Amel duduk bersila di depan Sisil yang tengah mengepang rambutnya. Panjang lebar dia bercerita pada Sisil tentang kejadian yang ia alami beberapa jam yang lalu.
Kalau diingat-ingat nyebelin. Gimmick banget pokoknya. Amel sampai bergidik.
"Udah lah, sabun cuci muka gue yang itu buat lo aja!" Sisil sudah tidak tahan lagi dengan ke alayan Amel.
"Ck, tempat kita itu beda merek anjir, Gak cocok!" timpal Amel.
"Coba dulu," Sisil masih berusaha menawarkan.
"Males!" Amel yang tanpa pikir panjang menolak.
"Serah lo deh, udah sana buruan mandi!" Sisil mendorong lutut Amel dengan kakinya.
"Nanti, masih keringatan."
"Iyalah, orang ceritain Bian urat lehernya sampe tegang!" Sindir Sisil.
"Apa sih lo!" Amel menatap malas.
****
Layaknya manusia normal yang tengah dimabuk validasi anak-anak kelas Amel pergi ke studio foto sebelum jam kuliah pertama di mulai. Kebetulan studio foto itu bersebrangan dengan kampus. Mereka berencana untuk foto bersama menggunakan almet kebanggaan. Sudah bisa dijamin bahwa pasti nanti postingan teman-temannya akan mengupload foto yang sama.
"Almetnya kek punya UI?" Amel tertawa karena warnanya sama dengan almet universitas Indonesia.
"Ya anggap saja kita cabangnya UI," timpal Jaja.
"Heran banget gue, ini kuning tuh favorit apa gimana sih."
"Protes mulu lo, yang penting udah lunas!" Sahut Sisil. Lalu ketiganya tertawa keras.
"Mau pakai almet kek gini aja mesti masuk golongan dua," ujar Jaja pura-pura sedih.
"Bener Ja! Bener!" Amel mengangkat kedua tangannya kemudian dia bertepuk tangan di depan wajah Jaja.
"Masih mending kalian masuk di golongan dua. Lah gue? Di golongan empat," ujar Sisil lemas.
Amel memutar bola matanya, "Ya ampun jangan berkecil hati besti, ingat lo itu juga mampu masuk jalur mandiri. Duit ortu lo pasti gak akan habis," ucap Amel sambil cengengesan. "Jangan keliatan kek orang susah, ah!" imbuhnya dengan mendorong kecil lengan Sisil.
"Sinting! Gue ini beban keluarga!"
"Sama lah!"
"Sama-sama beban keluarga gak usah ribut! Yang penting tahu diri untuk belajar yang bener," ucap Jaja menengahi kedua temannya.
Amel memandang Jaja dengan tatapan sulit diartikan. Jika diartikan pun mungkin seperti ini, seperti tatapan kagum, seperti tatapan julit, seperti tatapan meledek.
"Omongan lo, mantep banget! Gue doain semoga di tengah jalan lo gak ngebet pingin married. Haha," ujar Amel, Sisil pun ikut tertawa.
Jaja memandang malas ke dua temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
RandomAmelia Damayanti perempuan normal seperti layaknya perempuan yang lain. Dia memiliki lingkungan keluarga, pertemanan yang baik dengan bermacam pola bentuk. Di usianya yang sekarang ini dia menemukan banyak hal-hal baru yang mampu membuat pikirannya...