Bab 13

3.3K 387 53
                                    

Tia melirik dari sudut matanya. Dia merasa pria yang duduk di sebelahnya, sedang menatap dirinya dari samping, dengan jarak yang sangat dekat. Hembusan nafas Valdi, membuat bulu rahang dan lehernya berdiri.

Otak Tia tidak bisa bekerja dengan normal. Jantungnya berdegup kencang.
Untuk menutupi rasa gugupnya, yang ia lakukan hanya memencet fitur pengacak huruf yang tertera di permainan. Valdi tahu, Tia gugup dan mendadak diam karena posisi mereka yang sangat dekat ini.

Pipi Tia yang putih, mulus, terawat, sangat menggoda Valdi. Dia menarik nafas, dan menghembuskan dengan perlahan.
Kemudian pria ini menoleh ke arah layar ponsel Tia.
Dia berusaha untuk tidak lepas kontrol.

"Masih belum nemu jawaban kata yang lain?" Suara bariton Valdi berbisik lagi. Kini jari telunjuknya menggores samar lengan Tia.
Sentuhan yang lembut ini, kembali membuat merinding di beberapa bagian tubuh Tia.
Dia merasakan jari telunjuk Valdi yang bergerak tak terarah  di lengannya.

"Astaghfirullah!" Pekik Tia.

Plak!

"Kok di pukul sih, Tet?!" Protes Valdi meringis dengan mengusap pahanya.

"Mas sendiri ngapain cabut bulu lenganku?" Balas Tia dengan bibirnya yang manyun. Dia mengusap lengannya.

Tadi Tia merasa Valdi memancing gairahnya, tapi beberapa detik setelahnya dia malah merasakan sakit dan panas.

Valdi gemas melihat kulit Tia yang putih bersih. Bulu halus yang tumbuh di lengan Tia, membuat Valdi ingin menjahili gadis ini.
Lalu ia mencabut bulu halusnya.
Dan Tia reflek memukul paha pria ini.

"Ini sebenarnya ada darahnya nggak sich? Bikin ngiri aja..." Kata Valdi dengan menekan telunjuknya di lengan Tia. Maklum, saat mereka bersebelahan kulit mereka bagaikan kopi dan susu.

"Nggak ada darahnya. Aku kan keturunan vampir." Ucap Tia dengan lirikan mata yang menggoda.

Valdi kembali meremas lengan Tia.

"Astaghfirullah mas! Ini hubungan macam apa sich kok sering nyakitin gini?" Keluh Tia dan meringis melihat Valdi.

Valdi terkekeh seolah tak bersalah, lalu ia mengusap puncak kepala Tia dan sedikit bergeser menjauh dari gadis ini.

"Itu, nasib gamesnya gimana?" Tanya Valdi.

"Mas aja dech yang ngerjain. Mas kan smart people... " Kata Tia dengan mengulurkan ponselnya.

Valdi menerima dan melihat ponsel Tia.
Dengan mudah ia mengisi kotak-kotak yang kosong tadi.

"Dah! Selesai... " Kata Valdi dan menekan fitur level berikutnya.

"Beneran?! Selesai?!" Tanya Tia tak yakin. Karena Valdi menyelesaikan dengan cepat.

"Uda, Tet. Nih!" Pinta Valdi dengan memperlihatkan ponsel ke arah Tia.

"Iya....percaya..."

Valdi kembali lagi menatap layar ponsel.

Tia mendekat dan memangkas jarak. Dengan santainya, merebahkan pipinya di lengan pria ini.

'Ya Allah. Nih anak kok malah mepet lagi sich?!' batin Valdi.

Kemudian, Tia melingkarkan lengannya di lengan Valdi.
Beberapa kotak sudah terisi kata jawaban.

"Mau main?" Tanya Valdi yang jantungnya berdebar-debar.

"Nggak. Aku liatin mas aja." Kata Tia menolak, Valdi juga merasakan gelengan di lengannya.

"Ngapain ngeliatin wajahku?"

"Maksudnya liat mas main games. Bukan liat wajahnya mas. GR amat sich!"

#9 FOREVER, AND ONE (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang