Jungkook menggeliat pelan, merasakan hawa kosong di sekitarnya. Tidak ada lagi lengan kokoh yang mendekapnya semalaman, juga tak ada aroma maskulin yang berasal dari tubuh Taehyung.
Pria itu tidak lagi di tempat tidur yang sama. Tapi Jungkook peduli apa? Ia justru merasa lega tidak ada Kim Taehyung di sekitarnya. Ia bebas ke kamar mandi dan mencari jalan keluar untuk lari. Tak bisa bayangkan jika ia dikurung seminggu di sini. Semalam saja rasa tubuhnya remuk hingga ke dada.
Setelah mencuci muka, Jungkook tidak membuang waktu untuk mengambil kursi yang ada di sudut ruangan. Meletakkannya di bawah lubang ventilasi.
Ia berpikir sejenak, menimbang banyaknya resiko dan kemungkinan. Sejurus kemudian kembali ke kamar mandi untuk melihat lagi adanya jendela di sana. Tapi sebelum ia benar-benar lari dari sana. Ia berpikir lagi tentang jalan keluar dari villa dan bagaimana caranya ia sampai ke kota.
Setelah perencanaan yang matang, dan kemungkinan keberhasilan dan resiko yang detail. Jungkook memutuskan untuk duduk di tepi ranjang, menunggu pengawal Taehyung atau perempuan bernama Olivia itu datang.
Sebab, setelah dirinci, konsep kabur yang ada di kepala Jungkook tidak didukung oleh properti yang memadai. Di kamar mandi tidak ada jendela, dan lubang ventilasi tidak tahu mengarah kemana dan bagaimana ukurannya. Mungkin saja tubuh berisi Jungkook tidak muat di sana.
Belum lagi tak ada kendaraan sebagai media untuk kabur. Jika memilih lari, Jungkook akan lekas tertangkap oleh bawahan Taehyung yang membawa motor. Jungkook mungkin akan tersesat, karena tidak tahu arah dan kakinya lecet sepanjang ia berlarian di jalan bersemak. Belum lagi kelelahan, dehidrasi, dan banyak macam resiko lainnya.
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Jungkook menunggu panggilan sarapan dan benar saja. Perempuan latin itu memanggilnya turun. Tanpa diduga pula, supir pribadi Jungkook juga ada di sana. Makan di satu meja dengan musuh besarnya.
"Setelah sarapan, supirmu akan mengantarmu pulang," ucap Taehyung dengan muka datar, seolah Jungkook hanya tamu yang menginap. Bukan tawanan yang disekap di kamar semalaman.
Harga diri Jungkook benar-benar di-nolkan oleh pria itu.
Jungkook dengan santun duduk di samping Taehyung. Melepas semua emosi yang membuncah dan berpura-pura tersenyum padanya.
"Sungguh, ayahku pasti ingin tahu kemana perginya puteranya ini semalam. Aku tak sabar ingin bercerita padanya." Dengan elegan Jungkook mengambil sepotong daging yang ada di piring Taehyung menggunakan garpu di sebelahnya.
Pria Kim menoleh, terkejut dengan bagaimana Jeon Jungkook menampakkan segaris senyum kecil dengan tujuan mengancam Kim Taehyung.
Seusai sarapan Jungkook kembali ke kamar, dengan tujuan mengambil ponsel miliknya yang disita Taehyung. Ponsel itu ternyata disimpan di lemari dan kuncinya ada pada pria itu.
"Mau mengambil ponselmu?" Taehyung bersidekap, ternyata ia sudah menunggu Jungkook di sana.
"Ponselmu ada di lemari, dan kunci lemarinya ada di sini!" Taehyung menunjukkan zipper celananya dengan jari.
Jungkook sudah menduga ini tak akan mudah, pria itu memang berniat menjatuhkan harga dirinya.
Jungkook bosan dengan trik yang dipakai Taehyung. Kali ini saja, Jungkook tidak ingin memohon seperti semalam. Taehyung kebal akan empati, meski Jungkook nantinya meminta dengan suara memelas. Taehyung pasti tak akan menyerahkan kuncinya begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Revenge (Only PDF)
FanfictionKim Taehyung dan Jeon Jungkook sama-sama terobsesi pada seorang perempuan. Untuk memenangkan persaingan, Taehyung menjebak Jungkook lalu melecehkannya. Diancam dengan video yang akan disebar, Jungkook tidak gentar. Justru membalik keadaan dengan mem...