3. Si Kaku?

15 4 0
                                    

"Amel, malam ini sibuk enggak?" Sang Ibunda mengetuk pintu kamar putri semata wayangnya.

"Enggak Bun, kenapa?" jawabnya setelah membuka pintu kamar.

Bunda Ayu nama ibu dari Amel, beliau ini salah satu guru di SMP yang tidak jauh dari rumahnya. Kira-kira sudah 22 tahun lebih menjadi seorang guru di sekolahan tersebut.

Wanita dengan kulitan putih itu mengusap wajah putrinya yang tampak kelelahan.

"Capek ya?" tanya Bunda Ayu pengertian, karena beliau tahu aktivitas anaknya hari ini.

"Enggak kok, emang ada apa sih Bun?" tanya Amel dengan wajah bingung.

"Bantuin Bunda yuk!"

"Bantuin apa Bun?"

"Bantuin masukin nilai siswa Bunda," jawabnya.

"Ah, iya. Amel ambil laptop dulu," balas Amel, perempuan itu masuk kembali ke dalam kamar untuk mengambil laptopnya.

Amel itu bukan orang yang dengan mudah menolak permintaan dari orang tuanya.

Bunda Ayu menunggunya di ruang keluarga, senang rasanya jika anaknya itu mau menurutinya. Amel itu pribadi yang selalu memprioritaskan kedua orang tuanya.

Gadis itu sudah duduk di tikar berbulu. Jelas malam ini dia akan begadang, dan nanti dia akan memasang banyak alarm agar bisa bangun tepat waktu.

Amel sudah menyetel laptopnya, tangannya kemudian terangkat untuk menguncir rambut hitamnya.

"Ayah di mana Bun?" tanyanya yang celingak-celinguk mencari keberadaan sang ayah.

"Lagi di kamar, lagi gmeet sama karyawan kantor," jawab Ayu.

Amel hanya ber-oh-ria saja sebagai respon.

"Kenapa?" Ayu tanya balik.

"Mau ngasih selembaran sama Ayah," jawabnya dengan mata yang fokus pada layar laptop.

"Selembaran apa?" Bunda Ayu nampaknya penasaran, apa yang akan di minta anak perempuannya kali ini.

"Proposal lah Bun, mau ganti ponsel baru," Amel tertawa sambil menaik-turunkan alisnya.

"Kamu punya tabungan enggak?" tanya Ayu lagi.

Amel tersenyum, kemudian dia mengangguk. "Ada sih, makanya mau ngajuin proposal ke Ayah," ujarnya dengan wajah senang.

Sedari dulu Amel itu diajari untuk meminta sesuatu dengan penuh pertimbangan. Amel memakai caranya sendiri. Gadis itu kalau memintanya sesuatu yang nilai harganya mahal, pasti membuat proposal. Jangan heran, proposal itu salah satu batu loncatan Amel untuk mendapatkan apa yang dia mau.

Walaupun Amel masuk ke dalam katagori orang berada, dia tidak suka hidup foya-foya. Intinya dia masih tahu dirilah.

****

Langkah Amel semakin lama semakin lebar, dia seperti tengah tour di gedung fakultas.

Tadi saat di parkiran Amel baru membuka pesan dari Sisil kalau mereka berpindah tempat ke gedung fakultas bisnis. Awalnya dia memarkirkan motornya di kompleks gedung FK dan FKIP karena Amel pikir dia masih akan melanjutkan agenda MAPMABA di gedung FKIP.

"Buset, yang mana ini ruangannya," napas Amel terengah-engah.

Sambil berkacak pinggang dia melihat setiap ruangan yang ada. Tapi sebelum kembali menyusuri gedung, Gadis itu sempat bertanya kepada salah satu panitia yang Amel kenali dari name tag yang tergantung.

"Kak maaf mau tanya, peserta MAPMABA prodi manajemen di ruangan yang mana ya, Kak?"

Sebelum menjawab orang itu melihat jam tangannya, "Itu ada di lantai dua, kamu naik aja, tepat di samping tangga," jawabnya.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang