BAB 23

3.7K 418 133
                                    

"Nin, kita kerumah bentar ya? Ambil motor." Ucap Valdi usai mandi.

"Kali ini, nggak usah di anterin nggak papa kok, mas." Balas Tia. Karena dia takut ketemu ibu.
Begitu juga dengan Valdi, sebenarnya dia juga takut, jadi dia mengajak Tia sebagai alasan untuk mengantarkannya ke kantor.

"Hari Sabtu biasanya aku anter jemput kan? Kenapa sekarang nggak mau?"

"Hm... Itu... Nanti mas muter-muter. Ntar telat..." Jawab Tia yang agak bingung mencari alasan.

"Makanya sekarang buruan berangkat, Nin! Kita naik taxi, ambil motor terus ke kantor." Kata Valdi. Nadanya terdengar melas dengan sedikit memaksa.

Tia bingung, apa lebih baik dia berucap jujur saja?

"Aku takut ketemu ibu, mas." Ujar gadis ini lirih.

"Takut kenapa?" Tanya Valdi, padahal dia sendiri juga takut.

"Soalnya mas nggak tahu waktu ibu teriak di telpon tadi.... "

"Ibu teriak ya?" Tanya Valdi. Dia semakin takut pulang.

"Iya, terus ngomong sama ayah. Mas juga sich, kenapa nggak pamit ke ibu atau ayah... " Tia kini menyalahkan Valdi.

'Ck! Perempuan sama aja! Minta bener mulu! Kalo dia nggak mulai kecup duluan, nggak mungkin aku nginep kan?' Valdi hanya mampu membatin, karena jika kekasihnya tau, bisa ngamuk juga.

"Capek. Jadi aku ketiduran. Kita hadapi barengan ya?"

Tia mencebikkan bibirnya.

"Aku pikir mas itu orangnya pemberani. Kemarin aja mau bantai si Sofyan. Kenapa sekarang ngajak aku?"

"Kalo tarung sama bodyguard, aku berani, Nin. Tapi kalo sama ibu atau ayah, aku nggak punya nyali...." Akhirnya Valdi mengaku.

"Sampe kapan aku di jadikan tumbal kayak gini?"

Valdi terkekeh dan mengusap kepala Tia.

"Uda! Jangan lama-lama. Katanya nggak mau telat."

Tia menghembuskan nafas dengan kasar, mau tak mau dia menemani menghadapi ibu.

Mereka memesan taxi online.
Perjalanan sangat lancar karena hari Sabtu dan masih pagi.
Tak lupa, mereka mengambil motor lebih dulu di club house.

Tiba di depan rumah, jantung mereka makin berdetak kencang.

"Mas, aku takut..... " Kata Tia dengan meringis. Kakinya terasa berat untuk melanjutkan melangkah.

"Uda sampe sini, Nin. Masak kita kabur?!"

"Emang kalo ibu ngamuk, biasanya gimana?"

"Cuma ngomel aja kok... " 'Kalo inget, keburukkan yang lain bakal di kupas tuntas juga' lanjut Valdi dalam hati.

"Kalo gitu, mas aja yang di depan!"

"Ya barengan donk Nin...."

"Ih! Kamu itu mas!" Kata Tia dengan gemas.

"Mau berangkat kerja ya?" Celetuk seseorang.

Mereka kompak menoleh. Ternyata eyang bunda yang baru turun dari mobil.
Lalu mobil itu melaju lagi.
Mereka mencium tangan eyang bunda.

"Nah! Kita barengan sama eyang bunda aja." Bisik Valdi dengan meringis, dia agak tenang.
Dan eyang bunda pasti akan membela cucunya, kan?!

"Belum eyang. Eyang tumben pagi-pagi uda ke sini?" Tanya Valdi.

"Eyang papa mau nganter temen ke bandara, rumahnya dekat sini.
Daripada eyang bunda sendiri di rumah, ya kesini aja. Sambil cari sarapan." Kata eyang dan tertawa kecil.

#9 FOREVER, AND ONE (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang