Boss - Part 2

3.4K 125 0
                                    

Junno sudah berdandan cantik untuk menunggu kedatangan bosnya. Kali ini ia memakai sweater turtleneck putih polos yang dilapisi jaket denim berwarna putih tulang dan juga jeans sewarna sweaternya. Ia tak bisa berhenti tersenyum dan bernjingkrak riang atas kebahagiannya.


"Selamat tinggal kosan jelek! Hahaha!"

"Ah, Aku tidak sabar bertemu Boss tampan!"

Hingga tak lama kemudian suara klakson mobil mengentikan racauan tak jelasnya. Ia pun langsung bergegas memakai tas slempangnya dan menyeret koper keluar kosan lalu tak lupa mengunci pintunya.

Boss keluar dari mobilnya dan langsung mengambil alih koper yang Junno bawa untuk ia simpan di bagasi mobil.

"Makasih Boss." Junno tersenyum malu-malu sembari menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.

Junno berdiri di samping pintu, menunggu sang Boss menghampirinya dan berharap membukakannya pintu. Namun harapannya sirna karena sang Boss malah langsung menuju pintu pengemudi dari belakang mobil tanpa melewati Junno. Ya lagipula, untuk apa jauh-jauh memutari mobil, iya kan?

"Masuklah. Tak usah sungkan," kata sang Boss sebelum membuka pintu mobil.

Bibir Junno mencebik kesal lalu membuka pintu mobil dengan sedikit kasar. Begitu juga dengan cara duduknya yang membuat sang Boss mengernyit bingung.

Dalam perjalanan pun keduanya hanya diam tanpa mengisi sebuah obrolan. Junno yang menanti sebuah percakapan dengan sang Boss dan sang Boss  nampak tidak peka untuk memulai sebuah percakapan.

"Emm Boss?" Junno akhirnya bersuara setelah menahan kesal karena bosnya tak kunjung mengajaknya mengobrol.

"Ya?" Boss menoleh sekilas dan kembali fokus pada jalanan di depannya.

Junno memainkan jarinya. Ia sendiri bingung hendak bertanya apa. Ia ingin mengobrol dengan bosnya namun ia sendiri tidak tahu topik apa yang akan ia lontarkan.

"Ti-tidak."

"Jika ada yang ingin Kau katakan, katakan saja. Tak usah sungkan," ujar sang Boss.

"Apa... Boss sudah menikah?" Junno merutuki mulutnya sendiri yang malah melontarkan pertanyaan konyol itu. Bagaimana jika bosnya marah dan menilai pertanyaannya itu tak sopan dan melanggar privasi?

Apalagi setelah melihat keterdiaman bosnya. Itu membuat Junno takut.

"Maaf Boss. Saya tidak bermaksud. Lupakan saja pertanyaan Saya barusan." Junno menunduk, meremat ujung sweater yang ia kenakan. Lagi-lagi sang Boss hanya diam.

"Ya, Saya sudah menikah." Suara berat sang Boss sontak membuat Junno menoleh ke arah sang Boss yang masih fokus menyetir. Ucapan sang Boss entah kenapa membuat sesak dada Junno.

"Tapi Aku sudah menceraikan mantan istriku itu setelah tau ternyata Dia selingkuh dengan kakakku sendiri."

Junno turut iba. Tangannya reflek terulur untuk menggenggam lengan berotot Bossnya yang terekspos karena lengan kemejanya digulung ke atas. "Aku tau bagaimana kecewa dan sakit hatinya Boss. Tapi Boss jangan sedih, kebahagiaanmu sedang menanti di depan sana."

Boss menatap lengannya yang masih digenggam tangan mungil Junno. Entah kenapa hatinya terasa menghangat.

"Terima kasih. Tapi, Aku sama sekali tidak kecewa atau bahkan sakit hati. Aku justru senang bisa cerai dengannya." Sang Boss sebenarnya ingin balas menggenggam tangan mungil submisiv di sebelahnya. Namun, ingat ia sedang menyetir jadi Dia mengurungkan niatnya.

DON'T OPEN!🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang