Jaja benar-benar menepati janjinya, dia membawa Amel sekaligus dengan Sisil untuk makan bersama di kantin fakultas.
"Jadi kita besti dong sekarang?" tanya Amel dengan mengangkat kedua alisnya.
"Kita bertiga?" Jaja berusaha memastikan.
"Lo sama gue!" jawabnya enteng.
"Terus gue gimana?" Sisil cemberut karena tidak diajak.
"Duh, jangan cemberut dong!" Ucap Amel sambil menepuk-nepuk pipi Sisil. "Ini gue lagi mempererat hubungan aja sama Jaja."
"Ya harusnya gue ikut. Biar gak ada cemburu sosial," timpal Sisil sebal.
Amel tertawa, gemas sendiri deh sama Sisil.
"Lo sama gue kan emang udah besti. Kalau gue sama dia kan belum," ucap Amel sambil menatap Jaja yang menguyah keripik pisang.
"Bocah ini begitu karena udah gue traktir!" Jaja bersuara.
"Iya," Amel membenarkan, "karena udah ditraktir kita jadi besti, terus boleh deh kapan-kapan traktir lagi."
Ketiganya tertawa mendengar penuturan Amel, pria yang memberikan traktiran hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Ngomong-ngomong soal bestian, lo berdua baru akrab atau gimana?" Sisil bertanya karena tadi dengar-dengar mereka itu satu almamater saat SMA.
"Sebenarnya enggak deket-deket amat. Kenal dia juga karena dia gebetan temen gue plus karena dia suka tebar pesona di depan adik kelasnya, dih najis!" Amel jadi membayangkan masa-masa itu lagi.
Jaja melotot, dia dibilang tukang tebar pesona? Yang benar saja.
"Kapan gue tebar pesona?!" Jaja berusaha menanyakan kredibilitas ucapan Amel.
"Yakin lo tanya kapan?"
"Iya lah! Gue merasa gak pernah ya, tebar pesona." Jaja ngotot.
"Astaga, gue ingetin setiap hari Senin lo adalah satu-satunya gebetan temen gue yang selalu merasa sok kecakapan!"
"Terus letak gue tebar pesona di mana?!"
"Ya itu, selepas upacara elo pasti lewat di depan kelas gue sama temen lo yang mukanya kaku itu. Padahal ada jalan lain buat ke kelas lo. Lo sendiri tahu kan kalau ada ciwi-ciwi fans club lo, di kelas gue," jawab Amel dengan gaya cibiran.
Bicara sama Jaja itu tidak perlu manis-manis. Zaman SMA benar-benar menyebalkan di mata Amel, temannya akan selalu histeris setiap kali melihat Jaja lewat di depan kelasnya. Agak horor, karena rata-rata semua wanita memekik heboh. Kecuali Amel saat itu.
"Kok kalian palah jadi ribut sih?!" Sisil jadi merasa sedikit bersalah.
"Berarti lo juga begitu dong?" Masih berlanjut ternyata.
"Dih, garis bawahi nih, gue gak pernah kek jamet kuproy! Liat lo doang harus sampai histeris."
"Udah ngaku aja!"
"Sok asik banget lo! Fakta ya, kalau gue gak pernah masuk jajaran fans club lo." Amel membuang wajahnya.
"Udah-udah. Ini kenapa palah jadi ribut gini sih! Kalau gini tadi kan mending gue gak tanya." Sisil menyesalinya.
****
"Sil, rumah lo di mana? Mau gue anter enggak?" tanya Amel pada Sisil yang tengah fokus memasukkan alat tulisnya ke dalam tote bag.
"Rumah gue di kompleks perumahan Adi Mataram. Emang kita searah?"
"Adi Mataram yang utara atau yang selatan?" Amel bertanya lagi.
"Yang utara, udah gak usah repot-repot mau nganterin gue," Sisil bangkit dari tempat duduknya begitupun dengan Amel.
"Udah yok pulang sama gue!"
"Heh, serius?"
Amel menatap Sisil, memangnya muka Amel sekarang ini gak ada tampang serius-seriusnya apa?
"Ck, serius gue. Rumah gue di jalan Muara, kebetulan ngelewatin kompleks perumahan lo," jawab Amel.
"Enggak usah ah, gue bisa pesen taksi online aja," Sisil ini tidak menanggapi serius ajakan Amel.
Amel merotasikan bola matanya, "Katanya kita udah besti. Lagian lebay lo! Gue bisa nganterin lo pulang dengan selamat, santuy!"
Sisil menatap Amel sambil mesem, kalau begini Sisil ya tidak bisa menolak.
"Dilihat-lihat keknya lo belum pernah melewati jalanan kota Jakarta pas sore hari naik motor ya?" Dengan percaya diri Amel menebak.
"Kok lo bisa tau sih," jawab Sisil. Dia menarik tangan Amel agar bisa segera keluar dari dalam ruangan.
"Tau lah, perumahan Adi Mataram kan perumahan orang tajir melintir, rumahnya orang-orang banyak duit," Amel ini tahu betul. "Mana ada orang-orang di sana mau naik motor, kecuali kepepet. Dilihat-lihat lo juga keliatannya anak emas," imbuhnya sambil tertawa.
"Gue anak Emak Bapak lah!"
****
Sesampai di parkiran Amel langsung memundurkan motornya, motor Amel juga sudah dihidupkan, demi keselamatan Amel selalu menggunakan helm, bahkan dia membawa dua helm untuk berjaga-jaga---seperti sekarang ini. Sebenarnya kalau hanya untuk keselamatan pengendara itu alasan klasik, memang benar sih, tapi untuk cewek pasti ada alasan lain juga. Salah satu alasan lain Amel adalah agar wajahnya gak burik-burik amat.
Skincare yang Amel pakai memang tidak semahal orang lain. Maka dari itu dia harus melindungi wajahnya extra.
Setelah menerima helm Sisil duduk di jok belakang dengan nyaman.
"Sampai rumah lo lima belas ribu ya, Sil," belum apa-apa Amel sudah memasang tarif.
Amel nyengir sambil menunggu reaksi Sisil dari kaca spion.
"Jadi bayar?" Beo Sisil.
"Kalau perjalanannya asik lo mesti bayar seharga nasi Padang, minimal ada feedback lah," jawabnya sambil tertawa.
"Buset, baru bertemen beberapa jam sama lo aja gue dah paham sifat lo," jawab Sisil geleng-geleng.
"Haha, please deh. Becanda itu, tapi kalau mau diseriusi gak papa. Gue enggak keberatan," Amel semakin tertawa ngakak.
"Udah buruan jalan! Keburu gelap nanti."
****
"Gue udah kek cowok lo ya, nganterinnya depan gerbang pas. Gak sekalian suruh masuk nih?" ucap Amel sambil menerima helm.
"Mau masuk?" Sisil membenarkan rambutnya.
"Enggak, gue becanda," Amel mesem. "Ya udah, gue pulang ya. Bye Sisil!"
Amel benar-benar sudah pergi dari hadapan Sisil, bahkan punggung gadis itu sudah tidak terlihat lagi di pelupuk mata Sisil.
Mengenai traktiran nasi Padang itu hanya bercandaan Amel. Padahal kalau Amel tidak bercanda, Sisil akan benar-benar membawanya mampir di rumah makan Padang.
Amel menghela napas, kemudian masuk ke dalam rumah yang gerbangnya tertutup.
______
JANGAN LUPA UNTUK VOTE YA TEMAN-TEMAN KARENA ITU SALAH SATU BAGIAN KECIL UNTUK APRESIASI.
KALIAN JUGA BISA FOLLOW AKUN INSTAGRAM @n.vavaaastory di situ ada potongan chattingan para pemain yang pastinya seru!
Terima kasih<3
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
RandomAmelia Damayanti perempuan normal seperti layaknya perempuan yang lain. Dia memiliki lingkungan keluarga, pertemanan yang baik dengan bermacam pola bentuk. Di usianya yang sekarang ini dia menemukan banyak hal-hal baru yang mampu membuat pikirannya...