Akhirnya

1.7K 94 1
                                    

Selang 30 menit, kami sudah sampai di parkiran mobil bandara.

Kami segera mencari pesawat tujuan Jerman yang berangkat 1 ½ jam lagi. Setelah kami temukan pesawatnya, kami bertemu Sai, Shin, Nyonya Zaibatsu, dan beberapa pekerjanya.

"Selamat pagi, Nyonya Zaibatsu" Itachi membungkukkan badannya disusul Sasuke, lalu aku.

Nyonya Zaibatsu membalas kami dengan mengangguk.

"Maaf, ayah dan ibu tidak bisa ikut mengantar. Mereka sedang menghadiri pertemuan antar klan di Amegakure," kata Sasuke dengan sopan, dihiasi senyum tipisnya.

Aku dan Sai saling terdiam selagi mereka semua mengobrol.

"Maaf, saya mau membeli minum dulu" aku meminta izin dan segera berjalan menuju kafe yang tidak jauh.

Sai mengikutiku. Ia segera duduk di hadapanku.

"Apa? Ada masalah apa?" tanyaku sedikit ketus.

"Hm? Sakugly, seharusnya aku yang bertanya begitu. Kau tidak seceria biasanya," Sai menaikkan alisnya.

"Saialan. Kenapa kau tidak menolak pembatalan pertunangan itu?!"

"Haruskah? Bukannya kau tidak menyukaiku? Bukankah kau membenciku, Sakugly?"

Darahku mendidih.

"AKU!! Aku menyukai-" aku segera memotong kalimatku sebelum keceplosan.

Sai menyeringai lebar.

"Kau apa? Kau menyukaiku, eh, Sakugly?" Sai menaikkan sebelah alisnya

"Bo-bodoh!"

"Lalu kenapa kau menyuruhku menghentikan pembatalan pertunangan itu, eh?"

Ini dia. Sifat aslinya mulai keluar.

Aku menarik napasku dalam-dalam. "Aku menyukaimu! Apa kau puas?!"

Sai menyeringai lebih lebar.

Ia mengucapkan sebuah kalimat tanpa suara. 'Aku juga'

Wajahku bersemu.

Hening.

"Lalu kenapa kau tidak menghentikan pembatalannya?"

"Mengertilah. Aku menjadi tumpuan keluargaku. Sebenarnya aku juga tidak ingin pertunangan kita dibatalkan. Tapi aku tidak bisa mengecewakan Ibuku" Sai terlihat sedih.

"Saialan" cairan bening menggenang di pelupukku. Aku segera menghapusnya selagi belum tumpah.

Tangannya menghapus cairan bening dipelupukku. Tak lama, ia mencium pipiku.

Aku langsung memegangi pipiku yang diciumnya. Wajahku bersemu lagi.

"O-oh, aku harus segera berangkat" Sai bernajak. Ia mengamit tanganku. "Ayo, ini adalah saat-saat terakhir kita"

Aku tersenyum padanya. Kami segera kembali.

***

Tidak, aku tidak berpacaran dengan Sai. Kami memutuskan untuk menghapus perasaan masing-masing. Sakit memang. Tapi jauh lebih sakit jika kita berhubungan jarak jauh dan tidak akan pernah bisa bertemu lagi.

Sudah 2 tahun. Tidak terasa juga.

Ah, aku meringkuk lagi dipojokan ranjang. Apa ini sudah menjadi hobiku? Entahlah, aku selalu begini saat aku sedang bersedih atau bahasa gaulnya galau.

Aku menyibakkan tirai jendela, lalu kubuka jendela. Ah, pagi yang sangat cerah. Sinar matahari memasuki celah-celah jendela. Terlihat butiran-butiran debu halus melayang-layang mengikuti arah cahaya matahari masuk.

I'll Never Let You Go (sakusai fanfict)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang