Eva berlari sekuat tenaga, kakinya terasa seperti terbakar dan jantungnya berdebar kencang di dadanya. Napasnya terengah-engah, dia hampir tidak bisa melihat jalan di depannya.
Rasanya seperti melihat hantu, dan ini lebih menyeramkan.
Teringat dengan jelas tatapan mata sang pangeran bagaikan dua pisau tajam yang menusuk jiwanya. Eva tidak pernah melihat tatapan yang sedingin dan sedatar itu.
Hanya dengan tatapan itu bisa menegaskan aura berkuasanya sang pangeran. Mungkin itu juga yang membuat semua orang segan pada calon raja. Dia takut! Niat hati ingin menenangkan diri malah menjemput kesialan yang lain.
"Ayah... Ibu... Kenapa aku harus hidup seperti ini?" keluh Eva tanpa sadar pipinya memanas. Dia takut...
Tak ada lagi hari esok yang menjanjikan untuknya karena berjuang sendirian di dunia kejam ini.
Tubuhnya terasa begitu remuk, yang dia inginkan sekarang hanyalah tidur, tapi sekarang kakinya terus melangkah tanpa arah.
Sang pangeran tidak berkata sekata patah pun, tapi aura mendominasi masih terasa merasuk hingga seluruh syaraf.
Eva berlari tanpa menoleh ke belakang, tidak peduli ke mana dia pergi. Dia hanya ingin menjauh dari kehidupan ini. Bahunya bergetar seiring dengan tangisannya sambil menggeleng.
Terus berlari, sampai Eva merasa kakinya tidak kuat lagi melangkah dan gadis kurus itu roboh di tanah yang basah.
Eva terduduk di sana, terengah-engah dan dengan tubuh yang masih gemetar. Dia memeluk lututnya erat-erat berusaha untuk menenangkan diri.
Lahar panas mengalir deras membasahi pipinya, dia merasa seperti anak kecil yang tersesat dan ketakutan. Eva tidak tahu kesialan mana lagi yang akan terjadi padanya selanjutnya.
Kenapa tak ada lagi hidup tenang dalam hidupnya?
Matanya terpejam sudah tak kuat lagi menahan kantuk. Ketika kepalanya sudah terjatuh ke pundak gadis itu terkejut karena mendengar suara anjing menggonggong.
Walau sudah tak kuat melangkah, Eva memaksa kakinya untuk terus berlari. Tak tahu ke mana dia melangkah, tapi gadis itu menyadari jika dia akhirnya kembali ke istana. Tak ada lagi yang lebih melegakan daripada ini.
Dengan sisa tenaga terakhir, terseok-seok, akhirnya dia berhasil dan kembali ke kamar pembantu yang terasa begitu sunyi, kecil, sempit, dan juga pengap.
Eva tak suka tempat ini, tapi dirinya tak bisa protes karena dia hanya seorang budak. Rumah pohon memang menawarkan kenyamanan, tapi dia tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di sana.
Sebisa mungkin Eva akan menghindari sang pangeran sejauh apa pun radarnya mendeteksi.
"Ibu... Ayah... Aku ingin mati saja," tangis Eva memeluk tubuhnya di tengah keheningan. Tidak akan ada yang mengerti perasaannya, jadi nasib soal apa pun yang terjadi pada hidup ini akan dipendam sendirian.
Gadis itu akhirnya tertidur kelelahan karena kebanyakan menangis dengan seluruh kaki yang hampir patah.
Eva berharap takkan pernah lagi membuka matanya esok hari.
👑👑👑👑👑
"Maafkan aku karena tidak pernah becus kerja." Eva hanya mampu menunduk dalam merasa begitu bersalah pada Helen dan para pelayan yang lain.
Gadis itu tidak akan mengangkat kepalanya karena begitu malu karena bangun kesiangan karena kelelahan kebanyakan menangis.
Helen menghela napas. Mau bagaimana lagi, anak magang memang selalu saja ada drama seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROYAL PRINCE AND HIS INNOCENT MAID
Lãng mạnKehadiran Eva Mariette meluluhlantakkan kesempurnaan seorang Earl DeMorant, sang putra mahkota. Earl yang serius, Earl yang tenang tapi berbahaya, Earl yang hidup dalam kesempurnaan diusik oleh kehadiran seorang pembantu polos nan lugu. Eva yang c...