Kedatangan Angga

16 3 1
                                    

HAPPY READING!!
Jangan lupa vote dan tinggalin jejak di kolom komentar yap!! 🙂

Lala memasuki rumah Ara dengan tidak sabaran setelah memarkirkan mobilnya di depan gerbang. Lehernya sedikit memanjang terlebih dulu memastikan kehadiran Ara di kediaman. Tapi yang didapat hanyalah wanita paruh baya yang sedang duduk bersantai memunggunginya menonton serial drama di TV sendirian.

"Assalamualaikum Tante," sapa Lala sopan masih berdiri di ambang pintu.

Mama Ara reflek menoleh dan menjawab salam. Wajahnya berubah antusias dan ceria seperti biasa setiap ada yang datang, terutama teman anaknya.

"Tumben kamu dateng ke sini nggak ngasih kabar, Sayang? Ada apa?" tanyanya begitu menghampiri Lala.

"Ehe. Iya, Tan. Lala mau nanya, Ara lagi di rumah ngga, Tan?"

Dahi Mama Ara berkerut, "Loh, Tante kira dia sama kamu. Katanya lagi ada rapat di sekolah. Makanya jam setengah 4 tadi dia pergi."

Lala tertegun mendengar jawaban wanita di depannya. Tenggorokannya terasa sempit sekedar meneguk salivanya sendiri.

"Memangnya ada apa, Sayang? Ara baik-baik aja, kan?" tanya Mama Ara berubah khawatir melihat raut wajah Lala yang sedikit pias.

"Eh, enggak ada kok, Tan. Lala cuman mastiin aja. Soalnya Lala coba hubungin dia tapi nggak diangkat. Mungkin ponsel Ara ketinggalan, Tan?"

Wanita itu menepuk jidatnya teringat, "Oh, iya. Ya ampun emang Ara suka ceroboh banget anaknya. Tadi Tante lihat ponsel dia masih ada di kasurnya pas Tante mau beres-beres."

Lala semakin menegang. Dalam hati ia benar-benar ingin merutuk sahabatnya itu karena penyakit kecerobohan yang selalu tidak pernah sembuh.

"Oh yaudah Tan kalau gitu. Lala mau pamit langsung pulang aja. Udah sore, hehe," pamitnya langsung tidak ingin lama-lama.

"Loh, kok cepet banget langsung pulang? Nggak masuk dulu buat makan? Tadi Tante baru aja selesai masak loh," tawar Mama Ara mempersilakan.

Lala menggeleng, "Nggak usah, Tan. Lala masih kenyang, udah makan tadi di rumah. Lala langsung pamit aja, keburu hujan," tolaknya sedikit tidak enak.

Mama Ara melihat ke arah luar dan mengangguk tersenyum, "Yaudah kalau gitu, hati-hati di jalan, ya," pesannya menepuk pelan pundak gadis di depannya.

Lala mengangguk dan mencium tangan Mama Ara seraya pamit dan melenggang pergi.  Ia memasuki mobil dengan gusar dan menginjak pedal gas dalam melesat ke sekolah. Soal kelihaian Lala dalam mengemudi jangan diremehkan. Ia bahkan bisa bermanuver di jalanan kalau dalam kondisi terdesak seperti sekarang.

Jarak berkisar lima puluh meter dari area sekolah, Lala menurunkan kecepatan. Tepat di depan gerbang sekolah, segerombolan anak laki-laki berdatangan menaiki motor sport dan satu-dua menggeber knalpot sengaja memancing keributan.

Lala meringis dan mendecak lidah menyadari kemungkinan dirinya terlambat sampai.

"Gawat! Mereka udah pada dateng. Ara, Lo lagi di mana, sih?" tanya Lala ke dirinya sendiri. Ia bingung harus melakukan apa sekarang. Tidak mungkin ia dengan santai menghampiri mereka dan nyelonong masuk sekolah. Yang ada justru dia yang menjadi korban tak bersalah dan dijadikan tawanan.

Lala geleng-geleng bergidik sendiri membayangkan.

Tapi gue harus bagaimana??

Belum selesai berseteru dengan pikirannya sendiri, beberapa anak yang semula masih nangkring di atas motor beralih turun dan memanjat gerbang sekolah. Terdengar seru-seruan saling teriak, bahkan ada yang mulai melempari gedung sekolah dengan batu di sekitar.

"Brengsek mereka! Seenak jidat aja mau ngehancurin sekolah orang!" dengus Lala yang sudah sebal.

"Mau nggak mau gue harus nyusul Ara sekarang," lanjutnya dan keluar dari mobil membiarkan kendaraannya itu tetap terparkir di tempatnya.

***

"WOY! KELUAR LO SEMUA! JANGAN PADA KAYAK TIKUS YANG BISANYA CUMA SEMBUNYI DOANG!"

Salah satu dari kawanan geng itu maju memimpin dan kembali melempar batu sembarangan ke arah gedung perpustakaan yang memang berada paling depan. Akibat dari ulahnya itu sebagian kaca jendela perpustakaan hancur menyisakan serpihan kaca yang berceceran. Sementara anak buah di belakangnya sibuk membuka gembok gerbang sekolah membuat akses masuk anggota lainnya.

Di dalam gedung sekolah yang sepi dan mulai gelap itu Ara menoleh cepat ke arah sumber suara. Sebenarnya bulu kuduk tangannya sudah berdiri saat menyisiri lorong dan koridor yang sangat sepi dan gelap itu. Tidak ada tanda-tanda keberadaan siswa lain, termasuk anggota OSIS yang melakukan rapat seperti jadwal yang sudah direncanakan sebelumnya.

Ara mengernyit heran mendengar suara kegaduhan yang berasal dari arah depan. Kakinya yang hendak melangkah menaiki anak tangga ke lantai dua terpaksa diurungkan. Karena penasaran, ia memutuskan memeriksa.

Lama-lama suara seruan dan teriakan itu semakin jelas. Tidak hanya suara teriakan, derapan kaki yang berlari dan mendekat juga jelas terdengar.

"Keluar kalian semua brengsek! Atau emang lo pengen sekolah kebanggaan Lo ini hancur dan jadi sampah, hah?!"

Langkah Ara tiba-tiba terhenti mendengar suara bariton barusan. Ia sangat mengenal siapa pemilik suara itu.

Suara itu, suara yang sama dari orang yang pernah menyakitinya dulu.

"Angga?"

Tanpa diundang, ingatan kejadian setahun yang lalu itu kembali datang berputar di otaknya. Kejadian yang membuat dia terjebak di antara kawanan geng motor yang datang menyerang sekolah dan sempat menjadikan dia tawanan. Ara yakin dan masih terekam dengan jelas bagaimana rupa Angga dan anggota gengnya yang menjadi musuh bebuyutan pentolan sekolah. 

Ia kira peristiwa tawuran itu telah berakhir dan tidak terulang lagi. Tapi entahlah mengapa mereka justru datang kembali dan memancing amarah membawa masalah.

Derapan langkah itu semakin dekat. Gerombolan geng itu sukses memasuki dan merusak isi gedung sekolah. Jendela-jendela pecah, bangku kelas semrawut tidak keruan, coretan-coretan tulisan kotor mulai menghiasi beberapa dinding sekolah.

Saat itulah Ara justru masih mematung di tempat. Pandangannya masih lurus menatap ke depan, namun pikirannya masih terbang ke mana-mana. Kedua kakinya seakan enggan digerakkan. Ia seperti dihipnotis oleh sesuatu yang menguasai otaknya, tanpa menyadari beberapa dari mereka telah melihat ke arahnya dengan cukup jelas.

"Hohooo! Ketemu lagi sama Lo gadis murahan!"

"WOY!"

Haph...

Entah dari mana datangnya muncul sekelompok remaja laki-laki yang berlari dan merangsek menyerang kawanan geng yang sudah menghancurkan sekolah. Bersamaan dengan itu, mulut Ara disekap oleh seseorang dari belakang dan menarik tubuhnya menjauh dari sana.

Ara terkesiap dan mencoba memberontak namun tenaga orang yang membawanya itu jauh lebih besar. Orang itu menarik tubuh Ara secara paksa membuat gadis itu meringis menahan perih pergelangan tangannya yang dicengkeram kuat. Pikiran Ara kembali liar teringat bagaimana ia disekap dan diseret untuk dijadikan tawanan tawuran.

Hingga akhirnya Ara berhenti memberontak saat keduanya tiba di salah satu ruang gudang yang cukup gelap dan pengap. Orang yang memakai baju serba hitam itu menempatkan Ara di salah satu sudut ruangan. Ara tidak bisa kemana-mana sekarang, bahkan posisi tubuhnya sempurna telah terkunci dengan punggung menempel di tembok belakang.

"Ssssttt, nggak usah takut. Ini gue, Ar." bisik orang itu membuka masker memperlihatkan wajah tepat di depan Ara membuat gadis itu melebarkan mata.

Bersambung....

Hmmm, kira-kira siapa ya dia? Dan bagaimana kelanjutan dari aksi tawuran antara geng Angga dan remaja sekolah Ara?
Semua akan dikupas dan terungkap secara tajam, setajam... SILET! Wkwkw. 🤣

Dahlah, pantengin aja kelanjutannya di next part. Jangan lupa vote dan komentarnya biar tambah semangat. See you! 😘😘

S E L A R A STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang