Kebencian Revan

4 1 0
                                    

HAPPY READING!!
Jangan lupa tetap tinggalkan jejak 😘

Revan mendengus meniti setiap lorong ruangan rumah sakit dengan langkah kakinya yang panjang-panjang. Jemari tangannya terkepal membuat otot-otot di sana mencuat. Kedua mata elangnya yang tenang namun bersorot tajam hanya fokus menatap ke depan. Tidak peduli dengan keadaan sekitar. Kedua telinganya bahkan tidak merespon seruan Lala dan Widya yang sudah heboh menyapa saat berpapasan.

Tiba di ujung koridor, Revan berbelok ke kanan dan kembali melangkah. Ujung kakinya berhenti tepat di depan sebuah pintu ruangan yang masih tertutup. Remaja itu menghirup napas dalam-dalam berusaha mengatur emosi supaya tidak meledak.

Pintu itu akhirnya terbuka sepenuhnya menampakkan penghuni ruangan yang terbaring lemah di sana sedikit terperangah. Revan tegap melangkah mendekati remaja laki-laki yang berbaring itu cepat-cepat. Dilihat dari wajahnya, usia mereka tidak jauh berbeda.

"Udah selesai jadi pengawal cewek Lo?" ucap remaja dengan tubuh diperban itu tiba-tiba sontak membuat rahang Revan mengeras.

"Gue peringatin sekali lagi, Farel. Jangan pernah deketin dan libatin dia ke dalam masalah Lo sendiri. Ngerti?" tekan Revan langsung tepat di depan wajahnya.

Remaja yang tidak lain adalah Farel itu menyeringai sinis seolah gertakan Revan tadi hanya candaan. Tidak memberi efek apa-apa.

"Apa hak Lo ngelarang gue buat berhubungan sama dia, hah? Oke, dia cewek Lo. Tapi Lo nggak ngerti kan, selama ini dia yang suka rela datang sendiri ke gue. Sama kayak kejadian tadi."

Otot-otot Revan kembali mengeras demi mendengar jawaban Farel barusan.

"Gue nggak butuh dengerin omong kosong Lo. O ya, Lo lupa kalau Lo tadi hampir mati di tangan Angga? Kalau bukan karena gue terpaksa nolong Lo buat nyari Ara, gue nggak sudi pertahanin nyawa Lo yang berharga itu tetap ada di dunia," balas Revan tajam sekaligus pedas lalu balik badan meninggalkan Farel yang langsung terdiam.

Pintu bercat putih bersih itu sempurna kembali tertutup menyisakan ruangan Farel yang lengang. Napas Farel naik turun menatap kepergian punggung Revan yang menghilang dari balik kaca jendela. Kepalanya mendadak panas mendengar ucapan menohok dari Revan barusan.

Farel tidak membantah semua ucapan Revan karena itu memang faktanya. Nyawanya yang semula berada di ujung tanduk hampir melayang kalau saja Revan tidak datang di waktu yang tepat.

Tapi yang dia pikirkan sekarang bukan itu masalahnya. Dia tidak merasa sedang berhutang budi karena tidak meminta Revan datang untuk menolongnya. Tidak. Farel tidak akan berterima kasih untuk itu.

Yang terpenting sekarang adalah, bagaimana nasib dan reputasi dia di sekolah nantinya? Terbayang betapa malunya dia yang sudah jelas-jelas kalah telak berhadapan dengan Angga. Farel yang dikenal sebagai senior paling disegani dan ditakuti sebagai pentolan sekolah kalah di arena pertempuran. Yang paling memalukan, justru junior sekaligus rivalnya yang mengakhiri pertempuran itu sendirian. Siapa lagi kalau bukan Revan.

Masih segar ingatan Farel saat menghadapi Angga dan kawanannya di dekat gudang sekolah tempat dia menyembunyikan Ara. Waktu itu Farel dan segelintir temannya kalah jumlah dengan kawanan Angga yang langsung bejibun menyusul.

Entah datang dari mana saat Farel lengah, seorang anggota dari kawanan Angga menusuknya dengan sebilah pisau di area perut telak. Farel dan beberapa temannya yang masih bertahan berusaha melawan Angga dan komplotannya dengan sisa tenaga namun percuma. Saat Farel masih menahan bilah pisau yang menancap, dia sempat dihajar habis-habisan. Tubuhnya limbung kehabisan darah.

Tepat sebelum kesadarannya benar-benar hilang, Revan dan Ozy tiba-tiba datang menghajar komplotan Angga hingga mereka menarik mundur pasukan. Tidak tahu bagaimana mereka membuat para musuhnya itu menyerah. 

S E L A R A STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang