Menunggumu

5 0 0
                                    

HAPPY READING!!

Mata Ara mengerjap. Silau dengan cahaya matahari lurus menembus kaca jendela masuk ruangan serba putihnya. Tangannya sedikit nyeri namun terasa lebih bebas lantaran selang infus tidak lagi menempel di sana. Barang-barang yang semula masih tergeletak sembarangan di meja sofa dan nakas kini rapi seperti semula. Pandangannya mengedar setiap sudut ruangan. Tapi tidak menemukan tanda-tanda seseorang, sebelum suara heboh itu mendadak terdengar.

"Ar! Ya ampun, syukur deh Lo udah bangun. Gue sama Widya semalem beresin semua waktu Lo lagi pules tidur. Si Kutu malah langsung nyelonong pergi waktu gue suruh bantu-bantu," keki Lala begitu masuk membuka pintu.

Ara mengernyit menatap sahabatnya itu bahkan sudah rapi mengenakan seragam sekolah. Ia baru sadar kalau sekarang hari Senin.

"Widya kemana? Pulang?" Ara sedikit meringis merasakan kepalanya sedikit berdenyut saat berusaha duduk. Lala sigap langsung membantu.

Kepala Lala mengangguk. "Paling nggak ada sepuluh menitan dia udahl pulang. Panik bangun kesiangan. O ya, nih gue beliin bubur ayam buat Lo. Lo makan ya ntar."

Ara melihat kantong plastik di tangan Lala. Sebenarnya perutnya terasa sedikit mual. Tidak minat sama sekali memasukkan sesuatu ke lambungnya. Tapi ia hanya tersenyum, tidak enak sudah membuat sahabatnya itu repot.

"Oiya, hari ini sementara Lo nggak perlu sekolah. Gue udah ngarang alasan ngomong sama Tante Farah kalo Lo lagi nginep di rumah gue karena kemarin pulang malem dan Lo bakal pulang hari ini. Lo nggak perlu khawatir ketinggalan pelajaran atau gimana, gue yakin di sekolah juga bakal nganggur. Kan masih pada ancur gara gara tawuran kemarin," cengir Lala santai dan bersiap.

Ara kembali mengangguk. "Sorry udah ngerepotin kalian."

Lala mengibaskan tangan tidak masalah. "Lo jangan gitu dong, Ar. Kayak sama siapa aja. Btw, gue harus cabut sekarang keburu kesiangan. Sorry gue ngga bisa bantu Lo siap siap pulang. Ntar ada si--eh, udah ya gue pergi dulu. Dahh!"

Kedua alis Ara tertaut melihat tingkah aneh Lala barusan. Bahkan sebelum Ara bertanya, gadis itu sudah terlebih dulu berlari dan menghilang dibalik pintu yang kembali menutup.

Ara mengembuskan nafas pelan. Tubuhnya masih terasa lemas. Tapi rasanya jauh lebih baik dibanding kemarin.

Meski kepalanya terasa seperti berputar-putar, ia berusaha beringsut bangkit. Posisinya masih duduk di tepi ranjang dengan wajah menunduk.

Setelah membenahi jilbabnya yang sedikit berantakan, perlahan Ara mencoba berdiri berpegangan pada tiang infus.

Percobaan pertama gagal. Tubuhnya melemah kembali terduduk. Batok kepalanya seperti mau pecah. Ara meringis memegangi kepala.

Ara kembali berusaha. Kali ini percobaan ke dua berhasil. Namun baru beberapa saat bertahan di atas kedua kakinya, pegangan jemari di tiang infus itu tidak kuat. Tubuhnya mendadak seperti limbung. Pemandangan jendela yang dilihat di depan mata mendadak berubah seperti ombak lalu berputar-putar. Kakinya sudah tidak kuat.

Saat itulah tubuhnya benar-benar lemas hendak ambruk namun tertahan oleh sesuatu. Sesuatu yang hangat dan kokoh yang kini melingkari pinggangnya.

Ara terkesiap. Belum sempat Ara menoleh dan membuka suara, tubuhnya sudah terangkat di udara oleh dua tangan yang langsung menggendong ala bridal style. Posisi itu lebih dari cukup membuat Ara merasa nyaman berada di dada bidang lelaki itu dan menghirup aroma khas yang menguat dari sana.

Saat itulah Ara menyadari sesuatu.

Gadis itu kembali terkesiap ketika lamunannya buyar lantaran tubuhnya kembali mendarat di atas permukaan ranjang. Ia merasakan perlakuan yang begitu hati-hati dan lembut itu dari seseorang di depannya. Seseorang yang menambah kondisi organ tubuhnya jadi kenapa-kenapa. Hati dan jantungnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

S E L A R A STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang