9. Pentolan SMA

2 0 0
                                    

SEMOGA SUKAAAA🤍

JANGAN LUPA SENYUM YAAA

Jaja semprul! Tahu seperti ini Amel tidak mau nebeng. Tahu akan jadi orang terlantar dengan duduk di atas motor yang terparkir, sedangkan pemiliknya ada di dalam kafe dan sibuk bercengkrama dengan kawan lama.

Amel melipat kedua tangannya. Dari luar dia tidak dapat melihat jelas dengan siapa Jaja ngobrol karena tertutup tanaman yang ada di dalam kafe tersebut.

Sedangkan di dalam kedua orang itu dapat melihat dengan jelas ke arah luar, terlebih lagi melihat keadaan Amel yang lumayan memprihatinkan. Tapi tetap terlihat manis.

Gadis yang masih betah duduk di parkiran melipat kedua tangannya. Awalnya Amel itu diajak untuk masuk, tapi dia tolak tawaran Jaja. Kalau tahu selama ini kan lebih baik Amel ikut dan minta traktir sekalian.

Semilir udara sore ini juga masih terasa panas di kulit. Amel membayangkan dalam kafe itu pasti dingin dan penuh makanan enak-enak. Sumpah kalau Amel tidak punya malu dia masuk saat ini juga. Minimal kalau enggak makan yang ngadem aja.

****

Lawan bicara Jaja menyilangkan kedua tangannya dengan kemeja yang tergulung, kalau di lihat urat-urat besar yang ada ditangannya sangat ketara dan kontras dengan kulit putihnya. Hal tersebut menambah kesan maskulin.

"Temen lo gak disuruh masuk?" tanyanya.

"Udah tapi gak mau," jawab Jaja sambil melirik Amel yang sibuk dengan ponselnya di seberang sana.

"Bagus deh, jadi gak berisik!"

Jaja menyeruput minuman dinginnya. 

"Kenapa?" tanyanya dengan mengangkat sebelah alisnya.

"Enggak papa, seharusnya memang harus gitu," timpal Bian.

"Ini flashdisk-nya, setelah selesai cepat balikin!" Jaja menyodorkan flashdisk berkapasitas 64GB kepada Bian.

"Gue pinjem dulu, thanks," jawab Bian yang langsung menyimpan benda kecil itu ke saku celananya.

Bian membutuhkan flashdisk itu karena di dalamnya berisi data-data semasa SMA baik dokumen, foto dan lain-lain. Hal itu akan Bian gunakan untuk arsip dan validasi terhadap dirinya sendiri.

Walupun terlihat kaku tapi sebenarnya Bian itu orang yang suka menghargai setiap aspek kehidupannya dan kerja kerasnya. Buktinya dia mau repot-repot mengumpulkan kenangan masa lalunya yang kalau diceritakan sebenarnya sungguh luar biasa.

Jaja menatap ke arah luar memperhatikan buntutnya yang tengah duduk di atas motor dengan wajah ditekuk.

"Bocah itu dari jaman masih SMA sampai sekarang gak ada berubahnya sama sekali," ucap Jaja.

Dengan beberapa kali pertemuannya di area kampus, Bian setuju dengan ucapan Jaja.

"Cuma dia yang tahu akal bulus kita kalau kita lewat di depan kelasnya," ucap Jaja sambil tertawa kecil.

"Akal bulus kita?" Beo Bian.

Jaja langsung mengalihkan atensinya ke Bian, "Loh, lo menolak fakta seterang itu?"

"Sorry gue buntut aja," sahut Bian. Moment dua tahun lalu, tentang cari perhatian dan suka tebar pesona Bian itu tidak ada niat, tolong garis bawahi. Bian itu buntut aja.

"Asem! Lupa lo? Lo juga pernah ngemis-ngemis walaupun cuma satu kali buat lewat depan kelas XI," Ayolah, ini Bian walaupun dikata buntut aja tetap saja Bian tanpa sadar dan dengan sadar juga bertindak seperti itu.

"Cuma satu kali," ujarnya kalem.

"Walaupun cuma satu kali sama aja bego!"

"Hm."

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang