulit kuning langsat serta hidung yang mancung. Tubuhnya tinggi, mungkin sekitar 175 cm hingga 180 cm dengan rambut pendek yang tercukur rapi. Terlihat beberapa followers Raga yang juga mengikuti dirinya, namun di dominasi oleh angkatan di bawah Libra. Dari situ pula, Libra mengetahui bahwa Raga lebih muda satu tahun darinya. "Anak-anak rupanya" Gumam Libra sembari tersenyum geli.

"Kamu cantik" Memang jenis laki-laki pada umumnya, lebih dulu memandang fisik daripada yang lainnya. Terlebih profesinya yang lekat dengan kata buaya darat oleh banyak kaum wanita.

"Ah enggak kok aslinya"

"Aslinya lebih cantik"

"Kaya pernah liat aja"

"Emang pernah" Seketika Libra teringat bahwa awal pertemuan mereka bersifat langsung bukannya di soc-med, meskipun Libra merasa mereka belum pernah bertemu sebagaimana harusnya, bisa dibilang itu hanyalah pertemuan sepihak.

"Kamu jadi berangkat?"

"Jadi, lagi prepare, apel pagi dulu ntar jam 8" Libra melihat jam yang menunjukkan pukul 07.36 yang berarti masih ada waktu sekitar 20 menit lagi sebelum apel pagi berlangsung. Tak ingin mengganggu persiapan Raga, Libra berniat untuk menghentikan percakapan mereka.

"Ohh, yauda siap-siap aja ya sana"

"Aku udah beres semuanya"

"Eh, cepet bangett rapi ga tuh"

"Rapi dong, yakali enggak. Kamu lagi ngomong sama Raga nih"

"Aih, shombong amad"

"Wkwkwkwk ga gitu, tadi udah bangun dari jam 5 terus mandi, sholat subuh, kemas-kemas deh"

"Diksa gimana?"

"Diksa ga ikut balik"

"Lah kenapa?"

"Tergantung pimpinan, jadi ada beberapa orang yang dipilih buat masih ikut stay jaga bareng senior, yang lainnya balik"

"Ohh gituu"

"Iyaa, btw aku apel dulu ya" Libra kembali melirik jam pada bagian kanan atas layar ponselnya, ternyata sudah pukul 07.52 pagi.

"Iyaa" Tulis Libra untuk mengakhiri percakapannya.

Ia teringat bahwa dirinya juga memiliki janji bertemu dosen pembimbingnya, Pak Rio, untuk melakukan konsultasi terkait proposal skripsinya yang sudah sebulan lebih terus saja mengalami revisi. Jika saja kali ini ia disuruh revisi lagi, mungkin ia akan meminta Anggun untuk membawanya ke rumah sakit jiwa. Stress hingga wajahnya mengalami break-out karena jam makan dan tidur yang tak teratur. Libra segera menghubungi Pak Rio kembali untuk melakukan konfirmasi terkait janji temu mereka yang dibuat kemarin, walaupun belum tentu segera direspon. Meskipun begitu, ia tetap mandi dan bersiap harap-harap dosen pembimbingnya tersebut ingat akan janji temu mereka yang sudah dijanjikan pukul 9 pagi ini. Pak Rio merupakan tipe orang yang cukup sulit untuk ditemui, mungkin karena ia tidak hanya berprofesi sebagai dosen, namun juga mengambil beberapa pekerjaan lainnya diluar kampus. Ia bahkan jarang masuk ke kelas, namun selalu memberikan tugas yang jawabannya terkesan mind-blowing tanpa referensi apapun yang dapat ditemui di mesin pencarian.

Raga Satria KuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang