Cosplay Bang Thoyib

16 4 2
                                    

Kamu yakin tetep pergi sore ini?"

"Iya, Ma. Rapatnya nanti jam empat. Setengah jam lagi kalau aku nggak ada di sana, bisa kena tegur orang-orang," jawab Ara setengah gusar sembari membenahi tali sepatu.

Wanita paruh baya itu memanjangkan leher sebentar, melongok melihat keadaan luar dari jendela dapur yang terbuka. Setelah itu tangannya kembali sibuk memasak menu makan malam untuk keluarga. "Udah mendung, tuh. Nanti kamu kehujanan bisa sakit, loh."

"Aduh, Mama bisa aja pengin nahan Ara buat pergi. Udah, Ara pamit berangkat dulu. Dahhh!" pamit Ara cepat menggamit tangan Mamanya dan menciumnya

"Hati-hati, Sayang! Jangan kemaleman pulangnya!"

Sebagai jawaban Ara hanya mengacungkan jempol. Kakinya lincah berlari keluar dari halaman menuju pos satpam komplek perumahan, tempat biasa dia menanti angkot atau bus saat berangkat sekolah. Tapi sekarang bukan jam-jam sekolah. Lain pula jam operasional angkot dan bus seperti sore hari sekarang.

Terhitung lima belas menit Ara menunggu tak sabaran. Untuk kesekian kali matanya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan. Waktunya sudah mepet sekarang. Dalam hati Ara dongkol merutuk Mamang sopir angkot langganannya waktu berangkat sekolah. Tidak bisa diajak kompromi!

Ara membetulkan jilbabnya sebentar kemudian memutuskan berlari-lari kecil menuju sekolah. Jaraknya lumayan jauh memang, tapi apa boleh buat? Jalanan ramai. Beberapa pasang mata melihat ke arahnya dengan tatapan yang beragam. Dari sekian banyak kendaraan yang melintas, yang membuat Ara terheran adalah kenapa tidak ada bus atau angkot yang berjalan searah?

Tubuh Ara kembali berkeringat. Kalau saja bukan karena rapat kerja organisasi sekolah, dirinya juga tidak mau harus bersusah payah seperti ini. Terhitung masih tiga kilometer lagi untuk sampai. Astaga, ini cukup melelahkan. Hari semakin beranjak sore. Langit menggelap. Ara mendecak lidah. Kalau begini sudah kelewatan telat. Membayangkan datang terlambat masih ngos-ngosan dilihat anak banyak, ditambah lagi ada beberapa guru pembina sudah cukup membuat Ara geleng-geleng kepala.

Saat tengah berlari, jarak beberapa meter di depan Ara harus masuk ke belokan. Belokan itu ada di seberang jalan. Sekali lagi gadis itu melirik jam. Sudah lewat hampir lima belas menit dari waktu yang seharusnya, ia kembali bergegas. Merasa jalanan sudah cukup sepi untuk menyeberang, Ara berlari tanpa perlu menoleh ke belakang.

Tiinnn!! Tiiinnn!!

Ckiiiiittttt!!

"ARAAA!!!"

***

"Ya ampun! Tuh anak lagi di mana, sih? Mau cosplay jadi Bang Thoyib apa gimana? Ditelpon nggak diangkat, gue kirim pesan nggak dibalas," gerutu gadis berambut sebahu dengan tangan masih menempelkan ponsel ke telinga. Kesekian kali tidak ada sahutan dari seberang, ia memutuskan melempar ponselnya di atas kasur lantaran kesal.

Gadis itu melirik jam dinding yang menggantung di kamarnya. Pukul 16.15 tepat. Ia membuang nafas gusar. "Jangan bilang dia udah pergi ke sekolah dan nggak tau kalau di sana lagi ada sekumpulan geng kakak kelas. Gawat!"

Tiba-tiba ponsel yang ia lempar sembarangan tadi berbunyi. Sebuah panggilan masuk. Gadis itu cepat menyambar dan duduk asal jeplak. "Iya, Wid? Ada apa?"

"Ara lagi sama lo nggak?"

"Enggak. Gue coba hubungin dia aja sampai sekarang nggak ada jawaban. Emang kenapa?"

"Jangan-jangan dia udah pergi ke sekolah, La!"

Gadis yang ternyata bernama Lala itu menggigit bibir, "Ya gue juga udah firasat gitu. Emang lo tau gimana keadaan di sekolah kayak gimana?"

"Sebenernya gue belum tahu gimana pastinya. Tapi dari kabar-kabar sih mereka udah siap buat tawuran! Itu Ara dia emang nggak tahu apa gimana?"

Lala mendecak lidah, "Gue juga nggak ngerti. Lagian pengumuman rapat dibatalin kan juga mendadak banget. Pasti ini ulah beberapa kakak kelas yang jadi anggota rapat sengaja ngasih pengumuman dadakan gini biar sekalian ngerjain."

"Songong banget ngerjainnya kayak gitu! Trus Ara jadinya tuh anak gimana?"

"Gue pastiin dulu ke rumahnya sekarang."

Selang beberapa saat panggilan berakhir. Lala mengamati sebentar keadaan luar dari balkon kamar. Langit semakin gelap. Tidak ingin berlama-lama, ia berganti pakaian panjang dan memakai jaket tebal. Setelah itu ia mengambil kunci mobil dan bergegas keluar kamar. Hari ini orang tuanya masih sibuk lembur di kantor perusahaan, jadi ia bebas keluar tanpa perlu minta izin ke siapapun.

Mobil Honda Jazz biru mengkilap yang dikendarai Lala berjalan melesat menuju rumah Ara. Dalam hati gadis itu harap-harap cemas. Bukan karena apa-apa. Mengingat kejadian setahun yang lalu saat itu membuatnya dan Widya benar-benar cemas. Dan karena kejadian itulah yang membuat Lala sempat merasa gagal menjadi seorang sahabat


Bersambung...

Haloo readers!!
Makasih banyak udah berkunjung dan semoga kalian suka yap 😊. Ditunggu komentar dan vote-nya biar bikin aku tambah semangat buat update-nya😌🤗

S E L A R A STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang