Sai segera memarkirkan mobil sedannya. Setelah itu, kami berlari-larian dengan panik di sepanjang lorong rumah sakit.
Kami akhirnya menemukan Nyonya Zaibatsu, ibu Sai. Di sebelahnya berdiri seorang pemuda yang mirip dengan Sai. Namun rambutnya berwarna putih keunguan. Mungkin kakak Sai. Aku belum pernah melihatnya.
"Ibu!" Sai berlari kearah ibunya.
Aku menyusulnya.
"Ayah. Bagaimana keadaan ayah?" tanya Sai panik.
Ibu Sai menggeleng. "Ibu belum tahu. Ayahmu masih ditangani oleh dokter"
Sai menengok ke kamar sebelah kanan. Tidak terlihat Paman Zaibatsu karena tertutup oleh badan dokter yang menangani.
"Bagaimana itu bisa terjadi, Shin?" tanya Sai.
"Aku tidak tahu tepatnya. Tapi, mungkin aku bisa menceritakan segala yang kutahu." Kakak Sai yang bernama Shin itu menghampiri Sai. "Saat itu aku di Jerman mengurusi perusahaan Zaibatsu yang berpusat di sana. Kau tahu, kan? Ayah pergi ke Jerman selama sebulan untuk membantuku dalam perusahaan ini. Lalu ia pulang ke Jepang. Setelah itu, ayah mengalami kecelakaan pesawat. Belum ada korban jiwa karena terjadi di bandara Narita"
"Kenapa kau tidak melarangnya untuk kembali ke Jepang?!" Sai mengguncang tubuh Shin.
"Ayah ingin melihat pernikahanmu dengan Sakura. Ia ingin segera bertemu dengan ibu, kau, dan Sakura" Shin menatap tajam pada Sai.
Sai menggigit kuku jarinya dengan panik. Ia mondar-mandir tidak jelas. Aku hanya bisa duduk dengan lemas.
Tak lama dokter keluar dari ruangan.
Nyonya Zaibatsu, Sai, Shin, dan aku menatap dokter penuh harap.
Dokter menatap kami nanar. Ia menggeleng pelan. "Tuan Zaibatsu sudah tidak bisa tertolong. Maaf, kami sudah berusaha semampu kami. Organ vitalnya rusak semua. Tulang rusuknya patah"
Ibu Sai langsung menangis dipelukan anak pertamanya. Sai hanya terpaku.
Sai mencengkram kerah jas dokter tersebut.
"Apa?! Kau bilang sudah mengerahkan semua yang kau bisa?! Jangan bercanda! Jika kau memang dokter yang hebat, seharusnya kau bisa menyelamatkan nyawa ayahku! Dokter tidak berguna!" maki Sai.
"Maaf, tuan. Kami tidak bisa" dokter itu hanya bisa pasrah.
"Sai, lepaskan" aku dan Shin mencoba melepaskan cengkraman Sai dari kerah dokter.
Sai langsung melepaskan cengkraman tangannya.
Sai menggeleng pelan. "Bodoh. Ayah bodoh! Masih setahun lagi sampai pernikahanku dengan Sakura! Buat apa dia kembali ke Jepang? Ibu masihlah ibu, Sakura masihlah Sakura, dan aku masihlah aku!" Sai memukul dinding rumah sakit. Pipinya dibasahi oleh air matanya.
Shin menenangkan Sai.
"Aku tahu kau terpukul dengan berita ini. Kau memang yang paling dekat dengan ayah dibandingkan diriku. Kau memang paling disayang oleh ayah" Shin memeluk Sai.
Sai menatap pintu kamar itu.
"Aku mau masuk! Aku mau melihat ayahku!" Sai membuka pintu itu.
"Tuan! Anda tidak boleh masuk!" dokter itu sebisa mungkin menahan agar Sai tidak masuk ke ruangan itu.
"Jangan bercanda! Dia ayahku! Sudah seharusnya aku boleh melihatnya! Minggir kau!" Sai langsung menerobos paksa. Ia langung berlari ke ranjang ayahnya.
Ayahnya sudah terbujur kaku dengan beberapa luka ditubuhnya.
Sai menatap ayahnya nanar. Ia langsung menutupi matanya dengan telapak tangannya. Sai mulai menangis. Sesekali ia memaki ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Never Let You Go (sakusai fanfict)
FanfictionSakura tiba-tiba dijodohkan oleh keluarganya dengan Sai! Padahal Sakura sudah berpacaran dengan Kabuto. Posisi Sasuke sebagai pelindung Sakura pun direbut oleh Sai. Setelah mereka sudah nyaman satu sama lain, pertunangan pun dibatalkan. Berbagai emo...