4. Confess 불다

2K 242 13
                                    

Sebelum ke cerita, Nana mau bilang terima kasih untuk yang sudah baca, komen, dan vote.
Terlebih untuk yang follow akun ini.
Awalnya Nana menulis hanya untuk menyalurkan hobby, kalau ada yang suka syukur kalau tidak ada juga tidak apa-apa.
Tapi karena banyak dukungan dari kalian (follow, komen atau vote, baik di cerita ini atau yang lain) Nana jadi tambah semangat untuk menulis.
Jadi sekali lagi, terima kasih
.
.
.
Selamat membaca
.
.
.

Doyoung tersenyum menatap Junghwan yang sedang tertidur. Sekarang akhir pekan dan semalam mereka berencana untuk jalan-jalan. Doyoung harusnya tetap bekerja meski akhir pekan, tapi dia mengambil cuti sehari karena Junghwan yang meminta. Sudah terakhir kali sejak Junghwan meminta sesuatu pada Doyoung, jadi Doyoung pikir tidak ada ruginya cuti kerja sehari untuk jalan-jalan bersama Junghwan. Lagipula Doyoung senang karena akhir-akhir ini Junghwan semakin dekat dengan dirinya.

Doyoung mendekati Junghwan masih dengan senyuman yang melekat di wajahnya. Dia lalu mengelus kepala Junghwan. Biarpun sudah dewasa, tetap saja Junghwan itu adik kesayangan Doyoung.

"Junghwan bangunlah, kau tidak ingin jalan-jalan?" Ucap Doyoung sambil mengelus kepala Junghwan.

Junghwan mengerjapkan mata, setelah setengah tersadar dia lalu meregangkan badan dan mengusap wajahnya. "Hyeong!" Ucapnya lalu menarik tubuh Doyoung ke kasur dan memelukanya.

Doyoung menyentil dahi Junghwan. "Aku mambangunkanmu! Kenapa malah membuatku berbaring?!" Ucapnya.

Junghwan memejamkan mata lalu tersenyum. "Lima belas menit." Ucapnya lalu mengeratkan pelukan.

Doyoung hanya menggelengkan kepala. Dia tidak bisa protes dan tidak bisa bergerak. Jadi dia hanya bisa pasrah.

.
.
.

Junghwan dan Doyoung sudah ada di taman bermain. Ini pertema kalinya untuk mereka berdua. Maksudnya untuk Junghwan. Doyoung pernah saat bersama orang tuanya dan itu sudah sangat lama, Junghwan juga belum pernah sama sekali karena dia besar di panti asuhan dan saat di adopsi dia malah kehilangan orang tua angkatnya. Dia hanya memiliki Doyoung saat itu dan seperti yang kalian tahu perekonomian mereka sangat tidak stabil. Apa yang bisa diharapkan dari anak SMA yang biasanya bergantung pada orang tua dan tiba-tiba harus berjuang menghidupi adiknya?

Untungnya Junghwan adalah tipe yang pengertian, cenderung tidak enakan. Jadi dia tidak pernah ingin menuntut apapun dari Doyoung. Mendapat kasih sayang saja sudah cukup untuknya.

Junghwan mengenggam tangan Doyoung. "Hyeong harus bersiap, karena kau akan kelelahan hari ini." Ucap Junghwan sambil tersenyum.

Doyoung menatap aneh ke Junghwan. Kata-katanya sedikit tidak biasa. Maksudnya itu agak ambigu. Tapi Doyoung tidak sempat berpikir lagi atau bertanya, karena Junghwan sudah menariknya, menelusuri seluruh wahana yang ada di sana.

Doyoung menyaksikan bahwa Junghwan banyak tertawa hari ini. Entah memang Junghwan memang banyak tertawa atau Doyoung yang jarang melihat, tapi yang pasti Doyoung merasa senang. Sisi bayi Junghwan sangat terlihat hari ini. Bayi tetaplah bayi,  maski badannya sudah lebih besar daripada Doyoung, tetap saja Junghwan tidak bisa mengontrol sisi bayinya.

Doyoung bersyukur bahwa dia cukup beruntung karena bisa memiliki penghasilan tetap setiap bukan yang jumlahnya lumayan. Meski tidak bisa dikatakan sangat kaya, tapi Doyoung tetap bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan Junghwan.

.
.
.

"Mau pulang sekarang?" Tanya Doyoung setelah meneguk habis minumannya.

Bukan tanpa alasan Doyoung bertanya begitu. Energi Junghwan sangat besar. Dia memainkan satu wahana lebih dari sekali dan dia memainkan seluruh wahana yang ada di sana, kecuali yang untuk anak kecil. Doyoung yang merasa sudah tua sangat kehabisan tenaga, punggungnya bahkan sudah sakit.

Junghwan menggeleng. "Tidak, masih ada satu wahana lagi!" Ucap Junghwan.

Doyoung membulatkan mata. Sekarang dia mengerti maksud perkataan ambigu Junghwan tadi. Setelah itu kakinya yang lemas bergerak otomatis begitu Junghwan menarik tangannya.

Junghwan berhenti tepat di depan wahana kincir angin. Doyoung menghela napas, akhirnya bukan wahana yang menguras energi seperti roller coaster atau wahana hantu lagi. Dia bisa sedikit santai juga, toh Junghwan juga bilang bilang ini wahana terkahir.

Setelah menunggu antrian selema beberapa menit akhirnya mereka menaiki wahana tersebut. Doyoung  memandang ke arah luar wahana, posisinya yang semakin lama semakin tinggi membuatnya merasa tenang saat melihat seluruh wahana dari atas.

Berbeda dengan Doyoung yang fokus pada area luar wahana, Junghwan justru terfokus pada wajah kakaknya itu. Dia meminta saran Jeongwoo kemarin, tentang cara menyatakan cinta. Dia tentu tidak bilang pada Jeongwoo bahwa dia akan menyatakan cinta pada Doyoung. Dia sendiri masih ragu, tapi dia mengikuti instruksi Jeongwoo bahwa sebelum menyatakan perasaan dia harus membuat kesan yang baik terlebih dahulu, makanya dia berusaha membujuk Doyoung untuk cuti agar dia bisa mengajak Doyoung jalan-jalan.

Tapi Junghwan masih ragu.

Krek krek

Wahana tiba-tiba berhenti saat Doyoung dan Junghwan berada di puncak. Mereka berada di ketinggian puluhan meter dan Doyoung sedikit panik.

"Mohon maaf atas ketidaknyamanannya, wahana sedikit mengalama gangguan, tapi kalian tidak perlu khawarit, ini bukan masalah serius, kami akan menyelesaikannya kurang dari sepuluh menit." Ucap petugas yang terdengar pada dari arah bawah.

Junghwan menarik napas. Sepertinya semesta menyuruhnya untuk menyatakan perasaannya. Karena suasana saat ini sangat mendukung. Berada di ketinggian, hanya berdua, di suguhkan pemandangan yang indah, dan terasa sangat tenang.

"Hyeong!" Panggil Junghwan.

"Iya?" Ucap Doyoung sambil tersenyum.

"Apa hyeong sudah punya pacar? Apa pernah pacaran?" Tanya Junghwan.

Doyoung heran. "Tiba-tiba bertanya seperti ini?" Ucapnya.

"Jawab saja hyoeng!" Ucap Junghwan.

Doyoung nampak berpikir. "Entahlah, hyeong belum kepikiran ke sana untuk saat ini. Terakhir pacaran juga sudah sangat lama, itu sebelum kau ada. Wah, apa kau menganggap hyeong sudah terlalu tua?"

Junghwan menggeleng. "Bagus!" Ucapnya.

"Bag-"

Belum sempat menanyakan maksud Junghwan, bibir Doyoung sudah dibungkam oleh bibir Junghwan. Doyoung membulatkan mata lalu memejamkannya. Dia ingin menolak tapi tubuhnya tidak merespon. Dia sangat kaget hingga tubuhnya menjadi kaku dan tidak bisa bergerak. Itu sangat tiba-tiba dan Doyoung sama sekali tidak menyangka.

Junghwan melepas ciuman dan menjauhkan tubuhnya, dia lalu menggenggam tangan Doyoung. Doyoung yang sadar perlahan membuka matanya dan melihat wajah Junghwan yang tersenyum.

"Aku tidak peduli dengan benar atau salah. Aku sama sekali tidak peduli tentang pandangan orang. Aku hanya ingin kau tahu, aku menyukaimu. Tidak! Aku mencintaimu dan aku hanya mengikuti naluriku, yang aku percaya bahwa mencintai orang bukanlah kesalahan." Ucap Junghwan.

Doyoung tidak tahu harus merespon seperti apa. Dia benar-benar bingung akan situasi yang dia hadapi saat ini.

.
.
.

Bersambung

My Beloved Brother || HwanBby/HwanYoung vers.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang