~Main Kejar-kejaran~

267 61 7
                                    

Halilintar menatap salah satu lembaran kertas yang berserakan di mejanya, menghitung sesuatu sebelum tangan kanannya menggunakan jangka kayu di lembaran itu.

"Jarak antara hutan yang pernah dijelajahi dengan sisanya 5 km, jika aku akumulasikan semua itu berarti perlu waktu 1 jam bagi kami menuju kedalaman hutan Ikatana," batin Halilintar.

Setelah mendapat jawaban dari pesan yang ia kirimkan kepada Gempa, setidaknya Halilintar tahu apa tujuan mereka ke depannya nanti.

"Akan ada beberapa hambatan, terlebih lagi aku tidak tahu hewan, atau makhluk apa yang tinggal di hutan terlarang itu, informasi yang aku dapatkan masih belum cukup." Halilintar mengacak rambutnya frustasi.

Melirik ke arah lembaran gambar, catatan, dan peta yang berserakan hasil dari dia merobek setidaknya 20 buku yang ada di raknya.

Dan hasilnya dia hanya mendapatkan 20% informasi mengenai hutan Ikatana.

Beberapa buku mengatakan hutan itu dulunya adalah bagian dari wilayah kerajaan, namun karena kutukan negeri mati daerah tersebut menjadi desa mati yang kemudian di tumbuhin pohon beracun.

Ada juga informasi mengenai jurang kematian yang letaknya di arah barat hutan Ikatana, bahkan hutan ini terbagi lagi menjadi beberapa hutan berbeda.

Bahkan beberapa nama tempat yang ada di dalam buku 34 justru membuat Halilintar beranggapan hutan itu memang terkutuk.

Gua darah.

Tebing kematian.

Hutan sunyi.

Desa kabut hitam.

"Jangan-jangan ada beberapa tempat yang direkayasa," curiga sang putra mahkota.

Kepalanya terangkat mendengar suara langkah kaki menuju ke arah kamarnya, bergegas pemuda ruby iu menutup mejanya dengan kain putih yang ditumpuk dengan bantal.

Langkahnya bergerak menjauh, dengan sedikit gerakan kilat dia sudah berada di sebelah ranjangnya.

Sosok permaisuri Cahaya muncul setelah pintu kamarnya terbuka, pemuda itu berusaha bersikap acuh dengan keberadaan ibu tirinya.

"Apa ini? Masa pemberontakan?" tanya Cahaya melihat kamar putra mahkota yang berantakan.

"Menurutmu bagaimana?" balas Halilintar datar.

"Yang aku lakukan benar bukan? Bunga yang paling indah harus tetap aman di tempatnya sekalipun harus berpisah dari kawannya," balas Cahaya berjalan mendekat.

Halilintar menatap manik kuning Cahaya, sesaat dia merasa sebuah perubahaan aneh dari bola mata seindah emas itu.

"Yang kau lakukan hanyalah bersikap selayaknya ibu tiri yang kejam," keluh Halilintar.

"Oh Putraku, jangan menganggap ibundamu seperti itu, inilah bentuk sayangku padamu," kekeh Cahaya.

Halilintar merasa gusar, tubuhnya bergerak menjauh ketika tangan Cahaya berniat mendekat ke arahnya.

Pstt!!

Tangan indah itu terdorong ke belakang oleh sesuatu tak kasar mata, manik Cahaya membulat dengan apa yang dia rasakan.

"Kita akan bicara kembali nanti, jaga Sikapmu putra mahkota," ucap Cahaya sebelum akhirnya melangkahkan kakinya pergi dan pintu kembali ditutup.

Halilintar mematung dengan kejadian itu, maniknya menatap liotin miliknya, sebelum akhirnya tersenyum sendu.

~ 《《 ♡  •••••  ☆  •••••  ♡ 》》 ~

Membersihkan darah yang sedikit meluncur dari hidungnya.

Tiga Pendekar (BoBoiBoy Fantasi AU) HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang