SESEORANG II

8 0 0
                                    

Kicauan burung terdengar begitu jelas pada pagi itu. Kupu-kupu hinggap pada bunga-bunga yang memikat indra penglihatan. Aromanya bunga yang harum semerbak membuat indra penciuman betah untuk menghirupnya. Wanita dengan porsi badan yang cukup besar itu sedang bersolek di depan meja rias nya. Ia memperhatikan secara detail setiap titik dari parasnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai begitu saja. Alisnya yang tegas memberi kesan berwibawa.

Sedang asyik bersolek di depan meja rias, aktivitas itu terganggu tat kala suara dehaman seseorang mengalun di gendang telinganya. Wanita itu membalikkan badannya ke belakang, arah sumber suara. Dengan tatapan bingung ia memperhatikan sang empu.

"Kenapa? Apa yang salah?" Suaranya membuka dialog.
"Sudah dengar berita terbaru? Tentang Fauzan dari negeri seberang, Talos." Jawabnya dengan suara rendah.
"Kenapa bocah ingusan itu? Membuat masalah lagi?" Tanyanya tertarik dengan topik pembicaraan mereka.
"Sepertinya begitu. Dia tak pernah belajar dari kesalahan."

Wanita itu termenung sejenak. Ia memikirkan masa-masa yang telah berlalu. Tampaknya, ada suatu peristiwa yang tak dapat dilupakan antara wanita tersebut dengan Sultan Fauzan.

"Aku harus maju di mulai dari sekarang. Sebelum dia mendapatkan 'itu'." Batinnya

Lagi-lagi lamunannya terbuyar oleh lambaian tangan tepat dihadapan wajahnya. "Apakah anda sakit? Anda terlihat tidak fokus." Ujarnya.

"Ah, tidak. Susun rencana di mulai dari sekarang. Aku tahu ini terlambat, tapi bukan berarti kita terkalahkan, mengerti?" Titah wanita tersebut yang langsung dihadiahi dengan anggukan kecil oleh lawan bicara.

"Hei, Ken! Mau ke mana?" Suara Alya memanggil Kendy. Diikuti Nada Ophelia di belakangnya.

Kendy yang merasa terpanggil langsung menoleh ke arah Alya. Dia memberikan senyum simpul sebagai balasan sapaan hangat dari Alya. "Aku ingin ke pusat kota. Ingin mencari barang yang akan kita gunakan. Tertarik untuk ikut?" Ajak Kendy kepada Alya.

"Maaf, Ken. Tapi kami harus mendatangi rumah seorang ibu rumah tangga yang anaknya sedang mengidap penyakit malaria. Kami akan menangani anak itu sebelum penyakitnya bisa tersebar." Bukan Alya yang menjawabnya, melainkan Nada Ophelia.
"Oh, tak masalah. Jangan meminta maaf." Jawab Kendy.

Ketika hendak pergi, Alya menahan Kendy. "Ken, sebaiknya kau berhati-hati yaa. Aku sempat mendengar gosip bahwa di pusat kota dalam keadaan yang tak mengenakkan." Ucapnya yang disetujui oleh Nada Ophelia dan dibalas anggukan singkat oleh Kendy.

"Sepertinya pusat kota sedang dalam keadaan berbahaya. Apa aku harus memberitahu kepada Yang Mulia terlebih dahulu?" Batinnya.

Di lain tempat, Maisa Damari dengan tenang merawat pasiennya, Falil Valerian. Kondisinya lebih membaik dari sebelumnya, tapi bukan berarti dia sembuh total. Dia harus menjalani masa-masa pemulihan terlebih dahulu. Namun tiba-tiba saka brankar yang ditempati Falil Valerian bergerak. Hal itu membuat Maisa Damari terkejut dan merasa sedikit takut. Bukannya apa, tetapi pada siang hari itu hanya dia seorang yang berasa di dalam ruangan itu. Maka tak heran bukan ia merasa takut?

Setelah dia melihat secara saksama, ternyata yang membuat brankar itu bergerak tak lain adala Falil Valerian, penghuni brankar itu sendiri.

"Astaga! Kau membuat aku kaget saja. Kenapa kau bergerak? Apa ada yang sakit?" Tanya Maisa.

Yang ditanya tampak sedang menyesuaikan suasana. Ia membiarkan matanya terbuka sedikit demi sedikit. Ia merasa sedikit pusing dengan kepalanya, mungkin karena sudah lama terbaring di atas brankar itu. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, masih menebak sedang di manakah ia berdiam diri saat ini. Maisa yang tampaknya peka terhadap situasi, ia langsung memberi tahu keberadaan lelaki itu.

"Tenang, kau sedang di dalam ruangan medis. Kau sedang dirawat, jadi berdiam diri lah untuk beberapa hari. Tak akan lama." Jelas Maisa secara rinci. Falil Valerian tampak terdiam beberapa saat untuk menyaring kalimat demi kalimat yang disampaikan Maisa. Lagi-lagi Maisa paham dengan situasi tersebut, ia membiarkan Falil menyerap kalimat penjelasan yang baru saja ia lontarkan.

"Kau Maisa ya?" Tanya lelaki itu secara perlahan.
"Ya, aku Maisa. Dan kah adalah Falil." Jawab Maisa dengan akhir kalimat yang sepertinya tak perlu ia sampaikan.
"Di mana yang lain? Ke mana mereka? Apakah di luar baik-baik saja?" Tanya lelaki itu.
"Di luar sedang tidak baik-baik saja. Galang menghilang ketika ia sedang memecahkan masalah. Anehnya, hanya Galang saja yang menghilang, tetapi yang lain pulang de—"
"MAISA!!! KELUAR SEKARANG. SITUASI SEKARANG PARAH SEKALI!" Teriakan dari Deya membuat Maisa terkejut, begitu juga dengan lelaki di sebelahnya.

"Ada apa, Deya?" Tanya Maisa perlahan
"Di luar, semua orang berlari ke sana ke mari, aku mendengarkan perkataan salah satu dari mereka. Mereka bilang, dari arah tempat Kaisar Hilman bermalam, muncul orang-orang yang mengerikan. Aku tahu apa itu." Jelas Deya dengan suara terputus-putus.

Falil yang tak sengaja mendengarkan berita itu ikut terbawa suasana. Ia menjadi panik, degup jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Tak biasanya ia merasa cemas seperti ini. Ia langsung melepaskan selang infus yang terpasang pada tangannya dan langsung melangkahkan kaki keluar dari ruangan pengap itu.

"Hei, Falil! Kau mau ke mana? Jangan pergi, kau belum pulih sepenuhnya."
"Hei, kau tidak mendengarkan ku???" Tanya Maisa berusaha menghentikan langkah Falil.
"Aku ingin menemui Yang Mulia Kaisar sekarang juga, Maisa. Terima kasih!" Ucapnya tanpa menoleh sedikitpun ke arah belakang.

"Tapi— sial, keras kepala sekali. Sudah jelas kondisi dia masih seperti itu."


"Kerja bagus, Galang. Kau memang dapat diandalkan." Ujar pria itu sambil melihat ke depan. Pemandangan mengerikan akan tetapi menurutnya pemandangan sekarang adalah pemandangan yang penuh dengan seni.

"Wow, apakah ini sebuah kejutan?" Suara berat itu mengisi seluruh ruangan.
"Oh, Yang Mulia. Kau datang lebih cepat dari dugaanku."
"Yah, ini bukan apa-apa. Ini hanya bagian dari pembukaannya, Yang Mulia." Tutur pria itu.

Tak jauh dari mereka, terlihat dua wanita yang berdiri bersamaan. Terlihat dari raut wajah mereka, yang satu memperlihatkan raut wajah dengan kesan "Aku ingin pulang dari tempat menjijikkan ini." Dan yang satu lagi menampilkan raut wajah ceria, seakan-akan ia sedang mendatangi tempat hiburan.

"Siapa yang di belakangmu? Aku belum pernah melihat mereka." Tanya Afdol berbasa-basi.
"Oh. Mereka adalah kaki tanganku juga, sama seperti kau. Mereka akan ikut andil dalam hal ini, kalian harus bekerja sama." Jelasnya
"Bukan ide yang buruk."

Pria dengan pakaian serba hitam itu berdiri tepat di sebelah Afdol. Ia tampak menikmati pemandangan mengerikan tersebut, sama halnya dengan Afdol. Melihat manusia diubah secara keji memberikan sensasi tersendiri bagi manusia keji seperti dirinya. Melihat manusia yang tak mempunyai salah dengannya diubah secara kejam adalah sebuah seni baginya. Seni yang layak untuk dinikmati, begitulah pola pikirnya.

"Aku tak sabar, setelah ini akan ada pertunjukan apalagi?" Monolognya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Indestructible of VIIIBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang