PERMULAAN II

7 0 0
                                    

"Hei, Zaky!"

Panggilan itu membuat dirinya membalikkan badan. Ia melambaikan tangannya ke arah pemilik suara. "Hei, Hasya! Kau membawakan mereka?" Tanyanya.

"Iya, Zaky. Di mana anak buahmu? Hanifah bilang, kau akan memberi bala bantuan kepada kami." Ujar Hasya.
"Oh, mereka akan aku panggilkan segera mungkin. Tunggu di sini selama beberapa menit, aku akan kembali." Jawab Zaky sambil melangkahkan kakinya pergi dari hadapan Hasya


"Ini, Hasya. Mereka akan membantu menjaga kalian." Tutur Zaky
"Terima kasih atas bantuannya, Zaky. Ini sangat membantu kami."
"Itu tidak seberapa. Terima kasih juga untuk bantuan dari kalian."

Mereka berdua langsung melaksanakan tugas mereka masing-masing. Terlihat dari arah Zaky, mereka telah bergerak melakukan operasi untuk menyelamatkan warga setempat ke tempat yang lebih aman. Mereka tak tahu apa yang terjadi setelah ini. Karena kejadian yang mereka alami terjadi begitu saja tanpa mereka sadari.

"Yang Mulia, saya menerima kabar burung dari beberapa warga." Suara Kauza Vijayalaksmi membuat Inaya Imelda yang tadinya termenung, langsung mengalihkan pandangannya
"Kabar burung yang bagaimana, Kauza?" Tanya wanita itu
"Pusat kota Psyhi sekarang sedah riuh. Sebagian penduduk kota diamankan ke tempat yang lumayan jauh dari pusat kota. Mereka bilang, ada beberapa keanehan yang terjadi beberapa hari ini." Jelas Kauza.

Inaya Imelda merasa bingung dengan kalimat Kauza. Keanehan macam apa? Kenapa sampai membuaf penduduk sekitar diamankan ke tempat lain? Namun sayangnya, Kauza hanya mendapatkan kabar burung dari orang sekitar. Yang artinya, ia tak tahu jelas dengan kebenaran berita itu.

"Kauza, lebih baik kita mendatangi pusat kota agar tahu kejadian jelasnya. Bawa saja beberapa orang dari kita. Selebihnya tinggal saja sementara di sini untuk berjaga-jaga."
"Siap laksanakan, Yang Mulia."






"Galang, aku perintahkan kau untuk membuat satu pasukan yang hebat. Kau akan menjadi pemimpin di antara mereka, karena kau yang paling kuat di sini. Akan aku pinjamkan kau sedikit dari kekuatanku. Hmm, setidaknya 1% dari kekuatanku." Lelaki itu mengoceh panjang lebar kepada pria dengan tubuh jangkung. Walau sama sekali tak diacuhkan karena pria dengan nama Galang itu telah diubah keji dengannya, sama seperti orang-orang yang ditemui pasukan negeri Filotimo.

"Baiklah, saatnya melancarkan rencana. Tinggal menunggu 'orang-orang' itu saja. Mari, Galang." Monolognya.



"Yang Mulia, apakah masih lama?"
"Laila, bisakah kau berhenti berkicau? Telingaku sudah menyerab mendengarkan suaramu itu."
"Aku tidak berbicara denganmu. Siapa suruh punya telinga?"

Suasana kereta itu sedari tadi sangat berisik. Dua hawa itu sibuk saja bertengkar hal yang tak perlu. Pria yang di sebelahnya tentu sudah muak juga mendengarkan suara mereka sejak tadi, tapi demi misi yang akan dia lakukan, dia harus menahan diri agar tidak membalikkan kereta yang sedang mereka naiki.

"Yang Mulia, kita hampir sampai di negeri Psyhi." Ucap kusir kuda mereka
"Bagus. Sebentar lagi kita akan menyaksikan kemenangan yang aku raih. Bersiap-siaplah semuanya."

Mereka tak menyadari bahwa selama mereka melewati jalan itu, ada wanita yang tak sengaja melihat mereka. Wanita tersebut bergegas pergi dari tempat itu. Ntah apa tujuan ia sebenarnya dan tak ada yang tahu apakah wanita itu akan menjadi penghambat bagi mereka, atau malah membuat jalan rencana mereka semakin cepat?






"Naufal sialan, lama sekali ia menunggangi kuda itu. Dasar penyihir lelet." Ucap Agil jengkel. Sedari tadi ia sudah sabar menunggu Naufal yang kerap kali tertinggal di barisan belakang.

"Sialan kau. Aku penyihir yang menghabiskan waktu luangnya untuk membuat ramuan-ramuan terbaru, pastinya aku tidak terlalu mahir menunggangi kuda ini." Jawabnya secara tiba-tiba.

"Bilang saja kau memang tidak mempunyai bakat." Agil kembali membawa panas suana. Untungnya, pada saat itu Naufal tidak terbawa arus yang dibawa oleh Agil. Tak tahu setan apa yang merasuki diri Naufal hari itu. Yang jelas, mereka lebih serius dibanding hari-hari yang telah berlalu.







"Kasya, kau harus membantuku untuk pergi dari sini. Bagaimanapun caranya, kau dan Gazha harus membantuku untuk keluar dari tempat ini dan membawa aku ke Psyhi." Titah wanita itu
"Tapi Yang Mulia—"
"Aku tidak menerima penolakan, Kasya. Apa kau ingin orang tuamu aku pindahkan ke tempat pengungsian?"

Mendengar hal tersebut, membuat nyali Kasya menciut. Ia menyayangi kedua orang tuanya, maka ia tak ingin hal itu terjadi. Mau tak mau, ia harus membantu atasannya walau nyawa yang akan menjadi taruhannya

"Baik, Yang Mulia. Saya akan mengatakan hal ini kepada Gazha dan yang lain." Balasnya lesu
"Bagus, akan aku tunggu."

Indestructible of VIIIBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang